A.
Latar
Belakang
Anggaran pendapatan dan belanja Negara
(APBN ), bila kita simak secara seksama bukanlah sekedar instrument untuk
mencapai stabilitasi suatu pemerintahan dalam jangka waktu yang relatif pendek
namun pada esensinya sebuah APBN sebagaimana fungsinya yakni ,
1. Sebagai
mobilisasi dana investasi yang merupakan instrument untuk mengatur pengeluaran
dan pendapatan Negara dalam rangka menbiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan
berupa pembangunan.
2. Mencapai
pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan pendapatan
nasional.
3. Mencapai
stabilitas perekonomian dan menentukanarah serta prioritas pembangunan secara
umum.
4. Dalam
konteks yang lebih spesifik anggaran suatu Negara secara sederhana biasa pula
kita ibaratkan dengan anggaran rumah tangga ataupun anggaran perusahaan yang
memiliki 2(dua) sisi, yakni:
a. Sisi
penerimaan/pemasukan dan pengeluaran/pemakaian.
b. Penyusunan
anggaran senantiasa dihadapkan padaketidakpastian antara kedua sisi tersebut,
misalnya : sisi penerimaan anggaran rumah tangga akan sangat tergantung pada
ada/tidaknya perubahan upah/gaji.
Demikian pula sisi pengeluaran anggaran
rumah tangga banyak dipengaruhi perubahan harga barang dan jasa yang di
konsumsi. Jadi, anggaran pendapatandan
belanja Negara dalam suatu pemerintahan merupakan salah satu structural yang
berperan sebagai tulang punggung dalam menopang kehidupan Negara baik itu dalam
hal kemakmuran, kesejahteraan, bahkan berlangsungnya perkembangan suatu Negara
untuk mencapai sebuah kemajuan.
Jangankan sebuah Negara, sebagaimana
yang kita singgung diatas sebuah rumah tangga saja harus dianggarkan berapa
pengeluaran dan berapa pulapemasukannya.
Mungkin tidak terlalu jadi masalah
manakala disuatu Negara pengeluaran lebih sedikit dari pendapatannya tapi akan
jadi masalah yang cukup besar apabila pengeluaran jauh lebih banyak daripada
pendapatannya.[1]
Pemerintahan suatu negara memerlukan
pedoman dalam mengelola keuangannya. Dalam rangka mencapai sasaran seperti yang
diharapkan diperlukan peraturan mengenai penerimaan dan pengeluaran uang
negara. Oleh karena itu setiap awal periode disusun APBN yang digunakan sebagai
pedoman dalam mengatur keuangan negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan
terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu
tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan
Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Setiap tahun pemerintah menyusun APBN.
Landasan hukum serta tata cara penyusunan APBN terdapat di dalam UUD 1945 Pasal
23 ayat 1, 2 dan 3. Pada pasal 23 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai wujud dari pengelolaan keuangan
Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara
terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besanya kemakmuran rakyat. Pada
pasal 23 ayat 2 disebutkan bahwa Rancangan undang-undang anggaran pendapatan
dan belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Pada pasal 23 ayat 3
disebutkan apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan Presiden,
pemerintah menjalankan APBN tahun lalu.
Setelah APBN ditetapkan dengan
Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan
Presiden. Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun
anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN,
Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan
DPR. Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat
melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya. Selambatnya 6 bulan
setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman
pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam
rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan
produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
serta pada akhirnya ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur
material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
- Proses penyusunan
APBN
Pemerintah (Presiden dibantu para
menteri, terutama Menteri Keuangan) menyusun RABPN berdasarkan asumsi-asumsi,
yaitu tentang :
1. Kondisi
ekonomi makro seperti Produk Domestik Bruto (PDB) menurut harga yang berlaku
2. Pertumbuhan
ekonomi
3. Inflasi
4. Nilai
tukar rupiah
5. Rata-rata
suku bunga SBI 3 bulan
6. Harga
minyak internasional
7. Serta
produksi minyak dalam negeri
Dalam menyusun RAPBN digunakan azas
kemandirian, azas penghematan, azas penajaman prioritas pembangunan. RAPBN oleh
pemerintah diajukan ke DPR dan dilakukan pembahasan dengan melakukan koordinasi
dengan pihak-pihak yang berkompeten sesuai bidang masing-masing. Jika telah
disetujui, DPR akan mengesahkan RAPBN menjadi APBN. Hak DPR untuk menetapkan
anggaran negara disebtut Hak Budget. Namun jika tidak ditemukan kesepakatan
tentang RAPBN, DPR menetapkan APBN tahun lalu sebagai APBN tahun berjalan.[2]
B. Permasalahan
REALISASI
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA 2008
s.d. 31 Desember 2008 (dalam miliar rupiah) |
|||
|
|
|
|
|
APBN
|
APBN-P
|
Realisasi
s.d. 31 Des
|
A. Pendapatan Negara dan Hibah
I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan a. Pajak Dalam Negeri i. Pajak penghasilan 1. Migas 2. Non-Migas ii. Pajak pertambahan nilai iii. Pajak bumi dan bangunan iv. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan v. Cukai vi. Pajak lainnya b. Pajak Perdagangan Internasional i. Bea masuk ii. Pajak/pungutan ekspor 2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas) a. Penerimaan SDA b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya II. Hibah B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Pengeluaran Rutin a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang c. Pembayaran Bunga Hutang d. Subsidi e. Pengeluaran Rutin Lainnya 2. Pengeluaran pembangunan a. Pembiayaan pembangunan rupiah b. Pembiayaan proyek II. Dana Yang Dialokasikan ke Daerah 1. Dana Perimbangan a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang C. Keseimbangan Primer {A - (B - B.I.1.c)} D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) E. Pembiayaan (E.I + E.II) I. Pembiayaan Dalam Negeri II. Pembiayaan Luar negeri (netto) 1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (bruto) a. Pinjaman Program b. Pinjaman Proyek 2. Pembayaran Cicilan Pokok Hutang LN |
336.155,5
336.155,5 254.140,2 241.742,4 120.924,8 14.775,7 106.149,1 80.789,9 7.523,6 2.401,7 27.945,6 2.156,8 12.397,8 11.960,3 437,5 82.015,3 59.395,5 10.414,2 12.205,6 0,0 370.591,8 253.714,1 188.584,3 50.240,5 15.427,1 81.975,2 25.465,3 15.476,2 65.129,8 46.229,8 18.900,0 116.877,7 107.490,5 27.895,9 76.978,0 14.236,3 9.387,2 47.538,8 (34.436,3) 34.436,3 22.450,1 11.986,2 29.250,0 10.350,0 18.900,0 (17.263,8) |
342.811,6
342.471,5 248.469,8 236.901,5 122.448,3 18.143,5 104.304,8 75.862,7 8.873,5 1.850,1 26.114,2 1.752,7 11.568,3 11.332,6 235,7 94.001,7 64.991,0 12.290,3 16.720,4 340,1 377.247,8 257.934,0 191.787,9 50.425,6 16.150,6 72.151,4 34.726,1 18.334,1 66.146,1 51.052,6 15.093,5 119.313,9 109.926,7 29.924,7 76.978,0 3.024,0 9.387,2 37.715,1 (34.436,3) 34.436,3 31.530,3 2.906,0 20.498,1 5.744,7 14.753,4 (17.592,1) |
341.095,2
340.657,9 241.627,3 230.550,4 114.832,1 18.780,9 96.051,2 76.761,4 8.763,0 2.143,2 26.396,4 1.654,3 11.076,9 10.847,3 229,6 99.030,6 67.065,7 12.613,9 19.351,0 437,3 374.764,2 254.081,4 189.082,3 47.288,1 13.850,9 69.234,6 43.885,2 14.823,7 64.999,1 48.845,0 16.154,1 120.682,8 111.417,7 31.757,2 76.937,5 2.723,0 9.256,1 35.565,6 (33.668,9) 33.668,9 32.114,7 1.554,3 17.651,8 1.792,1 15.859,7 (16.097,5) |
Kendati secara implisit, gagasan
pembiayaan pengeluaran negara melalui pembagian beban kepada masyarakat tetap
dipertahankan dalam keuangan negara, secara eksplisit hal tersebut tidak lagi
merupakan permasalahan utama. Berbagai macam pajak yang sekedar dipergunakan
untuk menutup pembiayaan belanja negara, telah berubah fungsi sebagai alat
campur tangan pemerintah di bidang sosial dan ekonomi masyarakat, baik melalui
pemberian insentif atau disinsentif pajak, atau bahkan melalui pajak negatif
(negative tax) yang justru merupakan pengeluaran negara; atau
berkembangnya fungsi budgetair perpajakan (sekedar untuk mengisi kas
negara), ke fungsi moneter ataupun regulatair (fungsi pengatur). Demikian pula
halnya dengan pinjaman pemerintah yang kemudian berfungsi sebagai alat
untuk menyedot sebagian uang yang
beredar dalam masyarakat (fungsi moneter) untuk mencegah menurunnya daya beli
masyarakat yang berlebihan yang dapat mengancam stabilitas nilai mata uang itu
sendiri.
Secara singkat, bila diperhatikan,
berbagai kebijakan keuangan negara telah jauh menyimpang dari tujuan semula.
Dalam konsep kaum modernis, keuangan negara diberikan batasan dari sudut teknik
yang diterapkan, bukan dari sudut tujuan yang hendak dicapai walaupun, menurut kenyataan, baik ilmu
keuangan negara klasik maupun ilmu keuangan negara modern sama-sama meneliti
berbagai cara/ metode yang benar-benar serupa. Hanya saja, yang pertama
menganggap bahwa cara tersebut hanya merupakan pola untuk menutup pembiayaan
pengeluaran negara; sedangkan yang kedua, sebaliknya, mencurahkan perhatian
sepenuhnya pada analisa penerapan cara tersebut dalam pelaksanaan campur tangan
pemerintah di bidang ekonomi, sosial, politik, dlsb.
Campur tangan pemerintah di bidang
perekonomian tak pelak membawa perubahan
yang bersifat lebih menyeluruh dan lebih mendasar dalam bidang anggaran negara.
Struktur anggaran negara klasik benar-benar harus ditinggalkan. Anggaran negara
modern, kini, dikaitkan dengan keseluruhan kegiatan perekonomian nasional.
Salah satu konsekuensi yang perlu dicatat dalam hal ini, adalah munculnya
badan-badan usaha negara yang secara yuridis tunduk pada hukum perdata.
Terhadap badan-badan usaha tersebut pemerintah tidak mungkin secara kaku
menerapkan prinsip-prinsip anggaran maupun pola tata pembukuan pemerintah dalam
kegiatannya. Dengan demikian, anggaran negara tentunya tidak seperti anggaran
yang dikenal kaum klasik, yang hanya sekedar merupakan pencatatan perkiraan
penerimaan maupun pengeluaran negara yang disusun secara sederhana.
Mulai tahun 2005, Pemerintah Pusat
telah mengusulkan penyusunan RAPBN dengan menggunakan format baru, yakni
anggaran belanja terpadu (unified budget). Ini merupakan reformasi
besar-besaran di bidang anggaran negara dengan tujuan agar ada penghematan
belanja negara dan memberantas KKN. Selama lebih dari 32 tahun, Pemerintah
melaksanakan sistem anggaran yang dikenal dengan “dual budgeting,” dimana
anggaran belanja negara dipisahkan antara anggaran belanja rutin dan anggaran
pembangunan. Pemisahan anggaran rutin dan anggaran pembangunan tersebut semula
dimaksudkan untuk menekankan arti pentingnya pembangunan, namun dalam
pelaksanaannya telah menunjukan banyak Permasalahan :
Ø Duplikasi
antara belanja rutin dan belanja pembangunan oleh karena kurang tegasnya
pemisahan antara kegiatan operasional organisasi dan proyek, khususnya
proyek-proyek non-fisik. Dengan demikian, kinerja sulit diukur karena alokasi
dana yang ada tidak mencerminkan kondisi yang sesungguhnya.
Ø Penggunaan
“dual budgeting” mendorong dualisme dalam penyusunan daftar perkiraan mata
anggaran keluaran (MAK) karena untuk satu jenis belanja, ada MAK yang
diciptakan untuk belanja rutin dan ada MAK lain yang ditetapkan untuk belanja
pembangunan.
Ø Analisis belanja dan biaya program sulit
dilakukan karena anggaran belanja rutin tidak dibatasi pada pengeluaran untuk
operasional dan belanja anggaran pembangunan tidak dibatasi pada pengeluaran
untuk investasi.
Ø Proyek
yang menerima anggaran pembangunan diperlakukan sama dengan satuan kerja, yaitu
sebagai entitas akuntansi, walaupun proyek hanya bersifat sementara. Jika
proyek sudah selesai atau dihentikan tidak ada kesinambungan dalam
pertanggungjawaban terhadap asset dan kewajiban yang dimiliki proyek tersebut.
Hal ini selain menimbulkan ketidakefisienan dalam pembiayaan kegiatan
pemerintahan, juga menyebabkan ketidakjelasan keterkaitan antara output/outcome
yang dicapai dengan penganggaran organisasi.
C.
Pemecahan
Masalah
Lahirnya keinginan untuk menciptakan
kepemerintahan yang baik dan sekaligus pemerintah yang bersih (good governance and clean government) dalam pemerintahan negara yang dimotori oleh
negara-negara maju, mulai memberi warna dominan dalam segala aspek pengelolaan
keuangan negara di dunia. Akuntabilitas, transparansi, pemberdayaan, dan
partisipasi masyarakat yang merupakan pilar utama terciptanya good governance
and clean government mampu mendorong
terciptanya paradigma baru (new paradigme), baik yang menyentuh aspek
yuridico-politis maupun aspek administratif
pengelolaan keuangan negara.
Dalam aspek yuridico politis, mulai
tampak terjadi pergeseran nilai ke arah semakin menguatnya kekuasaan lembaga
legislatif dalam penetapan anggaran negara di Indonesia. Tiga tipe dominan
hubungan eksekutif-legislatif dalam masalah penetapan anggaran negara.
Dalam aspek administratif, yang
mencakup pengaturan pengelolaan keuangan negara di sisi eksekutif, terlihat
pembenahan yang tiada henti. Diawali dari
munculnya gagasan untuk merubah pendekatan dalam sistem penyusunan
anggaran agar lebih realistis, efektif, efisien yang berorientasi pada
kepentingan masyarakat luas, perkembangan diwujudkan pula pada pelaksanaan
anggaran yang cepat, maupun pada pola pertanggungjawaban pemerintah yang
akurat. Demikian pula dengan penyusunan
kembali klasifikasi anggaran melalui penataan fungsi departemen pemerintahan,
penerapan prinsip freedom to manage kepada departemen teknis dalam pengelolaan
anggaran departemennya, pembenahan sistem akuntansi pemerintah, pembenahan
sistem pembayaran, maupun sistem pengawasan intern yang memadai, tak dapat
disangkal merupakan bukti nyata komitmen
terhadap perkembangan ilmu keuangan negara pada saat ini.[3]
Selain itu, Suatu negara akan
mencari pinjaman apabila negara tersebut dalam membiayai pengeluaran
(pembelanjaan) tidak mampu lagi ditutup dengan pendapatan. Banyak faktor yang
menyebabkan pembelanjaan lebih besar dari pendapatan, faktor tersebut antara
lain, negara dalam keadaan perang sehingga dibutuhkan ekstra pengeluaran yang
cukup besar. Di samping itu, masih ada faktor lain, terutama di negara-negara
yang berkembang, di mana dalam mengejar ketinggalan negara-negara maju maka
dibutuhkan pengeluaran yang luar biasa besarnya terutama untuk membiayai pembangunan
dalam bidang ekonomi. Faktor inilah yang menyebabkan pembelanjaan lebih besar
dari penerimaan negara sehingga menjadi sebab utama timbulnya utang negara.[4]
D.
Kesimpulan
1. APBN
adalah daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. Tujuan penyusunan APBN adalah
sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan
yang dinamis dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi
tercapainya peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi serta pada akhirnya ditujukan untuk tercapainya
masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
2. Mulai
tahun 2005, Pemerintah telah mengusulkan penyusunan RAPBN dengan menggunakan
format baru, yakni anggaran belanja terpadu (unified budget). Sejalan dengan
itu, format dan struktur APBN berubah dari T-Account menjadi I-Account. Format
dan struktur I-account yang berlaku saat ini terdiri atas (i) pendapatan negara
dan hibah, (ii) belanja negara, dan (iii) pembiayaan.
3. APBN
mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi.
4. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan
pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi
apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan
ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
5. APBN
dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Alokasi
dana yang terdapat di dalam APBN digunakan untuk pembangunan. Dengan adanya
pembangunan ekonomi akan tercipta pertumbuhan ekonomi.
E.
Rekomendasi
Ø Bagi
para penyelenggara negara sebagai pengelola anggaran negara hendaknya
menghindarkan diri dari praktek-praktek KKN karena KKN secara materiil akan
sangat merugikan warga masyarakat.
Ø Pemerintah
harus mengaloksikan dana yang lebih besar terhadap pengeluaran langsung,
diantaranya untuk sektor industri dan infrastruktur. Soalnya, kedua sektor itu
banyak menyerap jumlah tenaga kerja.
Ø Pemerintah
harus melihat perkembangan krisis dunia dan pengaruhnya bagi anggaran
Indonesia.
Ø Jangan
berharap akan banyak investasi portofolio di tahun ini selagi krisis global
masih membelit
Daftar Pustaka
http://mugnisulaeman.blogspot.com/2013/01/makalah-anggaran-pendapatan-dan-belanja.html
http://www.kppngarut.org/component/content/article/41-keuangan/118-ilmukeuangannegara.html
http://tipsmotivasihidup.blogspot.com/2013/03/anggaran-pendapatan-dan-belanja-negara.html
http://tantitrisetianingsih.blogspot.com/2012/04/anggaran-pengeluaran-dan-belanja-negara.html
[1]
http://mugnisulaeman.blogspot.com/2013/01/makalah-anggaran-pendapatan-dan-belanja.html
[2]
http://tantitrisetianingsih.blogspot.com/2012/04/anggaran-pengeluaran-dan-belanja-negara.html
[3]
http://www.kppngarut.org/component/content/article/41-keuangan/118-ilmukeuangannegara.html
[4]
http://tipsmotivasihidup.blogspot.com/2013/03/anggaran-pendapatan-dan-belanja-negara.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar