Rabu, 01 Januari 2014

Makalah Sistem Penyusunan Anggaran

A.    Latar Belakang
       Anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN ), bila kita simak secara seksama bukanlah sekedar instrument untuk mencapai stabilitasi suatu pemerintahan dalam jangka waktu yang relatif pendek namun pada esensinya sebuah APBN sebagaimana fungsinya yakni ,
1.      Sebagai mobilisasi dana investasi yang merupakan instrument untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan Negara dalam rangka menbiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan berupa pembangunan.
2.      Mencapai pertumbuhan ekonomi  guna meningkatkan pendapatan nasional.
3.      Mencapai stabilitas perekonomian dan menentukanarah serta prioritas pembangunan secara umum.
4.      Dalam konteks yang lebih spesifik anggaran suatu Negara secara sederhana biasa pula kita ibaratkan dengan anggaran rumah tangga ataupun anggaran perusahaan yang memiliki 2(dua) sisi, yakni:
a.       Sisi penerimaan/pemasukan dan pengeluaran/pemakaian.
b.      Penyusunan anggaran senantiasa dihadapkan padaketidakpastian antara kedua sisi tersebut, misalnya : sisi penerimaan anggaran rumah tangga akan sangat tergantung pada ada/tidaknya perubahan upah/gaji.
       Demikian pula sisi pengeluaran anggaran rumah tangga banyak dipengaruhi perubahan harga barang dan jasa yang di konsumsi. Jadi,  anggaran pendapatandan belanja Negara dalam suatu pemerintahan merupakan salah satu structural yang berperan sebagai tulang punggung dalam menopang kehidupan Negara baik itu dalam hal kemakmuran, kesejahteraan, bahkan berlangsungnya perkembangan suatu Negara untuk mencapai sebuah kemajuan.
       Jangankan sebuah Negara, sebagaimana yang kita singgung diatas sebuah rumah tangga saja harus dianggarkan berapa pengeluaran dan berapa pulapemasukannya.
       Mungkin tidak terlalu jadi masalah manakala disuatu Negara pengeluaran lebih sedikit dari pendapatannya tapi akan jadi masalah yang cukup besar apabila pengeluaran jauh lebih banyak daripada pendapatannya.[1]
            Pemerintahan suatu negara memerlukan pedoman dalam mengelola keuangannya. Dalam rangka mencapai sasaran seperti yang diharapkan diperlukan peraturan mengenai penerimaan dan pengeluaran uang negara. Oleh karena itu setiap awal periode disusun APBN yang digunakan sebagai pedoman dalam mengatur keuangan negara.
       Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
       Setiap tahun pemerintah menyusun APBN. Landasan hukum serta tata cara penyusunan APBN terdapat di dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1, 2 dan 3. Pada pasal 23 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besanya kemakmuran rakyat. Pada pasal 23 ayat 2 disebutkan bahwa Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Pada pasal 23 ayat 3 disebutkan apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan Presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun lalu.
       Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR. Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya. Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
       Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta pada akhirnya ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

  • Proses penyusunan APBN
            Pemerintah (Presiden dibantu para menteri, terutama Menteri Keuangan) menyusun RABPN berdasarkan asumsi-asumsi, yaitu tentang :
1.      Kondisi ekonomi makro seperti Produk Domestik Bruto (PDB) menurut harga yang berlaku
2.      Pertumbuhan ekonomi
3.      Inflasi
4.      Nilai tukar rupiah
5.      Rata-rata suku bunga SBI 3 bulan
6.      Harga minyak internasional
7.      Serta produksi minyak dalam negeri
            Dalam menyusun RAPBN digunakan azas kemandirian, azas penghematan, azas penajaman prioritas pembangunan. RAPBN oleh pemerintah diajukan ke DPR dan dilakukan pembahasan dengan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang berkompeten sesuai bidang masing-masing. Jika telah disetujui, DPR akan mengesahkan RAPBN menjadi APBN. Hak DPR untuk menetapkan anggaran negara disebtut Hak Budget. Namun jika tidak ditemukan kesepakatan tentang RAPBN, DPR menetapkan APBN tahun lalu sebagai APBN tahun berjalan.[2]


B.     Permasalahan
REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA 2008
s.d. 31 Desember 2008
(dalam miliar rupiah)





APBN
APBN-P
Realisasi s.d. 31 Des
A. Pendapatan Negara dan Hibah
    I. Penerimaan Dalam Negeri
        1. Penerimaan Perpajakan

            a. Pajak Dalam Negeri
                i. Pajak penghasilan
                    1. Migas
                    2. Non-Migas
                ii. Pajak pertambahan nilai
                iii. Pajak bumi dan bangunan
                iv. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
                v. Cukai
                vi. Pajak lainnya
            b. Pajak Perdagangan Internasional
                i. Bea masuk
                ii. Pajak/pungutan ekspor
        2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas)
            a. Penerimaan SDA
            b. Bagian Laba BUMN
            c. PNBP Lainnya
    II. Hibah
B. Belanja Negara
    I. Belanja Pemerintah Pusat
        1. Pengeluaran Rutin
            a. Belanja Pegawai
            b. Belanja Barang
            c. Pembayaran Bunga Hutang
            d. Subsidi
            e. Pengeluaran Rutin Lainnya
        2. Pengeluaran pembangunan
            a. Pembiayaan pembangunan rupiah
            b. Pembiayaan proyek
    II. Dana Yang Dialokasikan ke Daerah
        1. Dana Perimbangan
            a. Dana Bagi Hasil
            b. Dana Alokasi Umum
            c. Dana Alokasi Khusus
        2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
C. Keseimbangan Primer {A - (B - B.I.1.c)}
D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B)
E. Pembiayaan (E.I + E.II)
    I. Pembiayaan Dalam Negeri
    II. Pembiayaan Luar negeri (netto)
        1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (bruto)
            a. Pinjaman Program
            b. Pinjaman Proyek
        2. Pembayaran Cicilan Pokok Hutang LN
336.155,5
336.155,5
254.140,2
241.742,4
120.924,8
14.775,7
106.149,1
80.789,9
7.523,6
2.401,7
27.945,6
2.156,8
12.397,8
11.960,3
437,5
82.015,3
59.395,5
10.414,2
12.205,6
0,0
370.591,8

253.714,1
188.584,3
50.240,5
15.427,1
81.975,2
25.465,3
15.476,2
65.129,8
46.229,8
18.900,0
116.877,7
107.490,5
27.895,9
76.978,0
14.236,3
9.387,2
47.538,8
(34.436,3)
34.436,3
22.450,1
11.986,2
29.250,0
10.350,0
18.900,0
(17.263,8)
342.811,6
342.471,5
248.469,8
236.901,5
122.448,3
18.143,5
104.304,8
75.862,7
8.873,5
1.850,1
26.114,2
1.752,7
11.568,3
11.332,6
235,7
94.001,7
64.991,0
12.290,3
16.720,4
340,1
377.247,8

257.934,0
191.787,9
50.425,6
16.150,6
72.151,4
34.726,1
18.334,1
66.146,1
51.052,6
15.093,5 119.313,9
109.926,7
29.924,7
76.978,0
3.024,0
9.387,2
37.715,1
(34.436,3)
34.436,3
31.530,3
2.906,0
20.498,1
5.744,7
14.753,4 (17.592,1)
341.095,2
340.657,9
241.627,3
230.550,4
114.832,1
18.780,9
96.051,2
76.761,4
8.763,0
2.143,2
26.396,4
1.654,3
11.076,9
10.847,3
229,6
99.030,6
67.065,7
12.613,9
19.351,0
437,3
374.764,2

254.081,4
189.082,3
47.288,1
13.850,9
69.234,6
43.885,2
14.823,7
64.999,1
48.845,0
16.154,1
120.682,8
111.417,7
31.757,2
76.937,5
2.723,0
9.256,1
35.565,6
(33.668,9)
33.668,9
32.114,7 1.554,3
17.651,8
1.792,1
15.859,7 (16.097,5)
           
            Kendati secara implisit, gagasan pembiayaan pengeluaran negara melalui pembagian beban kepada masyarakat tetap dipertahankan dalam keuangan negara, secara eksplisit hal tersebut tidak lagi merupakan permasalahan utama. Berbagai macam pajak yang sekedar dipergunakan untuk menutup pembiayaan belanja negara, telah berubah fungsi sebagai alat campur tangan pemerintah di bidang sosial dan ekonomi masyarakat, baik melalui pemberian insentif atau disinsentif pajak, atau bahkan melalui pajak negatif (negative tax) yang justru merupakan pengeluaran negara; atau berkembangnya  fungsi budgetair  perpajakan (sekedar untuk mengisi kas negara), ke fungsi moneter ataupun regulatair (fungsi pengatur). Demikian pula halnya dengan pinjaman pemerintah yang kemudian berfungsi sebagai alat untuk  menyedot sebagian uang yang beredar dalam masyarakat (fungsi moneter) untuk mencegah menurunnya daya beli masyarakat yang berlebihan yang dapat mengancam stabilitas nilai mata uang itu sendiri.
            Secara singkat, bila diperhatikan, berbagai kebijakan keuangan negara telah jauh menyimpang dari tujuan semula. Dalam konsep kaum modernis, keuangan negara diberikan batasan dari sudut teknik yang diterapkan, bukan dari sudut tujuan yang hendak dicapai  walaupun, menurut kenyataan, baik ilmu keuangan negara klasik maupun ilmu keuangan negara modern sama-sama meneliti berbagai cara/ metode yang benar-benar serupa. Hanya saja, yang pertama menganggap bahwa cara tersebut hanya merupakan pola untuk menutup pembiayaan pengeluaran negara; sedangkan yang kedua, sebaliknya, mencurahkan perhatian sepenuhnya pada analisa penerapan cara tersebut dalam pelaksanaan campur tangan pemerintah di bidang ekonomi, sosial, politik, dlsb.
            Campur tangan pemerintah di bidang perekonomian tak pelak  membawa perubahan yang bersifat lebih menyeluruh dan lebih mendasar dalam bidang anggaran negara. Struktur anggaran negara klasik benar-benar harus ditinggalkan. Anggaran negara modern, kini, dikaitkan dengan keseluruhan kegiatan perekonomian nasional. Salah satu konsekuensi yang perlu dicatat dalam hal ini, adalah munculnya badan-badan usaha negara yang secara yuridis tunduk pada hukum perdata. Terhadap badan-badan usaha tersebut pemerintah tidak mungkin secara kaku menerapkan prinsip-prinsip anggaran maupun pola tata pembukuan pemerintah dalam kegiatannya. Dengan demikian, anggaran negara tentunya tidak seperti anggaran yang dikenal kaum klasik, yang hanya sekedar merupakan pencatatan perkiraan penerimaan maupun pengeluaran negara yang disusun secara sederhana.
            Mulai tahun 2005, Pemerintah Pusat telah mengusulkan penyusunan RAPBN dengan menggunakan format baru, yakni anggaran belanja terpadu (unified budget). Ini merupakan reformasi besar-besaran di bidang anggaran negara dengan tujuan agar ada penghematan belanja negara dan memberantas KKN. Selama lebih dari 32 tahun, Pemerintah melaksanakan sistem anggaran yang dikenal dengan “dual budgeting,” dimana anggaran belanja negara dipisahkan antara anggaran belanja rutin dan anggaran pembangunan. Pemisahan anggaran rutin dan anggaran pembangunan tersebut semula dimaksudkan untuk menekankan arti pentingnya pembangunan, namun dalam pelaksanaannya telah menunjukan banyak Permasalahan :
Ø  Duplikasi antara belanja rutin dan belanja pembangunan oleh karena kurang tegasnya pemisahan antara kegiatan operasional organisasi dan proyek, khususnya proyek-proyek non-fisik. Dengan demikian, kinerja sulit diukur karena alokasi dana yang ada tidak mencerminkan kondisi yang sesungguhnya.
Ø  Penggunaan “dual budgeting” mendorong dualisme dalam penyusunan daftar perkiraan mata anggaran keluaran (MAK) karena untuk satu jenis belanja, ada MAK yang diciptakan untuk belanja rutin dan ada MAK lain yang ditetapkan untuk belanja pembangunan.
Ø   Analisis belanja dan biaya program sulit dilakukan karena anggaran belanja rutin tidak dibatasi pada pengeluaran untuk operasional dan belanja anggaran pembangunan tidak dibatasi pada pengeluaran untuk investasi.
Ø  Proyek yang menerima anggaran pembangunan diperlakukan sama dengan satuan kerja, yaitu sebagai entitas akuntansi, walaupun proyek hanya bersifat sementara. Jika proyek sudah selesai atau dihentikan tidak ada kesinambungan dalam pertanggungjawaban terhadap asset dan kewajiban yang dimiliki proyek tersebut. Hal ini selain menimbulkan ketidakefisienan dalam pembiayaan kegiatan pemerintahan, juga menyebabkan ketidakjelasan keterkaitan antara output/outcome yang dicapai dengan penganggaran organisasi.  

C.    Pemecahan Masalah
            Lahirnya keinginan untuk menciptakan kepemerintahan yang baik dan sekaligus pemerintah yang bersih  (good governance and clean government)  dalam pemerintahan negara yang dimotori oleh negara-negara maju, mulai memberi warna dominan dalam segala aspek pengelolaan keuangan negara di dunia. Akuntabilitas, transparansi, pemberdayaan, dan partisipasi masyarakat yang merupakan pilar utama terciptanya good governance and clean government  mampu mendorong terciptanya paradigma baru (new paradigme), baik yang menyentuh aspek yuridico-politis maupun aspek administratif  pengelolaan keuangan negara.
            Dalam aspek yuridico politis, mulai tampak terjadi pergeseran nilai ke arah semakin menguatnya kekuasaan lembaga legislatif dalam penetapan anggaran negara di Indonesia. Tiga tipe dominan hubungan eksekutif-legislatif dalam masalah penetapan anggaran negara.
            Dalam aspek administratif, yang mencakup pengaturan pengelolaan keuangan negara di sisi eksekutif, terlihat pembenahan yang tiada henti. Diawali dari  munculnya gagasan untuk merubah pendekatan dalam sistem penyusunan anggaran agar lebih realistis, efektif, efisien yang berorientasi pada kepentingan masyarakat luas, perkembangan diwujudkan pula pada pelaksanaan anggaran yang cepat, maupun pada pola pertanggungjawaban pemerintah yang akurat. Demikian pula dengan  penyusunan kembali klasifikasi anggaran melalui penataan fungsi departemen pemerintahan, penerapan prinsip freedom to manage kepada departemen teknis dalam pengelolaan anggaran departemennya, pembenahan sistem akuntansi pemerintah, pembenahan sistem pembayaran, maupun sistem pengawasan intern yang memadai, tak dapat disangkal merupakan  bukti nyata komitmen terhadap perkembangan ilmu keuangan negara pada saat ini.[3]
            Selain itu, Suatu negara akan mencari pinjaman apabila negara tersebut dalam membiayai pengeluaran (pembelanjaan) tidak mampu lagi ditutup dengan pendapatan. Banyak faktor yang menyebabkan pembelanjaan lebih besar dari pendapatan, faktor tersebut antara lain, negara dalam keadaan perang sehingga dibutuhkan ekstra pengeluaran yang cukup besar. Di samping itu, masih ada faktor lain, terutama di negara-negara yang berkembang, di mana dalam mengejar ketinggalan negara-negara maju maka dibutuhkan pengeluaran yang luar biasa besarnya terutama untuk membiayai pembangunan dalam bidang ekonomi. Faktor inilah yang menyebabkan pembelanjaan lebih besar dari penerimaan negara sehingga menjadi sebab utama timbulnya utang negara.[4]

D.    Kesimpulan
1.      APBN adalah daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta pada akhirnya ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2.      Mulai tahun 2005, Pemerintah telah mengusulkan penyusunan RAPBN dengan menggunakan format baru, yakni anggaran belanja terpadu (unified budget). Sejalan dengan itu, format dan struktur APBN berubah dari T-Account menjadi I-Account. Format dan struktur I-account yang berlaku saat ini terdiri atas (i) pendapatan negara dan hibah, (ii) belanja negara, dan (iii) pembiayaan.
3.      APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
4.       Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
5.      APBN dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Alokasi dana yang terdapat di dalam APBN digunakan untuk pembangunan. Dengan adanya pembangunan ekonomi akan tercipta pertumbuhan ekonomi.

E.     Rekomendasi
Ø  Bagi para penyelenggara negara sebagai pengelola anggaran negara hendaknya menghindarkan diri dari praktek-praktek KKN karena KKN secara materiil akan sangat merugikan warga masyarakat.
Ø  Pemerintah harus mengaloksikan dana yang lebih besar terhadap pengeluaran langsung, diantaranya untuk sektor industri dan infrastruktur. Soalnya, kedua sektor itu banyak menyerap jumlah tenaga kerja.
Ø  Pemerintah harus melihat perkembangan krisis dunia dan pengaruhnya bagi anggaran Indonesia.
Ø  Jangan berharap akan banyak investasi portofolio di tahun ini selagi krisis global masih membelit









Daftar Pustaka

http://mugnisulaeman.blogspot.com/2013/01/makalah-anggaran-pendapatan-dan-belanja.html
http://www.kppngarut.org/component/content/article/41-keuangan/118-ilmukeuangannegara.html
http://tipsmotivasihidup.blogspot.com/2013/03/anggaran-pendapatan-dan-belanja-negara.html
http://tantitrisetianingsih.blogspot.com/2012/04/anggaran-pengeluaran-dan-belanja-negara.html


[1] http://mugnisulaeman.blogspot.com/2013/01/makalah-anggaran-pendapatan-dan-belanja.html
[2] http://tantitrisetianingsih.blogspot.com/2012/04/anggaran-pengeluaran-dan-belanja-negara.html
[3] http://www.kppngarut.org/component/content/article/41-keuangan/118-ilmukeuangannegara.html
[4] http://tipsmotivasihidup.blogspot.com/2013/03/anggaran-pendapatan-dan-belanja-negara.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar