Rabu, 01 Januari 2014

Makalah Sistem Penyusunan Anggaran

A.    Latar Belakang
       Anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN ), bila kita simak secara seksama bukanlah sekedar instrument untuk mencapai stabilitasi suatu pemerintahan dalam jangka waktu yang relatif pendek namun pada esensinya sebuah APBN sebagaimana fungsinya yakni ,
1.      Sebagai mobilisasi dana investasi yang merupakan instrument untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan Negara dalam rangka menbiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan berupa pembangunan.
2.      Mencapai pertumbuhan ekonomi  guna meningkatkan pendapatan nasional.
3.      Mencapai stabilitas perekonomian dan menentukanarah serta prioritas pembangunan secara umum.
4.      Dalam konteks yang lebih spesifik anggaran suatu Negara secara sederhana biasa pula kita ibaratkan dengan anggaran rumah tangga ataupun anggaran perusahaan yang memiliki 2(dua) sisi, yakni:
a.       Sisi penerimaan/pemasukan dan pengeluaran/pemakaian.
b.      Penyusunan anggaran senantiasa dihadapkan padaketidakpastian antara kedua sisi tersebut, misalnya : sisi penerimaan anggaran rumah tangga akan sangat tergantung pada ada/tidaknya perubahan upah/gaji.
       Demikian pula sisi pengeluaran anggaran rumah tangga banyak dipengaruhi perubahan harga barang dan jasa yang di konsumsi. Jadi,  anggaran pendapatandan belanja Negara dalam suatu pemerintahan merupakan salah satu structural yang berperan sebagai tulang punggung dalam menopang kehidupan Negara baik itu dalam hal kemakmuran, kesejahteraan, bahkan berlangsungnya perkembangan suatu Negara untuk mencapai sebuah kemajuan.
       Jangankan sebuah Negara, sebagaimana yang kita singgung diatas sebuah rumah tangga saja harus dianggarkan berapa pengeluaran dan berapa pulapemasukannya.
       Mungkin tidak terlalu jadi masalah manakala disuatu Negara pengeluaran lebih sedikit dari pendapatannya tapi akan jadi masalah yang cukup besar apabila pengeluaran jauh lebih banyak daripada pendapatannya.[1]
            Pemerintahan suatu negara memerlukan pedoman dalam mengelola keuangannya. Dalam rangka mencapai sasaran seperti yang diharapkan diperlukan peraturan mengenai penerimaan dan pengeluaran uang negara. Oleh karena itu setiap awal periode disusun APBN yang digunakan sebagai pedoman dalam mengatur keuangan negara.
       Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
       Setiap tahun pemerintah menyusun APBN. Landasan hukum serta tata cara penyusunan APBN terdapat di dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1, 2 dan 3. Pada pasal 23 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besanya kemakmuran rakyat. Pada pasal 23 ayat 2 disebutkan bahwa Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Pada pasal 23 ayat 3 disebutkan apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan Presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun lalu.
       Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR. Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya. Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
       Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta pada akhirnya ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

  • Proses penyusunan APBN
            Pemerintah (Presiden dibantu para menteri, terutama Menteri Keuangan) menyusun RABPN berdasarkan asumsi-asumsi, yaitu tentang :
1.      Kondisi ekonomi makro seperti Produk Domestik Bruto (PDB) menurut harga yang berlaku
2.      Pertumbuhan ekonomi
3.      Inflasi
4.      Nilai tukar rupiah
5.      Rata-rata suku bunga SBI 3 bulan
6.      Harga minyak internasional
7.      Serta produksi minyak dalam negeri
            Dalam menyusun RAPBN digunakan azas kemandirian, azas penghematan, azas penajaman prioritas pembangunan. RAPBN oleh pemerintah diajukan ke DPR dan dilakukan pembahasan dengan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang berkompeten sesuai bidang masing-masing. Jika telah disetujui, DPR akan mengesahkan RAPBN menjadi APBN. Hak DPR untuk menetapkan anggaran negara disebtut Hak Budget. Namun jika tidak ditemukan kesepakatan tentang RAPBN, DPR menetapkan APBN tahun lalu sebagai APBN tahun berjalan.[2]


B.     Permasalahan
REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA 2008
s.d. 31 Desember 2008
(dalam miliar rupiah)





APBN
APBN-P
Realisasi s.d. 31 Des
A. Pendapatan Negara dan Hibah
    I. Penerimaan Dalam Negeri
        1. Penerimaan Perpajakan

            a. Pajak Dalam Negeri
                i. Pajak penghasilan
                    1. Migas
                    2. Non-Migas
                ii. Pajak pertambahan nilai
                iii. Pajak bumi dan bangunan
                iv. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
                v. Cukai
                vi. Pajak lainnya
            b. Pajak Perdagangan Internasional
                i. Bea masuk
                ii. Pajak/pungutan ekspor
        2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas)
            a. Penerimaan SDA
            b. Bagian Laba BUMN
            c. PNBP Lainnya
    II. Hibah
B. Belanja Negara
    I. Belanja Pemerintah Pusat
        1. Pengeluaran Rutin
            a. Belanja Pegawai
            b. Belanja Barang
            c. Pembayaran Bunga Hutang
            d. Subsidi
            e. Pengeluaran Rutin Lainnya
        2. Pengeluaran pembangunan
            a. Pembiayaan pembangunan rupiah
            b. Pembiayaan proyek
    II. Dana Yang Dialokasikan ke Daerah
        1. Dana Perimbangan
            a. Dana Bagi Hasil
            b. Dana Alokasi Umum
            c. Dana Alokasi Khusus
        2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
C. Keseimbangan Primer {A - (B - B.I.1.c)}
D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B)
E. Pembiayaan (E.I + E.II)
    I. Pembiayaan Dalam Negeri
    II. Pembiayaan Luar negeri (netto)
        1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (bruto)
            a. Pinjaman Program
            b. Pinjaman Proyek
        2. Pembayaran Cicilan Pokok Hutang LN
336.155,5
336.155,5
254.140,2
241.742,4
120.924,8
14.775,7
106.149,1
80.789,9
7.523,6
2.401,7
27.945,6
2.156,8
12.397,8
11.960,3
437,5
82.015,3
59.395,5
10.414,2
12.205,6
0,0
370.591,8

253.714,1
188.584,3
50.240,5
15.427,1
81.975,2
25.465,3
15.476,2
65.129,8
46.229,8
18.900,0
116.877,7
107.490,5
27.895,9
76.978,0
14.236,3
9.387,2
47.538,8
(34.436,3)
34.436,3
22.450,1
11.986,2
29.250,0
10.350,0
18.900,0
(17.263,8)
342.811,6
342.471,5
248.469,8
236.901,5
122.448,3
18.143,5
104.304,8
75.862,7
8.873,5
1.850,1
26.114,2
1.752,7
11.568,3
11.332,6
235,7
94.001,7
64.991,0
12.290,3
16.720,4
340,1
377.247,8

257.934,0
191.787,9
50.425,6
16.150,6
72.151,4
34.726,1
18.334,1
66.146,1
51.052,6
15.093,5 119.313,9
109.926,7
29.924,7
76.978,0
3.024,0
9.387,2
37.715,1
(34.436,3)
34.436,3
31.530,3
2.906,0
20.498,1
5.744,7
14.753,4 (17.592,1)
341.095,2
340.657,9
241.627,3
230.550,4
114.832,1
18.780,9
96.051,2
76.761,4
8.763,0
2.143,2
26.396,4
1.654,3
11.076,9
10.847,3
229,6
99.030,6
67.065,7
12.613,9
19.351,0
437,3
374.764,2

254.081,4
189.082,3
47.288,1
13.850,9
69.234,6
43.885,2
14.823,7
64.999,1
48.845,0
16.154,1
120.682,8
111.417,7
31.757,2
76.937,5
2.723,0
9.256,1
35.565,6
(33.668,9)
33.668,9
32.114,7 1.554,3
17.651,8
1.792,1
15.859,7 (16.097,5)
           
            Kendati secara implisit, gagasan pembiayaan pengeluaran negara melalui pembagian beban kepada masyarakat tetap dipertahankan dalam keuangan negara, secara eksplisit hal tersebut tidak lagi merupakan permasalahan utama. Berbagai macam pajak yang sekedar dipergunakan untuk menutup pembiayaan belanja negara, telah berubah fungsi sebagai alat campur tangan pemerintah di bidang sosial dan ekonomi masyarakat, baik melalui pemberian insentif atau disinsentif pajak, atau bahkan melalui pajak negatif (negative tax) yang justru merupakan pengeluaran negara; atau berkembangnya  fungsi budgetair  perpajakan (sekedar untuk mengisi kas negara), ke fungsi moneter ataupun regulatair (fungsi pengatur). Demikian pula halnya dengan pinjaman pemerintah yang kemudian berfungsi sebagai alat untuk  menyedot sebagian uang yang beredar dalam masyarakat (fungsi moneter) untuk mencegah menurunnya daya beli masyarakat yang berlebihan yang dapat mengancam stabilitas nilai mata uang itu sendiri.
            Secara singkat, bila diperhatikan, berbagai kebijakan keuangan negara telah jauh menyimpang dari tujuan semula. Dalam konsep kaum modernis, keuangan negara diberikan batasan dari sudut teknik yang diterapkan, bukan dari sudut tujuan yang hendak dicapai  walaupun, menurut kenyataan, baik ilmu keuangan negara klasik maupun ilmu keuangan negara modern sama-sama meneliti berbagai cara/ metode yang benar-benar serupa. Hanya saja, yang pertama menganggap bahwa cara tersebut hanya merupakan pola untuk menutup pembiayaan pengeluaran negara; sedangkan yang kedua, sebaliknya, mencurahkan perhatian sepenuhnya pada analisa penerapan cara tersebut dalam pelaksanaan campur tangan pemerintah di bidang ekonomi, sosial, politik, dlsb.
            Campur tangan pemerintah di bidang perekonomian tak pelak  membawa perubahan yang bersifat lebih menyeluruh dan lebih mendasar dalam bidang anggaran negara. Struktur anggaran negara klasik benar-benar harus ditinggalkan. Anggaran negara modern, kini, dikaitkan dengan keseluruhan kegiatan perekonomian nasional. Salah satu konsekuensi yang perlu dicatat dalam hal ini, adalah munculnya badan-badan usaha negara yang secara yuridis tunduk pada hukum perdata. Terhadap badan-badan usaha tersebut pemerintah tidak mungkin secara kaku menerapkan prinsip-prinsip anggaran maupun pola tata pembukuan pemerintah dalam kegiatannya. Dengan demikian, anggaran negara tentunya tidak seperti anggaran yang dikenal kaum klasik, yang hanya sekedar merupakan pencatatan perkiraan penerimaan maupun pengeluaran negara yang disusun secara sederhana.
            Mulai tahun 2005, Pemerintah Pusat telah mengusulkan penyusunan RAPBN dengan menggunakan format baru, yakni anggaran belanja terpadu (unified budget). Ini merupakan reformasi besar-besaran di bidang anggaran negara dengan tujuan agar ada penghematan belanja negara dan memberantas KKN. Selama lebih dari 32 tahun, Pemerintah melaksanakan sistem anggaran yang dikenal dengan “dual budgeting,” dimana anggaran belanja negara dipisahkan antara anggaran belanja rutin dan anggaran pembangunan. Pemisahan anggaran rutin dan anggaran pembangunan tersebut semula dimaksudkan untuk menekankan arti pentingnya pembangunan, namun dalam pelaksanaannya telah menunjukan banyak Permasalahan :
Ø  Duplikasi antara belanja rutin dan belanja pembangunan oleh karena kurang tegasnya pemisahan antara kegiatan operasional organisasi dan proyek, khususnya proyek-proyek non-fisik. Dengan demikian, kinerja sulit diukur karena alokasi dana yang ada tidak mencerminkan kondisi yang sesungguhnya.
Ø  Penggunaan “dual budgeting” mendorong dualisme dalam penyusunan daftar perkiraan mata anggaran keluaran (MAK) karena untuk satu jenis belanja, ada MAK yang diciptakan untuk belanja rutin dan ada MAK lain yang ditetapkan untuk belanja pembangunan.
Ø   Analisis belanja dan biaya program sulit dilakukan karena anggaran belanja rutin tidak dibatasi pada pengeluaran untuk operasional dan belanja anggaran pembangunan tidak dibatasi pada pengeluaran untuk investasi.
Ø  Proyek yang menerima anggaran pembangunan diperlakukan sama dengan satuan kerja, yaitu sebagai entitas akuntansi, walaupun proyek hanya bersifat sementara. Jika proyek sudah selesai atau dihentikan tidak ada kesinambungan dalam pertanggungjawaban terhadap asset dan kewajiban yang dimiliki proyek tersebut. Hal ini selain menimbulkan ketidakefisienan dalam pembiayaan kegiatan pemerintahan, juga menyebabkan ketidakjelasan keterkaitan antara output/outcome yang dicapai dengan penganggaran organisasi.  

C.    Pemecahan Masalah
            Lahirnya keinginan untuk menciptakan kepemerintahan yang baik dan sekaligus pemerintah yang bersih  (good governance and clean government)  dalam pemerintahan negara yang dimotori oleh negara-negara maju, mulai memberi warna dominan dalam segala aspek pengelolaan keuangan negara di dunia. Akuntabilitas, transparansi, pemberdayaan, dan partisipasi masyarakat yang merupakan pilar utama terciptanya good governance and clean government  mampu mendorong terciptanya paradigma baru (new paradigme), baik yang menyentuh aspek yuridico-politis maupun aspek administratif  pengelolaan keuangan negara.
            Dalam aspek yuridico politis, mulai tampak terjadi pergeseran nilai ke arah semakin menguatnya kekuasaan lembaga legislatif dalam penetapan anggaran negara di Indonesia. Tiga tipe dominan hubungan eksekutif-legislatif dalam masalah penetapan anggaran negara.
            Dalam aspek administratif, yang mencakup pengaturan pengelolaan keuangan negara di sisi eksekutif, terlihat pembenahan yang tiada henti. Diawali dari  munculnya gagasan untuk merubah pendekatan dalam sistem penyusunan anggaran agar lebih realistis, efektif, efisien yang berorientasi pada kepentingan masyarakat luas, perkembangan diwujudkan pula pada pelaksanaan anggaran yang cepat, maupun pada pola pertanggungjawaban pemerintah yang akurat. Demikian pula dengan  penyusunan kembali klasifikasi anggaran melalui penataan fungsi departemen pemerintahan, penerapan prinsip freedom to manage kepada departemen teknis dalam pengelolaan anggaran departemennya, pembenahan sistem akuntansi pemerintah, pembenahan sistem pembayaran, maupun sistem pengawasan intern yang memadai, tak dapat disangkal merupakan  bukti nyata komitmen terhadap perkembangan ilmu keuangan negara pada saat ini.[3]
            Selain itu, Suatu negara akan mencari pinjaman apabila negara tersebut dalam membiayai pengeluaran (pembelanjaan) tidak mampu lagi ditutup dengan pendapatan. Banyak faktor yang menyebabkan pembelanjaan lebih besar dari pendapatan, faktor tersebut antara lain, negara dalam keadaan perang sehingga dibutuhkan ekstra pengeluaran yang cukup besar. Di samping itu, masih ada faktor lain, terutama di negara-negara yang berkembang, di mana dalam mengejar ketinggalan negara-negara maju maka dibutuhkan pengeluaran yang luar biasa besarnya terutama untuk membiayai pembangunan dalam bidang ekonomi. Faktor inilah yang menyebabkan pembelanjaan lebih besar dari penerimaan negara sehingga menjadi sebab utama timbulnya utang negara.[4]

D.    Kesimpulan
1.      APBN adalah daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta pada akhirnya ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2.      Mulai tahun 2005, Pemerintah telah mengusulkan penyusunan RAPBN dengan menggunakan format baru, yakni anggaran belanja terpadu (unified budget). Sejalan dengan itu, format dan struktur APBN berubah dari T-Account menjadi I-Account. Format dan struktur I-account yang berlaku saat ini terdiri atas (i) pendapatan negara dan hibah, (ii) belanja negara, dan (iii) pembiayaan.
3.      APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
4.       Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
5.      APBN dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Alokasi dana yang terdapat di dalam APBN digunakan untuk pembangunan. Dengan adanya pembangunan ekonomi akan tercipta pertumbuhan ekonomi.

E.     Rekomendasi
Ø  Bagi para penyelenggara negara sebagai pengelola anggaran negara hendaknya menghindarkan diri dari praktek-praktek KKN karena KKN secara materiil akan sangat merugikan warga masyarakat.
Ø  Pemerintah harus mengaloksikan dana yang lebih besar terhadap pengeluaran langsung, diantaranya untuk sektor industri dan infrastruktur. Soalnya, kedua sektor itu banyak menyerap jumlah tenaga kerja.
Ø  Pemerintah harus melihat perkembangan krisis dunia dan pengaruhnya bagi anggaran Indonesia.
Ø  Jangan berharap akan banyak investasi portofolio di tahun ini selagi krisis global masih membelit









Daftar Pustaka

http://mugnisulaeman.blogspot.com/2013/01/makalah-anggaran-pendapatan-dan-belanja.html
http://www.kppngarut.org/component/content/article/41-keuangan/118-ilmukeuangannegara.html
http://tipsmotivasihidup.blogspot.com/2013/03/anggaran-pendapatan-dan-belanja-negara.html
http://tantitrisetianingsih.blogspot.com/2012/04/anggaran-pengeluaran-dan-belanja-negara.html


[1] http://mugnisulaeman.blogspot.com/2013/01/makalah-anggaran-pendapatan-dan-belanja.html
[2] http://tantitrisetianingsih.blogspot.com/2012/04/anggaran-pengeluaran-dan-belanja-negara.html
[3] http://www.kppngarut.org/component/content/article/41-keuangan/118-ilmukeuangannegara.html
[4] http://tipsmotivasihidup.blogspot.com/2013/03/anggaran-pendapatan-dan-belanja-negara.html

Makalah Perencanaan Wilayah Kabupaten Bandung

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang sering ditemukan permasalahan teknis yang perlu dicarikan upaya pemecahannya. Permasalahan teknis tersebut menjadi semakin nyata, ketika Kabupaten Bandung sebagai Kabupaten yang secara ekonomi berkembang sangat cepat, membutuhkan alokasi kegiatan yang mengarah ke lokasi-lokasi yang dapat memberikan keuntungan tertinggi, sehingga lahan-lahan strategis akan lebih berpeluang mengalami proses perubahan pemanfaatan lahan/ruang. Adapun pemanfaatan lahan/ruang yang tidak sesuai dengan peruntukkannya ini seringkali menimbulkan berbagai persoalan dan konflik antar pihak dengan berbagai kepentingan, dan masyarakat umum seringkali menderita akibat dampak negatif suatu perubahan pemanfaatan lahan/ruang.
Kedudukan lahan/ruang menjadi penting artinya karena merupakan unsur pokok sistem tata ruang. Pentingnya pengaturan lahan/ruang ini dikarenakan sifat dari
penggunahan lahan itu sendiri yang “tidak dapat balik” (irreversible). Penggunaan yang tidak dapat balik tidak memungkinkan untuk mengembalikkannya kepada penggunan semula. Perkotaan-perkotaan, kawasan industri, bendungan, pertambangan, dan lain-lain, adalah sebagian contoh penggunaan yang tidak dapat balik. Meskipun di antaranya mungkin dapat diubah, akan tetapi hal itu akan menyangkut perubahan yang mendasar atau biaya yang terlalu besar. Oleh karenanya, diperlukan sekali pengaturan kegiatan atau penyusunan pedoman penataan lahan.
Persoalan tersebut di atas juga terjadi karena belum tersedianya ketentuan yang lengkap dan rinci yang mengatur kegiatan atau pembangunan pada pemanfaatan ruang tertentu. Oleh karena itu, diperlukan acuan untuk mengarahkan pemanfaatan ruang agar sesuai dengan kaidah perencanaan. Acuan ini diharapkan menjadi aturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan ruang dan prosedur pelaksanaan pembangunan yang dapat berfungsi sebagai instrumen pengendalian pembangunan, berupa pedoman
untuk menyusun rencana yang lebih detail/rinci serta sebagai panduan teknis pengembangan/pemanfaatan lahan. Penyusunan pedoman pemanfaatan ruang ini sekaligus untuk menjamin terpeliharanya kualitas minimum ruang sesuai standar normatif perencanaan.

1.2. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Gambaran Umum Kab. Bandung dan Pemerintahan Kabupaten Bandung?
2.      Bagaimana Mekanisme Perencanaan Kabupaten Bandung?

1.3. Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui Gambaran Umum Kab. Bandung dan Pemerintah Kabupaten Bandung
2.      Memahami Mekanisme Perencanaan di Kabupaten Bandung







BAB II
GAMBARAN UMUM

2.1. Sejarah Kabupaten Bandung

Kabupaten Bandung lahir melalui Piagam Sultan Agung Mataram, yaitu pada tanggal 9 bulan Muharram tahun Alif atau sama dengan hari sabtu tanggal 20 April 1641 Masehi. Bupati pertamanya adalah Tumenggung Wiraangunangun (1641-1681 M). Dari bukti sejarah tersebut ditetapkan bahwa 20 April sebagai Hari Jadi Kabupaten Bandung. Jabatan bupati kemudian digantikan oleh Tumenggung Nyili salah seorang putranya. Namun Nyili tidak lama memegang jabatan tersebut karena mengikuti Sultan Banten. Jabatan bupati kemudian dilanjutkan oleh Tumenggung Ardikusumah, seorang Dalem Tenjolaya (Timbanganten) pada tahun 1681-1704.
Selanjutnya kedudukan Bupati Kabupaten Bandung dari R. Ardikusumah diserahkan kepada putranya R. Ardisuta yang diangkat tahun 1704 setelah Pemerintah Hindia Belanda mengadakan pertemuan dengan para bupati se-Priangan di Cirebon. R. Ardisuta (1704-1747) terkenal dengan nama Tumenggung Anggadiredja I setelah wafat dia sering disebut Dalem Gordah. sebagai penggantinya diangkat putra tertuanya Demang Hatapradja yang bergelar Anggadiredja II (1707-1747).
Pada masa Pemerintahan Anggadiredja III (1763-1794) Kabupaten Bandung disatukan dengan Timbanganten, bahkan pada tahun 1786 dia memasukkan Batulayang ke dalam pemerintahannya. Juga pada masa Pemerintahan Adipati Wiranatakusumah II (1794-1829) inilah ibu kota Kabupaten Bandung dipindahkan dari Karapyak (Dayeuhkolot) ke tepi sungai Cikapundung atau alun-alun Kota Bandung sekarang. Pemindahan ibu kota itu atas dasar perintah dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels tanggal 25 Mei 1810, dengan alasan daerah baru tersebut dinilai akan memberikan prospek yang lebih baik terhadap perkembangan wilayah tersebut.
Setelah kepala pemerintahan dipegang oleh Bupati Wiranatakusumah IV (1846-1874), ibu kota Kabupaten Bandung berkembang pesat dan beliau dikenal sebagai bupati yang progresif. Dialah peletak dasar master plan Kabupaten Bandung, yang disebut Negorij Bandoeng. Tahun 1850 dia mendirikan pendopo Kabupaten Bandung dan Mesjid Agung. Kemudian dia memprakarsai pembangunan Sekolah Raja (Pendidikan Guru) dan mendirikan sekolah untuk para menak (Opleiding School Voor Indische Ambtenaaren). Atas jasa-jasanya dalam membangun Kabupaten Bandung di segala bidang beliau mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Hindia Belanda berupa Bintang Jasa, sehingga masyarakat menjulukinya dengan sebutan Dalem Bintang.
Di masa pemerintahan R. Adipati Kusumahdilaga, rel kereta api mulai dibangun, tepatnya tanggal 17 Mei 1884. Dengan masuknya rel kereta api ini ibu kota Bandung kian ramai. Penghuninya bukan hanya pribumi, bangsa Eropa, dan Cina pun mulai menetap di ibu kota, dampaknya perekonomian Kota Bandung semakin maju. Setelah wafat penggantinya diangkat R.A.A. Martanegara, bupati inipun terkenal sebagai perencana kota yang jempolan. Martanegara juga dianggap mampu menggerakkan rakyatnya untuk berpartisipasi aktif dalam menata wilayah kumuh menjadi permukiman yang nyaman. Pada masa pemerintahan R.A.A. Martanegara (1893-1918) ini atau tepatnya pada tanggal 21 Februari 1906, Kota Bandung sebagai ibu kota Kabupaten Bandung berubah statusnya menjadi Gemente (Kotamadya) R. A. A. Wiranatakoesoema V (Dalem Haji, masa jabatan 1912-1931 dan 1935-1945) sebagai wakil Volksraad di Congres van Prijaji-Bond (Kongres Perhimpunan Priyayi) di Surakarta tahun 1929
Periode selanjutnya Bupati Bandung dijabat oleh Aria Wiranatakusumah V (Dalem Haji) yang menjabat selama 2 periode, pertama tahun 1912-1931 sebagai bupati yang ke-12 dan berikutnya tahun 1935-1945 sebagai bupati yang ke-14. Pada periode tahun 1931-1935 R.T. Sumadipradja menjabat sebagai Bupati ke-13. Selanjutnya bupati ke-15 adalah R.T.E. Suriaputra (1945-1947) dan penggantinya adalah R.T.M. Wiranatakusumah VI alias Aom Male (1948-1956), kemudian diganti oleh R. Apandi Wiriadipura sebagai bupati ke-17 yang dijabatnya hanya 1 tahun (1956-1957).
Bupati berikutnya adalah Letkol. R. Memet Ardiwilaga (1960-1967). Kemudian pada masa transisi (Orde Lama ke Orde Baru) dilanjutkan oleh Kolonel Masturi. Pada masa Pimpinan Kolonel R.H. Lily Sumantri tercatat peristiwa penting yaitu rencana pemindahan ibu kota Kabupaten Bandung yang semula berada di Kotamadya Bandung ke Wilayah Hukum Kabupaten Bandung, yaitu daerah Baleendah. Peletakan batu pertamanya pada tanggal 20 April 1974, yaitu pada saat Hari Jadi Kabupaten Bandung yang ke-333. Rencana pemindahan ibu kota tersebut berlanjut hingga jabatan bupati dipegang oleh Kolonel R. Sani Lupias Abdurachman (1980-1985).
Atas pertimbangan secara fisik geografis, daerah Baleendah tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai ibu kota kabupaten, maka ketika jabatan bupati dipegang oleh Kolonel H.D. Cherman Affendi (1985-1990), ibu kota Kabupaten Bandung pindah ke lokasi baru yaitu Kecamatan Soreang. Di tepi Jalan Raya Soreang, tepatnya di Desa Pamekaran inilah dibangun Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung seluas 24 hektare, dengan menampilkan arsitektur khas gaya Priangan. Pembangunan perkantoran yang belum rampung seluruhnya dilanjutkan oleh bupati berikutnya yaitu Kolonel H.U. Djatipermana, sehingga pembangunan tersebut memerlukan waktu sejak tahun 1990 hingga 1992.
Tanggal 5 Desember 2000, Kolonel H. Obar Sobarna, S.I.P. terpilih oleh DPRD Kabupaten Bandung menjadi Bupati Bandung dengan didampingi oleh Drs. H. Eliyadi Agraraharja sebagai Wakil Bupati. Sejak itu, Soreang betul-betul difungsikan menjadi pusat pemerintahan. Pada tahun 2003 semua aparat daerah, kecuali Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Dinas Kebersihan, Kantor BLKD, dan Kantor Diklat, sudah resmi berkantor di kompleks perkantoran Kabupaten Bandung. Pada periode pemerintahan Obar Sobarna, yang pertama dibangun adalah Stadion Olahraga , yakni Stadion Si Jalak Harupat. Stadion ini merupakan stadion bertaraf internasional yang menjadi kebanggaan masyarakat Kabupaten Bandung. Selain itu, berdasarkan aspirasi masyarakat yang diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, Kota Administratif Cimahi berubah status menjadi kota otonom.
Tanggal 5 Desember 2005, Obar Sobarna menjabat Bupati Bandung untuk kali kedua didampingi oleh H. Yadi Srimulyadi sebagai wakil bupati, melalui proses pemilihan langsung. Di masa pemerintahan yang kedua ini, berdasarkan dinamika masyarakat dan didukung oleh hasil penelitian dan pengkajian dari 5 perguruan tinggi, secara yuridis terbentuklah Kabupaten Bandung Barat bersamaan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat. Ibu kota Kabupaten Bandung Barat terletak di Kecamatan Ngamprah). Bupati Bandung Barat masa jabatan 2008-2013 adalah Abubakar.[1]

2.2. Keadaan Geografis dan Demografis Kabupaten Bandung
2.2.1. Aspek Geografis
Description: F:\Locator_kabupaten_bandung.png
Peta lokasi Kabupaten Bandung
Koordinat: 6°41`-7°19` LS; 107°22`-108°5` BT

Kondisi geografis wilayah Kabupaten Bandung yang terletak pada koordinat 1070 22' - 1080 - 50 Bujur Timur dan 60 41' - 70 19' Lintang Selatan terletak di wilayah dataran tinggi. Luas wilayah keseluruhan Kabupaten Bandung 176.238,67 Ha, sebagian besar wilayah Bandung berada diantara bukit-bukit dan gunung-gunung yang mengelilingi Kabupaten Bandung, seperti disebelah utara terletak Bukittunggul dengan tinggi 2.200 m, Gunung Tangkuban Parahu dengan tinggi 2.076 m yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Purwakarta dan di sebelah selatan terdapat Gunung Patuha dengan tinggi 2.334 m, Gunung Malabar dengan tinggi 2.321 m, serta Gunung Papandayan dengan tinggi 2.262 m dan Gunung Guntur dengan tinggi 2.249 m, keduanya di perbatasan dengan Kabupaten Garut.


Batas wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Bandung adalah :
ü  Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kabupaten Sumedang;
ü  Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut;
ü  Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur;
- Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kota Cimahi.

Dengan Morfologi wilayah pegunungan dengan rata-rata kemiringan lereng antara 0-8 %, 8-15 % hingga di atas 45 %. Kabupaten Bandung beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah hujan rata-rata antara 1.500 mm sampai dengan 4.000 mm per tahun. Suhu udara berkisar antara 120 C sampai 240 C dengan kelembaban antara 78 % pada musim hujan dan 70 % pada musim kemarau.[2]

2.2.2. Aspek Demografis
Dari sisi demografis, jumlah penduduk Kabupaten Bandung lk. 3.215.548 jiwa pada tahun 2010 (Data BPS 2010), terdiri dari laki-laki sebanyak 1.638.623 jiwa (50,96 %) dan perempuan sebanyak 1.576.925 jiwa (49,04 %). Jumlah ini meningkat 1,35 % dibandingkan tahun 2009, di mana pada tahun 2009 jumlah penduduk Kabupaten Bandung mencapai lk 3.172.860 jiwa, terdiri atas : laki-laki 1.590.399 jiwa (50,13 %) dan perempuan 1.582.461 jiwa (49,87 %). Jika dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur pada tahun 2010, jumlah penduduk kelompok umur produktif (15-64 tahun) mencapai 64,89 %, jumlah penduduk kelompok umur muda (0-14 tahun) mencapai 31,17 % dan jumlah penduduk kelompok umur tua (65 tahun ke atas) mencapai 3,94 %. Jumlah penduduk kelompok umur produktif (15-64 tahun) mengalami penurunan sebesar 2,25 %, demikian pula dengan jumlah penduduk kelompok umur tua (65 tahun ke atas) menurun 0,44 %, sedangkan jumlah penduduk kelompok umur muda (0-14 tahun) meningkat 2,69 %.
Dari jumlah penduduk tersebut di atas, terdapat angka beban ketergantungan (dependency ratio) sebesar 54,10 %, ini artinya pada setiap 100 penduduk produktif harus menanggung lk. 54 orang penduduk tidak produktif. Jika dibandingkan dengan tahun 2009, dependency ratio pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 5,15 poin, sedangkan dependency ratio pada tahun 2009 sebesar 48,95 %. Angka Ketergantungan (dependency ratio) diharapkan dapat diturunkan pada tahun-tahun mendatang, dengan meningkatkan Daya saing dan Sumber Daya Manusia Masyarakat Kabupaten Bandung.[3]









2.3. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kabupaten bandung
2.3.1. Struktur Organisasi Pemerintah Kabupaten Bandung
Description: F:\gambar-struktur-organisasi-kabupaten.jpgGambar bagan Struktur Organisasi Perangkat daerah kabupaten Bandung

2.3.2. Tata Kerja Pemerintah Kabupaten Bandung
Tata kerja pemerintah kabupaten Bandung menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Barat Nomor 3 Tahun 2012 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bandung Bab XV Tata Kerja Pasal 75 adalah sebagai berikut :
1.    Setiap pimpinan satuan organisasi dalam melaksanakan tugas pokok baik teknis operasional mupun teknis administratif berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati  melalui Sekretaris daerah dan dalam melaksanakan tugas pokoknya menyelenggarakan hubungan fungsional dengan instansi lain yang berkaitan dengan fungsinya.
2.    Dalam melaksanakan tugasnya setiap pemimpin satuan organisasi wajib menerapkan prinsip-prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi.
3.    Setiap pimpinan satuan organisasi wajib memimpin dan memberikan bimbingan serta petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan.
4.    Pelaksanaan tugas Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Badan yang berada dalam wilayah kerja kecamatan tertentu secara teknis operasional dikoordinasikan oleh camat secara teknis fungsional dikoordinasikan oleh perangkat daerah teknis terkait. 












BAB III
MEKANISME PERENCANAAN KABUPATEN BANDUNG

3.1. Dasar Hukum Perencanaan
3.1.1. Dasar Hukum Perencanaan Pusat
Perencanaan tata ruang wilayah adalah suatu proses yang melibatkan banyak pihak dengan tujuan agar penggunaan ruang itu memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada masyarakat dan terjaminnya kehidupan yang berkesinambungan. Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan tersebut. Landasan penataan ruang di Indonesia adalah Undang-undang Penataan Ruang (UUPR) Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.  Penataan ruang wilayah dilakukan pada tingkat nasional (rencana tata ruang wilayah nasional), tingkat provinsi (rencana tata ruang wilayah provinsi atau disingkat RTRW Provinsi), dan tingkat kabupaten (RTRW kabupaten).
Tujuan penataan ruang adalah mencipatakan hubungan yang serasi antara berbagai kegiatan di berbagai subwilayah agar tercipta hubungan yang harmonis dan searasi. Dengna demikian, hal itu mempercepat proses tercapainya kemakmuran dan terjaminnya kelestaraian lingkunkgan hidup.
Rencana Tata Ruang Wilayah  diatur dalam Undang-undang Nomor  26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang.[4]

3.1.2. Dasar Hukum Perencanaan Provinsi Jawa Barat
Dasar hukum perencanaan tata ruang wilayah provinsi Jawa Barat yaitu Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun  2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.
RTRWP diselenggarakan berdasarkan asas :
a.       Pemanfaatan untuk semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna, dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang, berbudaya, dan berkelanjutan
b.      Kebersamaan, kemitraan, keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan kepentingan umum
c.       Keterbukaan, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat

Penataan ruang wilayah di daerah bertujuan untuk mewujudkan tata ruang wilayah yang efisien, berkelanjutan dan berdaya saing menuju Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia.

Sasaran penataan ruang di daerah adalah :
a.       tercapainya ruang untuk kawasan lindung seluas 45% dari wilayah Jawa Barat dan tersedianya ruang untuk ketahanan pangan
b.      terwujudnya ruang investasi melalui dukungan infrastruktur strategis
c.       terwujudnya ruang untuk kawasan perkotaan dan perdesaan dalam sistem wilayah yang terintegrasi, dan
d.      terlaksananya prinsip mitigasi bencana dalam penataan ruang

3.1.3. Dasar Hukum Perencanaan Kabupaten Bandung

Pedoman Petunjuk Operasional RTRW Kabupaten Bandung disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :

1.      Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 38);
2.      Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Tahun 2007 sampai Tahun 2027;
3.      Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 6 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Bandung (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 29 Seri D);
4.      Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 17 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintah Kabupaten Bandung (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 17);

3.2. Mekanisme Perencanaan di Kabupaten Bandung
3.2.1. Prinsip musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang)
Pada prinsipnya, Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) merupakan sistem yang melibatkan berbagai kelompok kepentingan atas proses pembangunan yang sedang dan akan dilakukan oleh pemerintah.
3.2.2. Tahapan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang)
Untuk memfasilitasi penyelenggaraan Musrenbang Desa/Kelurahan, kecamatan, Forum SKPD dan/atau Gabungan SKPD, hingga Musrenbang Kabupaten, adapun pedoman di dalam pelaksanaannya, dengan penjelasan sebagai berikut :
Tahapan Persiapan :
1.    Penyusunan rancangan awal
Perumusan rancangan awal merupakan awal dari seluruh proses penyusunan rancangan RKPD untuk memberikan panduan kepada seluruh SKPD untuk menyusun rancangan Renja SKPD dan berfungsi sebagai koridor perencanaan pembangunan daerah dalam kurun waktu satu ahun yang disusun menggunakan pendekatan teknokratis dan partisipatif. Perumusan rancangan awal RKPD dilakukan melalui serangkaian kegiatan berikut :
1.      Pengolahan data dan informasi
2.      Analisis gambaran umum kondisi daerah
3.      Analisis ekonomi dan keuangan daerah
4.      Evaluasi kinerja tahun lalu
5.      Penelaahan terhadap kebijakan pemerintah nasional dan provinsi
6.      Penelaahan pokok-pokok pikiran DPRD
7.      Perumusan permasalahan pembangunan daerah
8.      Perumusan rancangan kerangka ekonomi dan Kebijakan Keuangan daerah
9.      Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah beserta pagu indikatif
10.  Perumusan program prioritas beserta pagu indikatif
11.  Pelaksanaan forum konsultasi public, dan
12.  Penyelarasan rencana program prioritas daerah beserta pagu indikatif
2.    Penyusunan jadwal kegiatan musrenbang
Guna memperoleh kepastian dalam pengaturan maupun pengelolaan sumber daya, mengingat kegiatan Musrenbang Daerah Kabupaten merupakan sebuah rangkaian panjang dengan proses yang di dalammnya melibatkan berbagai pihak, maka perlu disusun dan disepakati jadwal kegiatan yang dibuat pertahapan, sejak persiapan, forum SKPD I, Musrenbang Desa/Kelurahan, Kecamatan, Forum SKPD II/Gabungan, hingga Musrenbang Kabupaten.
3.    Bimbingan teknis
Merupakan perbaikan dan penyempurnaan dari pelaksanaan musrenbang sebelumnya, untuk itu perlu upaya penyamaan persepsi dan pemahaman di kecamatan maupun desa/kelurahan agar hasil akhirnya sesuai dengan harapan. Guna memperoleh akselerasi termasuk perlu dilakukan alih pengetahuan dalam bentuk pelatihan, khususnya bagi pihak yang akan berperan sebagai pelaksana musrenbang, baik di tingkat desa/kelurahan maupun kecamatan. Peserta bintek terdiri atas utusan kecamatan sebanyak tiga orang, yaitu Kepala Seksi Pemberdayaan, Kasubag Program serta satu orang dari unsur publik.
4.    Penyiapan administrasi
Guna memperoleh kejelasan pelaksanaan, berbagai hal terkait dengan fasilitasi administrasi perlu dipersiapkan dan dilaksanakan.

3.2.3. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten (MusrenbangKab)
A. Pengertian 
Musrenbang Kabupaten adalah musyawarah pemangku kepentingan (stakeholder) di tingkat Kabupaten untuk memantapkan Rancangan-RKPD Kabupaten berdasarkan Renja-SKPD hasil Musrenbang SKPD, dalam rangka memantapkan keserasian antara Renja-SKPD dengan Rancangan Awal RKPD yang telah disusun oleh Bappeda berdasarkan masukan hasil Musrenbang desa/kelurahan, kecamatan, hingga SKPD.
Hasil Musrenbang Kabupaten adalah prioritas kegiatan yang telah dipilah menurut sumber pendanaan dari APBD II, APBD I, dan APBN selanjutnya menjadi rujukan pada proses penyusunan anggaran tahunan daerah. RKPD adalah Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang diprioritaskan kegiatannya menjadi rujukan utama penyusunan Rancangan Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (RAPBD).

B. Tujuan
Tujuan umum, mendapatkan masukan untuk penyempurnaan rancangan awal RKPD yang memuat prioritas pembangunan daerah, pagu indikatif pendanaan berdasarkan fungsi SKPD, termasuk informasi mengenai rencana kegiatan yang pendanaannya bersumber dari APBD II, APBD I, APBN  dan sumber pendanaan lainnya.

Tujuan khusus :
1.      Mendapatkan masukan terhadap rancangan awal RKPD
2.      Mendapatkan sinkronisasi hasil-hasil Musrenbang desa/kelurahan, kecamatan, dan forum SKPD untuk menjadi prioritas program/kegiatan pembangunan Kabupaten
3.      Memadukan perencanaan dan penganggaran di tingkat Kabupaten;
C. Peserta
Peserta adalah pihak-pihak yang telah mengikuti proses Forum SKPD dan Unsur-unsur lainnya, terdiri dari :
A.    Perwakilan Propinsi
·      Ketua DPRD Propinsi
·      Kepala Bapeda Propinsi
B.     Unsur MUSPIDA Kabupaten
·      Bupati Kabupaten
·       Wakil Bupati Kabupaten
·      Kepala Kejaksaan Negeri
·      Kepala Pengadilan Negeri
·      Dandim  Kabupaten
·      Polres Kabupaten
C.     Unsur DPRD Kabupaten
·      Pimpinan DPRD Kabupaten
·      Ketua-ketua Komisi DPRD (Komisi A, B, C dan D)
·      Panitia Anggaran Legislatif Kabupaten
D.    Unsur Pemerintah
·      Asisten Daerah I
·      Asisten Daerah II
·      Asisten Daerah III
·       Kepala Badan, Dinas, dan Kantor di lingkungan Pemda
·      Para Kepala Kabag  di lingkungan  Pemda
·      Kantor Departemen Agama Kabupaten
·      Kantor Biro Pusat Statistik  (BPS)
·      Para Camat di wilayah Kabupaten
E.     Unsur Masyarakat, Perguruan Tinggi, Perusahaan, Kelompok Profesi, LSM, dll
·      BUMN dan BUMD
·      Komisi Transparansi dan Partisipasi Kabupaten
·      Ketua MUI Kabupaten
·      KNPI Kabupaten
·      Badan Narkotika Daerah (BND)
·      Akademisi/Perguruan Tinggi di Kabupaten
·       Kelompok Nelayan,Tani dan Pengrajin
·      Insan Pers
·      LSM
·      Tokoh masyarakat
F.     Narasumber
·      Kepala Bapeda Provinsi
·      Bupati Kabupaten
·      Ketua DPRD Kabupaten
·      Kepala DPPK  Kabupaten    
·      Kepala Bappeda Kabupaten
G.    Penyelenggara
·      Kepala Bappeda sebagai penanggungjawab
·      Pimpinan pelaksana dan beberapa anggota tim penyelenggara yang berasal dari Bappeda.
D. Peran dan Fungsi Pelaku Kegiatan
ü  Bappeda : 
Pada persiapan Musrenbang Kabupaten
1.      Membentuk tim penyelenggara Musrenbang Kabupaten
2.      Mengkompilasikan prioritas program/kegiatan hasil forum SKPD
3.      Menyusun jadwal dan agenda Musrenbang kabupaten dan mengumumkan secara terbuka 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan Musrenbang Kabupaten
Pada Pelaksanaan
1.      Pemaparan draft RKPD  dan prioritas kegiatan pembangunan serta plafon anggaran
2.      Pemaparan hasil kompilasi prioritas kegiatan pembangunan dari Musrenbang SKPD berikut dengan pendanaannya

ü  DPRD Kabupaten  
1.    Menyampaikan Pokok-pokok pikiran DPRD berdasarkan hasil penyerapan aspirasi masyarakat
2.    Melakukan konfirmasi terhadap perencanaan dan penganggaran
3.    Melakukan pengawasan terhadap perencanaan pembangunan tahunan dikaitkan dengan Renstra/RPJM Daerah dan  kinerja pelaksanaan tahun anggaran
ü  SKPD
Memberikan penjelasan dan komentar tentang program serta kegiatan perencanaan pada Musrenbang Kabupaten sesuai dengan masing-masing rencana kerja SKPD (bila dibutuhkan).
ü  Peserta Lainnya
Memberikan masukan/pendapat/saran (bila dibutuhkan)

E. Mekanisme Pelaksanaan
1. Materi yang perlu disiapkan
a)      Dokumen Renstrada/RPJMD kabupaten
b)      Rancangan Awal RKPD
c)      Dokumen program/kegiatan yang sedang berjalan dan program/kegiatan yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya
d)     Dokumem Rencana Kerja  (Renja) SKPD yang sudah ditetapkan pada saat forum SKPD yang kegiatannya sudah dipilah berdasarkan sumber pendanaan dari APBD Kabupaten, APBD Propinsi dan APBN.
2.   Tahap Pelaksanaan  
2.1 Pleno Awal (pembukaan)
a)      Pendaftaran peserta pada hari pelaksanaan Musrenbang Kabupaten
b)      Sambutan Kepala Bapeda Kabupaten tentang laporan penyelenggaraan Musrenbang Kabupaten
c)      Sambutan dari Provinsi
Penyampaian Pokok-pokok pikiran prioritas pembangunan Propinsi dan bantuan keuangan Propinsi oleh Bappeda Provinsi  Sambutan dan pembukaan oleh Bupati Kabupaten
d)     Penyampaian rancangan awal RKPD oleh Bapeda
e)      Pembagian kelompok diskusi perbidang :
Kelompok satu : Bidang Sosial Budaya meliputi : Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, RSUD, BKBPP, Dinsosdukcasip, Disnaker, Dispopar, BAPPEDA, DPPK, BKPP, BAPAPSI, BPMPD, BPBD, Sekretaris Daerah, Sekretaris Dewan, Inspektorat, Kesbangpolinmas, Satpol PP, Kecamatan dan Kelurahan
Kelompok dua : Bidang Ekonomi meliputi :  Diskoperindag, Distanbunhut, Disnakan, BKP3, BPMP, Bagian Perekonomian, Pariwisata, Ketengalistrikan. 
Kelompok tiga : Bidang Fisik meliputi : Dinas Bina Marga, Dispertasih, Dishub dan BPLH. 
2.2  Diskusi Kelompok
Pemaparan Rancangan Renja setiap SKPD oleh Kepala SKPD yang meliputi :
1.    Isue-isue strategis SKPD yang berasal dari Renstrada/RPJM Kabupaten dan Renstra SKPD
2.    Tujuan, indikator pencapaian dan prioritas kegiatan pembangunan yang akan dimuat dalam Renja SKPD
3.    Penyampaian perkiraan kemampuan pendanaan terutama dana yang berasal dari APBD Kabupaten, APBD Propinsi, APBN maupun sumber pendanaan lainnya.
Verifikasi Rancangan Renja SKPD oleh peserta :
1.    Menetapkan DSP Pembangunan dari setiap SKPD untuk menjadi DSP Kabupaten
2.    Penyepakatan hasil-hasil Musrenbang Kabupaten
3.    Penandatanganan Berita Acara Penetapan (BAP) DSP pembangunan setiap SKPD.
2.3. Pleno Akhir
1.    Membahas pemutakhiran rancangan RKPD kabupaten
2.    Penyepakatan hasil musrenbang kabupaten
3.    Penutupan oleh Kepala Bapeda 



    
FKeluaran atau Out put  Musrenbang Kabupaten
Musrenbang kabupaten menghasilkan dokumen :
1.    Bahan masukan terhadap RKPD
2.    Daftar prioritas kegiatan yang sudah dipilah berdasarkan sumber pembiayaannya dari APBD II, APBD I, APBN dan pendanaan lainnya.
G. Pendanaan
     Musrenbang Kabupaten dilaksanakan dengan didanai oleh APBD Kabupaten.

3.3. Aplikasi Perencanaan di Kabupaten Bandung
3.3.1. Pelaksanaan Pembangunan
ü  Bangunan dan Karakteristiknya
Bangunan Konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan sebagai wadah kegiatan manusia.
Bangunan utama (Building, Main) Bangunan yang merupakan tempat berlangsungnya kegiatan utama/pokok.
Bangunan Sementara (Building, Temporary) Bangunan sementara yang digunakan sebagai tempat penyimpanan material konstruksi dan peralatan insidental, serta perlengkapan pembangunan utilitas di dalam tapak atau fasilitas masyarakat lainnya. Atau bangunan yang digunakan sementara waktu dalam proses penjualan properti di bagian yang sedang dalam pembangunan.
Amplop Bangunan Batas maksimum ruang yang diizinkan untuk dibangun pada suatu tapak atau persil, yang dibatasi oleh garis-garis sempadan bangunan muka, samping dan belakang, serta bukaan langit (sky eksposure).
Lantai Dasar (tapak bangunan) Lantai bangunan yang menempel pada permukaan tanah.
Podium Bagian bangunan yang memiliki posisi sebagai mimbar, biasanya terletak di bawah bangunan menara. Menara Bagian dari struktur bangunan yang tinggi, dan memiliki bentuk yang berbeda dengan bagian bangunan di bawahnya.
Ketinggian Bangunan Jumlah lantai penuh suatu bangunan dihitung mulai dari lantai dasar sampai lantai tertinggi. Kepejalan (Bulk) Bangunan Keadaan kepadatan dan bentuk suatu masa bangunan.
Tata Massa Bangunan Bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu persil/tapak yang dikuasai.
Kepadatan Bangunan Jumlah bangunan per luas area (ha). Bangunan Deret Bangunan dalam suatu perpetakan/persil yang sisi-sisinya tidak mempunyai jarak bebas samping, dan dinding-dindingnya digunakan bersama.
Bangunan Tunggal/ Renggang Bangunan daiam suatu perpetakan/persil yang sisi-sisinya mempunyai jarak bebas dengan bangunan-bangunan dan batas perpetakan sekitarnya.
Bukaan Langit (Sky exposure) Ruang bukaan ke arah langit untuk membatasi ketinggian bangunan, dihitung dari as jalan ke arah persil atau tapak dengan sudut yang ditentukan.
Garis langit (skyline) Garis yang terbentuk dari ketinggian bangunan-bangunan pada suatu wilayah terbangun.
Garis Sempadan Bangunan Garis maya pada persil atau tapak sebagai batas minimum diperkenankannya didirikan bangunan, dihitung dari garis sempadan jalan atau garis sempadan pagar atau batas persil atau tapak.
Garis Sempadan Jalan Garis rencana jalan yang ditetapkan dalam rencana Kabupaten.
Garis Sempadan Pagar Garis tempat berdirinya pagar pada batas persil yang dikuasai. Jarak Bebas Jarak minimum yang diperkenankan dari bidang terluar bangunan yang bersebelahan atau saling membelakangi.

ü  Pengaturan Bangunan
Penataan Bangunan Pedoman yang mengatur besaran petak lahan, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, ketinggian bangunan, ruang luar bangunan, koefisien dasar hijau, orientasi bangunan, serta ketentuan teknis bangunan.
Building Code Pengaturan pendirian bangunan, konstruksi, perluasan, perubahan/modifikasi, perbaikan, pelepasan, pemindahan, penghancuran, konversi, pengisian, penggunaan, kelengkapan bangunan, ketinggian, area dan pemeliharaan semua bangunan atau struktur bangunan.
Intensitas Pemanfaatan Ruang Besaran pembangunan yang diperbolehkan untuk fungsi tertentu berdasarkan pengaturan koefisien lantai bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien dasar hijau, kepadatan penduduk, dan/atau kepadatan bangunan tiap persil, tapak, blok peruntukan, atau kawasan Kabupaten sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan Kabupaten.
KDB (Koefisien Dasar Bangunan} Angka prosentase berdasarkan perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap luas lahan perpetakan/persil yang dikuasai.
KLB (Koefisien Lantai Bangunan) Angka perbandingan yang dihitung dari jumlah luas lantai seluruh bangunan terhadap luas lahan perpetakan/persil yang dikuasai.
KDH (Koefisien Dasar Hijau) Angka presentase berdasarkan perbandingan antara luas lahan terbuka untuk penanaman tanaman dan atau peresapan terhadap luas persil yang dikuasai
KTB (Koefisien Tapak Besmen) Angka presentase luas tapak bangunan yang dihitung dari proyeksi dinding terluar bangunan di bawah permukaan tanah terhadap luas perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai.
KWT (Koefisien Wilayah Terbangun) Angka presentase luas kawasan atau blok peruntukan yang terbangun terhadap luas kawasan atau luas blok peruntukan seluruhnya di dalam suatu kawasan atau blok peruntukan yang direncanakan. Kedalaman Persil Jarak dari ujung terluar persil yang menghadap jalan ke ujung terjauh persil tersebut yang membentuk garis lurus dan bukan garis diagonal.
Pengaturan Pemunduran dan Muka Bangunan (setbacks dan facade) Keadaan untuk mengatur posisi bangunan terhadap garis sempadan jalan (streetline)
Pengaturan Bangunan terhadap Cahaya, Matahari dan Angin Pengaturan bangunan terhadap cahaya matahari dan arah angin bertiup yang melintasi ruang-ruang kawasan.

ü  Pembangunan dan Penataan Ruang
Ruang Wadah kehidupan yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Tata ruang Wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang wilayah yang mencakup kawasan lindung dan budidaya, baik direncanakan maupun tidak, yang menunjukkan hierarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang
Penataan Ruang Proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan (rencana tata) ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Variansi Penataan Ruang Kelonggaran/keluwesan yang diberikan untuk tidak mengikuti aturan zonasi yang ditetapkan pada suatu persil tanpa mengubah secara signifikan dari peraturan zonasi yang ditetapkan Rencana Tata Ruang
Hasil perencanaan tata ruang. RTRW Nasional Rencana tata ruang dalam wilayah administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara. Rencana tata ruang ini mempunyai tingkat kedalaman setara dengan tingkat ketelitian peta minimal pada skala 1:1.000.000 dan berjangka waktu perencanaan 25 tahun.
RTRW Kabupaten Rencana tata ruang administratif Kota/Kabupaten yang merupakan penjabaran dari RTRW Propinsi yang meliputi; tujuan pemanfaatan ruang, rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang, rencana umum tata ruang Kota/Kabupaten dan pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota/Kabupaten. RTRW ini disajikan dengan tingkat kedalaman setara dengan tingkat ketelitian peta pada skala 1:50.000 sampai dengan 1:10.000, berjangka waktu perencanaan 20 tahun.
RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) Produk rencana tata ruang kawasan dan/atau bagian wilayah Kabupaten yang merupakan penjabaran lebih rinci dari RTRW
Kabupaten ke dalam rencana struktur dan alokasi penggunaan ruang sampai kepada blok peruntukan pada tingkat kedalaman/ketelitian peta sekecil-kecilnya setara dengan skala 1:25.000 pada wilayah Kabupaten
RTRK (Rencana Teknik Ruang Kawasan) Produk perencanaan tata ruang pada tingkat paling rendah dengan tingkat kedalaman setara dengan peta skala 1:5000 s/d 1:1.000 yang menunjukan bentuk pengaturan letak komponen-komponen ruang suatu kawasan pada blok tertentu.
RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) Produk rencana tata ruang yang berisi pengaturan tata bangunan dan lingkungan dalam bentuk 3 dimensi dengan tingkat kedalaman peta sekecil-kecilnya skala 1:1000 sebagai tahapan lanjut terhadap rencana detail tata ruang.
Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan, dan prosedur pelaksanaan pembangunan. Rangkaian kegiatan pelaksanaan pembangunan yang Pemanfaatan Ruang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan dalam RTRW.
Perubahan Pemanfaatan Ruang Pemanfaatan ruang yang berbeda dari penggunaan lahan dalam RTRW dan peraturannya, yang ditetapkan dalam Peraturan Zonasi dan Peta Zonasi. Pemanfaatan Ruang Pelengkap Pengendalian pemanfaatan ruang Penggunaan lahan atau bangunan, atau sebagian dari padanya, yang biasanya berhubungan dan/atau bergantung kepada suatu penggunaan utama lahan atau bangunan yang berada pada persil atau perpetakan yang sama.
Kegiatan yang berkaitan dengan mekanisme perizinan, pengawasan dan penertiban agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Pembangunan Pengendalian, Pembangunan Pelaksanaan operasi teknik bangunan, rekayasa bangunan, pertambangan dan operasi lainnya, di dalam, pada, di atas atau di bawah lahan, atau pembuatan setiap perubahan penting dalam penggunaan lahan, pemanfaatan bangunan dan pemanfaatan ruang lainnya.
Usaha mengatur kegiatan pembangunan. Perizinan Izin pemanfaatan ruang. Upaya mengatur kegiatan-kegiatan yang memiliki peluang melanggar ketentuan perencanaan dan pembangunan serta menimbulkan gangguan bagi kepentingan umum. Izin yang berkaitan dengan lokasi, kualitas ruang, penggunaan ruang, intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan teknis tata bangunan dan kelengkapan prasarana yang sesuai dengan peraturan perundangundangan, hukum adat dan kebiasaan yang berlaku.
Perangkat insentif Perangkat Disentif Pengaturan yang bertujuan memberikan rangsangan terhadap kegiatan seiring dengan penataan ruang. Pengaturan yang bertujuan membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan penataan ruang.
Guna Lahan Fungsi dominan dengan ketentuan khusus yang ditetapkan pada suatu kawasan, blok peruntukan, dan/atau persil. Prasarana kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Kepadatan penduduk Jumlah penduduk per luas area (ha)/km2. Peran masyarakat Berbagai kegiatan orang seorang, kelompok orang atau badan hukum yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri ditengah masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.

ü  Terminologi Peraturan Zonasi
Daftar Kegiatan Zonasi Suatu daftar yang berisi rincian kegiatan yang ada, mungkin ada, atau prospektif dikembangkan pada fungsi suatu zona yang ditetapkan.
Klasifikasi zonasi Pembagian lingkungan Kabupaten ke dalam zona-zona dan menetapkan pengendalian pemanfaatan ruang/memberlakukan ketentuan hukum yang berbeda-beda (Barnett, 1982: 60-61; So, 1979:251).
Jenis dan hirarki zona yang disusun berdasarkan kajian teoritis, kajian perbandingan, maupun kajian empirik untuk digunakan di daerah yang disusun Peraturan Zonasinya.
Klasifikasi zonasi merupakan perampatan (generalisasi) dari kegiatan atau penggunaan lahan yang mempunyai karakter dan/atau dampak yang sejenis atau yang relatif sama.
Aturan Teknis Zonasi Aturan pada suatu zonasi yang berisi ketentuan pemanfaatan ruang (kegiatan atau penggunaan lahan, intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata massa bangunan, ketentuan prasarana minimum yan harus disediakan, aturan lain yang dianggap penting, dan aturan khusus) untuk kegiatan tertentu.
Teknik pengaturan zonasi Berbagai varian dari zoning konvensional yang dikembangkan untuk memberikan keluwesan penerapan aturan zonasi.
Variansi pemanfaatan ruang Kelonggaran/keluwesan yang diberikan untuk tidak mengikuti aturan zonasi yang ditetapkan pada suatu persil tanpa perubahan berarti (signifikan) dari peraturan zonasi yang ditetapkan. Aturan Kegiatan dan Penggunaan Lahan Aturan yang berisi kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan bersyarat, diperbolehkan terbatas atau dilarang pada suatu zona.
Peraturan preskriptif Peraturan yang memberikan ketentuan-ketentuan yang dibuat sangat ketat, rinci dan terukur sehingga mudah dan jelas untuk diterapkan serta kecil kemungkinan terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaannya.
Peraturan Kinerja Peraturan yang menyediakan berbagai ukuran serta kriteria kinerja dalam memberikan panduannya, didasarkan pada kriteria/batasan tertentu sehingga perencana lebih bebas berkreasi dan berinovasi.
Standar preskriptif Standar yang memberikan ketentuan-ketentuan yang dibuat sangat ketat, rinci dan terukur sehingga mudah dan jelas untuk diterapkan serta kecil kemungkinan terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaannya.
Standar kuantitatif Standar yang menunjukkan aturan secara pasti, meliputi ukuran maksimum atau minimum yang diperlukan, biasanya mengacu pada kebutuhan minimum dan dapat diperjelas dengan standar desain.
Standar kinerja Standar yang dirancang untuk menghasilkan solusi rancangan yang tidak mengatur langkah penyelesaian secara spesifik (Listokin 1995).
Standar subyektif Standar yang menggunakan ukuran subyektif/deskriptif sebagai ukuran kinerjanya.
Standar kualitatif Standar yang menetapkan ukuran kinerja dari suatu kegiatan dengan menggunakan ukuran maksimum atau minimum. Commercial, Heavy Suatu zona atau kegiatan yang menggunakan lahan penjualan terbuka, di luar penyimpanan peralatan atau di luar aktivitas yang menimbulkan kebisingan atau dampak lain yang tidak sesuai dengan intensitas penggunaan minimal. Jenis usaha di bidang ini antara lain penggergajian kayu, pelayanan konstruksi, penyediaan peralatan berat atau kontraktor bangunan.
Commercial Light Suatu zona atau kegiatan yang terdiri dari penjualan besar dan/atau ritel, penggunaan kantor, atau pelayanan, yang tidak menimbulkan kebisingan atau dampak lain yang tidak sesuai dengan intensitas penggunaan minimal. Jenis usaha di bidang ini antara lain toko eceran (ritel), perkantoran, pelayanan catering atau restauran.
Commercial Center Community, Suatu pengembangan kawasan komersial yang terencana secara lengkap untuk penjualan merchandise dan/atau barang-barang pelengkap, serta pelayanannya. Suatu pusat komersial komunitas harus menyediakan toko-toko kecil, supermarket dll.
Commercial Center Neighborhood, Suatu pengembangan kawasan komersial yang terencana secara lengkap untuk penjualan merchandise dan/atau barang-barang pelengkap, serta pelayanannya. Suatu pusat komersial lingkungan harus menyediakan toko kecil, dengan supermarket sebagai komponen utamanya.
Commercial Center Convenience, Suatu pengembangan kawasan komersial yang terencana secara lengkap untuk penjualan merchandise dan/atau barang-barang pelengkap, serta pelayanannya. Suatu pusat komersial convenience harus menyediakan cluster kecil untuk toko-toko kelontong dan pelayanannya
Commercial Center regional, Suatu pengembangan kawasan komersial yang terencana secara lengkap untuk penjualan merchandise dan/atau barang-barang pelengkap, serta pelayanannya. Suatu pusat komersial regional harus menyediakan penjualan merchandise, pakaian, furnitur, perabot rumah, dan penjualan ritel serta pelayanannya, secara lengkap dan bervariasi.
Commercial Retail Sales and Services Penetapan yang melibatkan penjualan barang-barang ritel dan aksesoris, serta kegiatan pelayanannya. Kegiatan dalam definisi ini mencakup semua yang melakukan penjualan dan penyimpanan secara keseluruhan. (dengan suatu perkecualian kegiatan promosi outdoor secara occasional); kegiatan yang mengkhususkan dalam penjualan merchandise dan barang-barang kelontong.
Conditional Use Penggunaan lahan atau kegiatan yang sesuai dengan penggunaan lingkungan sekitarnya, melalui aplikasi dan perawatan kondisi yang memenuhi syarat.
Nonconforming Sign, Suatu ruang area atau dimensi lain yang tidak sesuai dengan peraturan ketika suatu kode/aturan tersebut berlaku.
Nonconforming Structure Suatu tanda atau struktur tanda atau bagian daripadanya yang telah ada dan sesuai aturan ketika aturan tersebut berlaku, di mana saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan aturan tersebut.
Nonconforming Use Izin yang diberikan untuk melanjutkan penggunaan lahan, bangunan atau struktur yang telah ada pada waktu peraturan zonasi ditetapkan dan tidak sesuai dengan peraturan zonasi.
Minor Variance izin untuk bebas dari aturan standar sebagai upaya untuk menghilangkan kesulitan yang tidak perlu akibat kondisi fisik lahan (luas, bentuk persil}.
Interim Development izin pembangunan yang diberikan untuk melaksanakan pembangunan sebagai bagian/tahapan dari pembangunan secara keseluruhan, misalnya perataan lahan (grading), pematangan lahan (konstruksi jalan, saluran drainase,dll).
Interim Temporary Use izin penggunaan lahan sementara yang diberikan untuk jangka waktu tertentu sebelum pemanfaatan ruang final direalisasikan.
Planned Unit Development (PUD). Suatu pengembangan kawasan residensial dan komersial yang mengacu kepada rencana desain total, di mana salah satu atau lebih dari zonasi atau subdivisi peraturan, selain peraturan penggunaan, bersifat fleksibel, sehingga diperbolehkan untuk memvariasi sesuai dengan fleksibilitas dan kreativitas dalam hal desain bangunan dan lokasi, dalam persetujuan dengan ketentuan umum
Plot Plan Spot Zoning, Suatu plot dari suatu bidang ruang/lahan, digambarkan dalam skala, yang menunjukkan pengukuran aktual, meliputi ukuran dan lokasi dari semua bangunan atau bangunan yang didirikan, lokasi lahan, hubungannya dengan pembatasan jalan, dan informasi sejenis lainnya.
Zoning-zoning kecil yang berlawanan dengan zoning yang telah ditentukan atau penyimpangan dari rencana komprehensif (Master Plan), khususnya untuk setiap persil lahan yang mendapat perlakuan khusus atau memiliki hak istimewa yang tidak sesuai dengan kiasifikasi penggunaan lahan di sekitarnya tanpa suatu penilaian keadaan sekitarnya.
Up-Zoning Down-Zoning Rezoning Perubahan kode zonasi ke hirarki yang lebih tinggi, atau ke tingkat yang lebih makro dari yang ditetapkan dalam peta/peraturan zonasi (misalnya dari perdagangan ke komersial/bisnis). Perubahan kategori penggunaan lahan ke tingkat yang lebih mikro (misalnya dari komersial ke jasa hiburan) dari yang ditetapkan dalam peta/peraturan zonasi. Perubahan peta zoning yang mengubah keseluruhan peruntukan/zonasi satu blok atau subblok dari zonasi yang kurang intensif menjadi penggunaan yang lebih intensif (Mandelker, 1993).

ü  Lain-lain
Prinsip Perancangan Arahan penataan yang mengikat berbagai komponen perancangan yang ada dalam kawasan perancangan;
Suatu kebenaran yang digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan dan mewujudkan rancangan yang baik. (W.H. Mayall: 1979);
Gambaran suatu konsepsi atau gagasan yang mencakup setiap aspek perancangan. ( K.W. Smithies : 1982);
Pokok-pokok ketentuan berupa pedoman-pedoman perancangan yang didasarkan pada pertimbangan aspek-aspek normatif, sehingga dapat diterapkan secara generik dimanapun (Shirvani: 1985).
Standar Syarat Suatu spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak terkait, dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan, perkembangan IPTEK, pengalaman, perkembangan masa kini dan mendatang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Persyaratan teknis, administratif maupun legal/hukum yang ditentukan sebagai pelengkap diprosesnya suatu permohonan pembangunan. Dasar Pertimbangan Ketentuan dan norma yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dalam pengambilan suatu kebijakan tertentu.
SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) Saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara bertegangan di atas 245 kV sesuai dengan standar ketenagalistrikan.
SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi) Saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara bertegangan di atas 35kV sampai dengan 245 kV sesuai dengan standar ketenagalistrikan.
Benda Cagar Budaya Situs Benda atau buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurangkurangnya 50 tahun serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya. kriteria Ukuran, prinsip atau standar yang dapat digunakan untuk menilai sesuatu atau mengambil keputusan.

ü  Tujuan Peraturan Zonasi
Tujuan yang diharapkan dengan adanya peraturan zonasi ini adalah sebagai
Berikut :
a.       Mengatur kepadatan penduduk dan intensitas kegiatan, mengatur keseimbangan, keserasian peruntukan lahan dan menentukan tindak atas suatu satuan ruang.
b.      Melindungi kesehatan, keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
c.       Mencegah kesemrawutan, menyediakan pelayanan umum yang memadai, meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
d.      Meminimumkan dampak pembangunan yang merugikan.
e.       Memudahkan pengambilan keputusan secara tidak memihak dan berhasil guna serta mendukung partisipasi masyarakat.

ü  Fungsi Peraturan Zonasi
Fungsi dari adanya Peraturan zonasi ini adalah sebagai berikut :
a.       Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional.Peraturan Zonasi dapat menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional, karena memuat ketentuan-ketentuan tentang perjabaran rencana yang berisifat makro ke dalam rencana yang bersifat intermediate sampai kepada rencana yang bersifat rinci.
b.      Sebagai panduan teknis pengembangan lahan.
c.       Ketentuan-ketentuan teknis yang menjadi kandungan Peraturan Zonasi, seperti ketentuan tentang penggunaan rinci, batasan-batasan pengembangan persil dan ketentuan-ketentuan lainnya menjadi dasar dalam pengembangan dan pemanfaatan lahan.
d.      Sebagai instrumen pengendalian pembangunan
e.       Peraturan Zonasi yang lengkap akan memuat ketentuan tentang prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara pengawasannya. Ketentuan-ketentuan yang ada karena dikemas dalam aturan penyusunan perundang-undangan yang baku dapat dijadikan landasan dalam penegakan hukum.

Pertimbangan Penyusunan dan Perumusan Petunjuk Operasional RTRW
ü  Aturan Pola Ruang dalam Pembangunan Wilayah/Kawasan
Pedoman penyusunan rencana tata ruang kawasan yang terdapat di Indonesia membedakan jenis rencana tata ruang ke dalam :
a.       Rencana Tata Ruang Wilayah;
b.      Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan dan perdesaan serta RDTR kawasan strategis; dan
c.       Rencana Teknik Ruang Kawasan Perkotaan/Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Kendala yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bandung dengan adanya rencana tata ruang wilayah secara berjenjang adalah keterbatasan kemampuan di dalam menyusun semua jenjang rencana serta tidak fleksibelnya rencana tata ruang di dalam menghadapi perkembangan yang terjadi; termasuk pula di dalam menjembatani rencana-rencana tata ruang tersebut ke dalam langkah operasional pelaksanaan pembangunan. Untuk itu diperlukan program tindak pelaksanaan dan pengendaliannya agar sesuai dengan rencana tata ruang.
Aturan Pola Ruang ini juga dapat berperan dalam evaluasi perijinan yang ada agar dapat menyelaraskannya dengan rencana tata ruang. Di dalam kenyataannya, aspek pelaksanaan dan pengendalian pembangunan wilayah memerlukan pengaturan teknis yang dapat dipenuhi melalui Aturan Pola Ruang.
Dengan demikian, fungsi Aturan Pola Ruang di dalam pembangunan wilayah adalah :
a.       Sebagai instrumen pengendali pembangunan (pemberian ijin);
b.      Sebagai pedoman penyusunan rencana tindak operasional (pemanfaatan ruang);
c.       Sebagai panduan teknis pengembangan lahan.
Keterkaitan penataan ruang baik pada tingkat nasional, provinsi dan Kabupaten/Kota secara fungsi dan administrasi dapat dilihat pada gambar

3.3.2. Dampak-dampak  Dari Tinjauan Menurut Pengamatan
Kegiatan pembangunan daerah Kabupaten Bandung masih diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang tujuannya meningkatkan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertimbangan tersebut didasarkan pada arah kebijakan nasional, Propinsi Jawa Barat, dan kesepakatan antara Gubernur-Bupati. Namun pada kenyataannya implemetasi dari program-prgram yang dilaksanakan masih jauh dari tujuan tersebut, bahkan terkesan munculnya ego-sektoral satuan kerja, sehingga integritas, nilai-nilai akuntabilitas publik, efisiensi, dan efektifitas kinerja birokrasi jauh dari tuntutan peraturan perundang-undangan.
Permasalahan ini bisa diakibatkan oleh ketidak padudayaan (sinergis) antara rencana program pembangunan dengan implemtasi dan target pencapaian; lemahnya pengaturan dan pengelolaan dalam penggunaan anggaran; lemahnya manajemen perencanaan, manajemen operasional dan manajemen proyek; lemahnya keterpaduan rekaya teknis dengan rekayasa sosial; lemahnya monitoring dan evaluasi kegiatan dari lembaga pengawasan (termasuk legislatif); serta lemahnya keberpihakan (komitmen) Pemerintah Daerah dan Swasta pada masyarakat dan kemajuan Kabupaten Bandung Barat.
Permasalahan sekaligus tantangan yang harus segera dijawab oleh seluruh komponen masyarakat dan Pemerintahan Kabupaten Bandung seperti tersebut di bawah ini :
1.    Dibutuhkan kesungguhan dan langkah-langkah strategis dalam upaya peningkatan produktivitas komoditas unggulan daerah di sektor pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan sebagai potensi pendukung ketahanan pangan
2.    Guna peningkatan PAD dan ekonomi masyarakat, dibutuhkan Revitalisasi agribisnis, agroindustri, dan pariwisata serta menempatkannya sebagi core bussiness unggulan
3.    Perlu segera ditangani secara komprehensif permasalahan pengaturan, pengelolaan, pemeliharaan dan pengembangan infrastruktur wilayah perkotaan dan perdesaan
4.    Perlu langkah-langkah konkret dan positif bagi peningkatan sumberdaya manusia melalui peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi
5.    Menjadikan skala prioritas utama bagi pelaksanaan reformasi birokrasi, peningkatan kinerja aparatur dan penataan organisasi
6.    Dibutuhkan program yang komprehensif, saling terkait, dan berkesinambungan dalam upaya-upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan kapasitas pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa
7.    Segera dilaksanakan peningkatan pengendalian dan pemulihan kualitas lingkungan hidup melalui rakayasa sosial, politik, dan rekayasa teknis guna pelestarian kawasan lindung dan konservasi, serta pengurangan polusi lingkungan hidup










BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukannya. Upaya pembangunan yang terencana dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan yang dilakukan. Lebih jauh lagi berarti perencanaan yang tepat sesuai dengan kondisi di suatu wilayah menjadi syarat mutlak dilakukannya usaha pembangunan.
Oleh karena itu kegiatan perencanaan wilayah harus melibatkan banyak kalangan masyarakat, para tokoh–tokoh masyarakat untuk ikut serta pada saat proses penyusunan yaitu melalui Musrenbang sehingga berbagai keinginan yang terdapat dalam masyarakat baik mengenai sasaran yang ingin dicapai maupun transparansi proses dalam penyusunan rencana tersebut.
4.2. Saran
a.    Pada saat melakukan perencanaan wilayah memerlukan koordinasi dari semua unsur yang terlibat dalam rangka menghasilkan sebuah program dan kegiatan yang holistik dan komprehensif.
b.     Selain itu perencanaan wilayah harus mampu menentukan prioritas program dan kegiatan berdasarkan fakta dan data dari potensi daerahnya, serta harus mempunyai sumberdaya yang mempunyai kemampuan yang baik secara interdisipliner, sehingga koordinasi sekali lagi sangat diperlukan dalam pembuatan sebuah perencanaan pembangunan yang terintegrasi, tersinkronisasi, dan menyeluruh.
c.    Peningkatan kapasitas dan pengetahuan masyarakat di dalam penyusunan perencanaan pembangunan sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan.
Daftar Pustaka

RKPD Kabupaten Bandung Tahun 2012
Robinson Tarigan. 2010. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta : Bumi Aksara.






[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bandung
[2] http://www.bandungkab.go.id/arsip/2359/aspek-geografi

[3] RKPD Kabupaten Bandung Tahun 2012
[4] Robinson Tarigan. 2010. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta : Bumi Aksara. Hlm : 58