BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu ekonomi sebagai bentuk dari usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan
manusia dalam kesehariannya terus mengalami perkembangan seiring berjalannya
waktu. Perekonomian dari berbagai belahan dunia maupun dari negara indonesia
sendiri menunjukan perkembangannya dalam era globalisasi seperti saat
ini,tujuannya tidak lain hanyalah untuk
mensejahterakan masyarakat negara itu sendiri. Permasalahan yang di alami di
indonesia dalam era globalisasi tak hanya melibatkan kaum politisi saja,namun
masyarakat indonesia sendiri turut berperan penting dalam kemajuan perekonomian
di indonesia. Selain sumber daya manusia itu sendiri,agama,kebudayaan,sumber
daya alam,letak geografis dan ideologi pun turut serta menjadi pendorong bagi kemajuan dan perkembangan
perekonomian di indonesia.
Dalam perkembangan perekonomian di indonesia,tidak hanya melibatkan satu
negara saja,akan tetapi indonesia masih butuh dan perlunya hubungan
perekonomian dengan negara-negara lainnya,agar terciptanya perekonomian yang
stabil dan berjalan dengan semestinya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah berjudul “ Perekonomian Indonesia
dalam era globalisasi ” ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Sistem Ekonomi Indonesia
2. Sebagai media pembelajaran mengena bagai mana
Indonesia dalam menghadapi era globalisasi dan perekonomian terkini di
Indonesia
3. Mengetahui apa saja hal yang dihadapi
Indonesia dalam era globalisasi saat ini
4. Sebagai bahan diskusi kelas pada perkuliahan
Sistem ekonomi Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Perekonomian Indonesia dalam Era Globalisasi
A. Indonesia menghadapi Globalisasi
Globalisasi adalah sebuah istilah yang
memiliki hubungan dengan peningkatan
keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan
antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan,investasi,perjalanan,budaya
populer,dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara
menjadi bias. Dalam banyak hal,globalisasi mempunyai banyak karkateristik yang
sama dengan internasionalisasi,dan istilah ini seiring dipertukarkan. Sebagian
pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya
peran negara atau batas-batas negara.
Kata “ globalisasi” diambil dari kata
global,yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang
mapan,kecuali sekedar definisi kerja (working definitation),sehingga tergantung
dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandang sebagai suatu proses
sosial,atau proses sejarah,atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa
dan negara di dunia makin terikat satu sama lain,mewujudkan satu tatanan
kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas
geografis,ekonomi da budaya masyarakat.
Mitos
yang hidup selama ini tentang globalisasi adalah bahwa proses globalisasi akan
membuat dunia seragam. Proses globalisasi akan menghapus identitas dan jati
diri. Kebudayaan lokal atau etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau
kekuatan budaya global. Anggapan atau jalan pikiran di atas tersebut tidak
sepenuhnya benar. Kemajuan teknolohi komunikasi memang telah membuat
batas-batas dan jarak menjadi hilang dan tak berguna. Jhon Naisbutt (
1988 ) dalam bukunya yang berjudul Global Paradox ini memperlihatkan hal
yang justru bersifat paradox dari fenomena globalisasi. Naisbitt ( 1988 )
mengemukakan pokok-pokok pikiran lain yang paradox,yaitu semakin kita menjadi
universal,tindakan kita semakin kesukuan,dan berfikir lokal,bertindak global.
Hal ini dimaksudkan kita harus mengkonsentrasikan kepada hal-hal yang bersifat
etnis,yang hanya dimiliki oleh kelompok atau masyarakat itu sendiri sebagai
modal pengembangan ke dunia internasional.
Di
sisi lain,ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh
negara-negara adikuasa,sehingga bisa saja orang memiliki oandangan negatif atau
curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini,globalisasi tidak lain adalah
kapitalisme dalam bentuknya yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan
kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin
tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab,globalisasi cenderung
berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia,bahkan berpengaruh terhadap
bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
Berikut
ini adalah ciri-ciri yang menandakan semakin berkembangnnya fenomena
globalisasi di dunia. Hilir mudiknya kapal-kapal pengangkut barang antar negara
menunjukan keterkaitan antarmanusia di seluruh dunia.
a. Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan
barang-barang seperti telepon genggam,televisi satelit,dan internet menunjukan
bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya,sementara melalui pergerakan
massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang
berbeda.
b. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara
yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbeuhan
perdagangan internasional,peningkatan pengaruh perusahaan multinasional,dan
dominasi organisasi semacam World Trade Organization ( WTO ).
c. Peningkatan interaksi kultural melalui
perkembangan media masa ( terutama televisi,film,musik,dan transmisi berita dan
olah raga internasional ). Saat ini,kita dapat mengonsumsi dan mengalami
gagasan dan pengalaman baru mengenao hal-hal yang melintasi beraneka ragam
budaya. Misalnya dalam bidang fashion,literatur dan makanan.
d. Meningkatnya masalah bersama,misalnya pada
bidang lingkungan hidup,kirsis multinasional inflansi regional dan lain-lain.
Kennedy dan Choen menyimpulkan bahwa transformais ini telah membawa kita
pada globalisme,sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu.
Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kitan dalam sa sadar bahwa sebenarnya
diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa
terkendali yang di tandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal
sama,perubahan dan keridakpastian,serta kenyataan yang mungkin terjadi. Selain
dengan itu, Petter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi
sosial. Setiap beberapa ratus tahun dalam sejarah manusia,transformasi hebat
terjadi. Dalam beberapa dekade saja,masyarakat telah berubah kembali baik dalam
pandangan mengenai dunia,nilai-nilai dasar,struktur politik dan sosial,maupun
seni. Lima puluh tahun kemudai muncullah sebuah dunia baru.
Pendukung globalisasi ( sering
juga disebut dengan pro-globalisasi ) menganggap bahwa globalisasi dapat
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat dunia. Mereka
berpijak pada teori keunggulan komparatif yang dicetyuskan oleh David
Ricardo. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain seling
bergantungan dan dapatsaling menguntungkan satu sama lainnya,dan salah satu
bentuknya adalah ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua negara dapat
melakukan transaksi pertukaran sesuai dengan keunggulan komparatif yang di
milikinya. Misalnya,jepang memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera
digital ( mampu mencetak lebih efisien dan bemutu tinggi ) sementara Indonesia
memiliki keunggulan pada kainnya. Dengan teori ini,jepang di anjurkan untuk
menghentikan produksi digital,lalu menutup kekurangan penawaran kain dengan
membelinya dair Indonesia,begitu juga sebaliknya.
Salah satu penghambat utama
terjadinya kerjasama diatas adalah adanya larangan-larangan dan keijakan
proteksi dari pemerinta suatu negara. Si satu sisi,kebijakan ini dapat
melindungi produksi dalam negri,namun di sisi lain,hal ini akan meningkatkan
biaya produksi dalam negri,namun di sisi lain,hal ini akan meningkatkan biaya
produksi barang impor sehingga sulit menembus pasar ngeara yang di tuju. Para
pro-globalisai tidak setujua akan diadakannya kebijakan perdagangan bebas
sehingga harga barang-barang dapat ditekan,akbiatnya permintaan akan meningkat.
Karena permintaan akan meningkat,kemakmuran akan meningkat dan begitu seharusnya.
Beberapa faktor pro-globalisme
juga mengkritik Bank dunia dan IMF,mereka berpendapat bahwa kedua badan
tersebut hanya mengontrol dan mengalirkan dana kepada suatu negara,bukan kepada
suatu koperasi atau perusahaan, sebagai hasilnya,banyak pinjaman yang mereka
berikan jatuh tangan kepada para diktator yang kemudian menyelewengkan dan
tidak mengunakan dana tersebut sebagai mana mestinya,meninggalkan rakyatnya
dalam lilitan hutang negara,dan sebagai akibatnya tingkat kemakmuran akan
menurun. Karena tingakat kemakmuran menurun,akibatnya masyarakat negara itu
terpaksa mengurangi tingkat konsumsinya; termasuk konsumsi barang
impor,sehingga laju globalisasi akan terhambat dan menurut mereka mengurangi
tingkat kesejahteraan penduduk dunia.
Antiglobalisasi adalah suatu
istilah yang umum digunakan untuk memaparkan sikap politis orang-orang dan
kelompok yang menentang perjanjian degan global dan lembaga-lembaga yang
mengatur perdagangan natar negara seoerti organisasi perdagangan dunia ( WTO ).
“ Antiglobalisasi” dianggap oleh sebagian orang sebagai gerakan
sosial,sementara yang lainnya menganggap sebagai istilah umum yang mencakup
sejumlah gerakan sosial yang berbeda-beda. Apapun juga maksudnya,para peserta
dipersatukan dalam perlawanan terhadap ekonomi dan sistem perdagangan global
saat ini,yang menurut mereka mengikis lingkungan hidup,hak-hak buruh,kedaulatan
nasional,dunia ketiga dan banyak lagi penyebab-penyebab lainya,
namun,orang-orang yang dicap “antiglobalisasi” sering menolak istilah itu,dan
mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Gerakan Keadilan Global,Gerakan
dari semua gerakan atau sejumlah istilah lainya.
B. Globalisasi Ekonomi dan Perekonomian Indonesia
Perekonomian dunia mengalami perubahan sejak dasarwarsa
tujuh puluh hingga tahun 2000 an yang bersifat mendasar atau struktural serta
mempunyai kecenderungan jangka panjang dan konjungtural. Perubahan dan
perkembangan ini dikenal orang dengan istilah globalisasi.
Gejala
globalisasi terjadi pada kegiatan finansial,produksi,investasi perdagangan yang
kelak berpengaruh pada hubungan antar bangsa dan hubungan antar individu dalam
segala aspek kehidupan. Hubungan antar bangsa menjadi lebih saling tergantung
yang bahkan menjadikan ekonomi dunia menjadi satu sehingga seolah-olah batas
antar negara dalam kegiatan perdagangan,bisnis tidak ada lagi.( boarderless
world).
Pada umumnya negara di dunia menghadapi perkembangan
tersebut dengan melakukan langkah penyesuaian baik dalam wilayah regional
maupun masing individu negara yang kecenderungannya mengarah kepada
proteklionisme. Hal tersebut terlihat jelas dengan munculnya blok blok
perdagangan yang pada intinya justru melanggar kesepakatan yang di tuangkan
dalam WTO.
Globalisasi
ekonomi ditandai dengan makin menipisnya batas-batas investasi atau pasar
secara nasional,regional ataupun internasional. Hal ini disebabkan oleh :
1.
Komunikasi dan transportasi yang semakin canggih,
2. Lalu lintas devisa yang makin bebas,
3. Ekonomi negara yang makin terbuka,
4. Penggunaan secara keunggulan komparatif dan
keunggulan kompetitif tiap-tiap negara,
5. Metode produksi dan perakitan dengan
organisasi yang makin efisien,
6.
Semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional
(MNC) di hampir segala penjuru dunia.
Steiner ( 1997 ) menjelaskan bahwa ada tiga
faktor yang mendorong terjadinya perubahan global. Pertama,produk nasional
kotor (GNP) tumbuh dan meningkat dengan cepat,terutama di negara-negara maju.
Kedua,revolusi dalam tekonologi komunikasi. Ketiga,kekuatan-kekuatan yang
mempermudah munculnya perusahaan besar berskala global.
1. Kebijakan Perdagangan Era Globalisasi Ekonomi
Kebijakan
perdagangan dalam periode memasuki era lepas landas diarahkan pada penciptaan
dan pemantapan kerangka landas perdagangan yaitu dengan meningkatkan efisiensi
perdagangan dalam negri dan perdagangan luar negri dengan tujuan untuk
memperlancar arus barang dan jasa,mendorong pembentukan harga yang layak dalam
iklim persaingan yang sehat,menunjang usaha peningkatan efisiensi
produksi,mengembangkan ekspor,memperluas kesemoatan berusaha dan lapangan
kerja,meningkatkan dan memeratakan pendapatan rakyat serta memantapkan
stabilitas ekonomi.
Kerangka landasan yang
ingin dicapai tersebut meliputi unsur-unsur sebagai berikut :
a. Penciptaan sturktur ekspor non migas yang kuat
dan tangguh dengan cara melakukan diversifikasi produk maupun pasar serta
pelakunya,
b. Pencitaan sistem distribusi nasional yang
efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan data saing produk
ekspor,mempertahankan tingkat harga yang stabil dalam negri,
c. Peningkatan daya saing usaha pelaku dalam
kegiatan ekonomi perdaganagn baik dalam negri maupun ekspor dengan memupuk
kebersamaan yang kokoh dalam menghadapi pasar dunia yang makin ketat,
d. Transparansi pasar dan pengelolaan kegiatan
perdagangan dengan membangun sistem jaringan perdagangan,
e. Meningkatkan peran lembaga penunjang
perdagangan seperti badan pelaksana bursa komditi,pasar lelang,BPEN,dan
lain-lain.
2. Peluang dan Tantangan bagi Dunia bisnis
Terbukanya pasar dunia akibat globalisasi ekonomi membuka peluang bisnis
antara lain :
a. Tersebarnya pasar yang lebih luas skalanya dan
terdiversifikasinya barang manufaktur dan produk yang mempunyai nilai tambah
tinggi ( value added products).
b. Terjadi relokasi industri menufaktur dari
negara industri maju ke negara-negara sedang berkembang dengan upah buruh yang
lebih murah. Sebagai konsekuensi logis dari relokasi industri tersebut,siklus
proses bahan baku menjadi produk akhir menjadi lebih pendek. Hal ini akan
menurunkan harga per unit serta meningkatkan volume perdagangan.
c. Tersedianya sumber pendanan yang dapat
diperoleh dengan biaya yang lebih murah (bunga) karena makin beragamnya
portofolio pendanaan terutama bagi negara yang sedang tumbuh perekonomiannya.
Selain memberikan peluang yang terbuka lebar
bagi dunia bisnis,globalisasi ekonomi juga memberikan dampak negatif bagi dunia
bisnis,antara lain :
a. Terjadinya tranfer pricing untuk
memarkir dana maupun keuntungan di negara yang menganut tax shelter (memberikan
perlindungan terhadap persembunyian kewajiban membayar pajak).
b. Relokasi industri karena footlose industry membawa
pula teknologi kadaluarsa ke negara sedang berkembang (host country),hal ini
terjadi di negara asalnya (home country) teknologi yang dipakai industri
tersebut ketinggalan jaman.
c. Masuknya FDI ( Foreign direct investment) dengan
tekonlogi canggih,seringkali tidak di imbangi dengan tersedianya sumberdaya
manusia yang siap mengoperasikannya sehingga membuat ketergantungan pada negara
asla investasi tersebut.
d. Masuknya FDI juga seringkali menimbulkan trade
off politic yang merugikan masyarakat dan pelaku bisnis di dalam negri.
3. Peran Negara Bangsa dalam Era Globalisasi
Robert giplin,salah satu tokoh realis menyatakan,peran negara bangsa (nation
state) dalam era globalisasi sekarang ini masih sangat diperlukan
(signifikan). Giplin pada awalnya menggugat beberapa keyaninan yang dianut
pendukung globalisasi dan pasar bebas. Menurut gilpin banyak peneliti mempunyai
keyakinan bahwa tengah terjadi pergeseran besar dari ekonomi state dominated ke
arah ekonomi market dominated. Hancurnya Uni soviet,kegagalan strategi
subtitusi impor negara dunia ketiga,dan suksesnya AS pada era 1990an telah
mendorong penerimaan unrestricted market sebagai solusi bagi penyakit ekonomi
modern. Karena peran negara menjadi berkurang sebagai gantinya pasar akan
menjadi mekanisme penting baik untuk perekonomian domestik maupun perekonomian
internasional. Menurutnya peran negara bangsa diyakini akan menjadi pembuka
kearah ekonomi global yang sesungguhnya,yang dicirikan oleh tiadanya hambatan
dalam perdagangan,aliran uang dakam skala global dan kegiatan internasional
perusahaan multinasional.
Namun
fakta regionalisme ekonomi berbagai belahan dunia membuktikan bahwa peran
negara bangsa masih relevan. Regionalisme ini menunjukan respon penting dari
negara bangsa dalam menyelesaikan secara bersama-sama masalah politik dan
interdependensi yang tinggi dari ekonomi global yang hypercompetitive.
Di banding regionalisme pada tahun 1950an dan 1960an,bentuk regionalisme
ekonomi ini mewakili signifikan dalam ekonomi global. Kadangkala regionalisme
ekonomi ini mewakili kepentingan individual negara bangsa baik untuk
kepentingan mereka di level nasional maupun kolektif.
Karena
ekonomi global semakin terintegrasi,pengelompokan regional negara bangsa telah
meningkatkan kerjasama dalam rangka memperkokoh otonomi,memperbaiki posisi
tawar dan memperjuangkan kepentingan individual negara bangsa baik untuk kepentingan
mereka di level nasional maupun kolektif.
Karena ekonomi global semakin
terintegrasi,pengelompokan regional negara bangsa telah meningkatkan kerjasama
dalam rangka memperkokoh otonomi,memperbaiki posisi tawar,dan memperjuangkan
kepentingan ekonomi politik lainnya. Dimasa sekarang ini peran negara bangsa
justru dibutuhkan demi berlakunya perdagangan bebas seperti harapan neolibera.
Hambatan-hambatan perdagangan tidak mungkin dihilangkan tanpa adanya dukungan
kebijakan yang pada gilirannya makin menunjukan peran negara bangsa makin
diperlukan dalam perekonomian global.
4. Dampak Globalisasi Ekonomi Terhadap Indonesia
Sejak tahun 1993,OECD sudah memberi sinyal
Indonesia akan dirugikan dengan berlakunya liberalisasi perdagangan
internasional. Akan tetapi Soeharto sebagai pengusaha Orde Baru yakin
sekali dengan prakarsa perdagangan bebas. Akhirnya yang terjadi adalah ramalan
OECD tersebut terbukti,yakni indonesia justru menghadapi persaingan baru dari
negara-negara maju yang mampu menghasilkan produk dengan kualitas baik dan
harga bersaing. Sedang produk Indonesia sulit masuk ke pasar negara maju karena
dihambat dengan pencabutan fasilitas kemudahan ekspor yang bernama Generalized
system of perfernce. GPS ini merupakan fasilitas yang diberikan oleh
Departemen Perdagangan AS kepada sejumlah negara untuk mengurangi dan
menghilangkan pajak impor bagi negara yang dianggap berdagang secara “sehat”
dengan AS.
Sejak
peristiwa WTC 11 September 2001, AS khususnya melakukan proteksi yang dikemas
dengan istilah undang-undang bio-terrorism,iso-labeling,eco-labeling ditambang
embargo ekonomi dan sangsi ekonomi. Peristiwa Santa Cruz di Timor Timur (waktu
itu) membuat Indonesia diembargo dalam padagan alat militer dan juga
perdagangan ekspor Indonesia ke AS. Tekanan paling keras dilakukan AS terhadap
negara industri baru di Asia Timur termasuk Indonesia. Hal ini dilakukan oleh
AS guna menyeimbangkan neraca perdagangan As yang merosot pada beberapa tahun
terakhir ini. Hal ini tentu berdampak pada perekonomian nasional karena
masuknya produk asing,embargo dan proteksi negara tujuan ekspor khususnya AS
menjadikan daya saing produk domestik lemah dan munculnya efek domino karena
tutupnya sejumlah industri,yaitu PHK dan pengangguran.
Perluasan
ekspor Indonesia terasa makin berat sejak dicabutnya GPS tahun 2005,belum lagi
halangan masuk (entry barrier) yang sengaja diciptakan oleh negara maju.
Sehingga ekspor tekstil Indonesia tidak memiliki kuota untuk masuk pasar AS.
Didalam negri gempuran produk China terus menerut terjadi,sehingga beberapa
industri domestik rontk dan merumahkan karyawannya.
Globalisasi
bukan hanya menggermpur pelaku ekonomi di negara sedang berkembang. Globalisasi
mampu mengendalikan demokrasi bahkan bertindak lebih jauh dengan mendikte apa
yang harus dilakukan pemenang pemilu yang diselenggarakan secara demokratis
sekalipun. Rakyat memang menentukansiapa yang menang dalam pemilihan umum.
Namun siapa yang akan duduk di kabinet bisa ditentukan oleh konstituen pasar
yang beradai di sentra finansial global.
Hal
diatas bisa terlihat jelas waktu presiden Soerharto kembali menduduki kursi
kepresidenan tahun 1996,presiden AS Bill Cliton mengutus Walter Mondale datang
ke Indonesia membujuk Soerharto agar sepenuhnya melakukan liberalisasi ekonomi
sesuai resep dari IMF. Mondale menunjukan jika Soeharto mengisi kabinetnya
dengan menteri yang anti globalisasi makan pasar akan merespon negatif.
Di pasar global Indonesai tidak menghadapi
persaingan biasa yang hanya menggantuknan diri pada mekanisme pasar,tetapi
Indonesia mengahadapi kekuatan yang terpola. Kekuatan ini bisa membentuk
TNCs,MNCs,pemerintahan negara kaya,lembaga dunia seperti IMF,World Bank dan
WTO. Indonesia saat ini berada dalam jebakan “Perang modern” yang dimulai dari
krisis moneter 1997/1998. (Deliarnov 2006).
5. Peran World Bank dalam Perekonomian Indonesia
Tiga pulu tahun (1967-1998) dukungan yang
telah diberikan oleh Bank Dunia mencapai lebih dari US$ 25M. Porsi terbersar
dari pembiayaan tersebut disedot oleh pembanguan infrastruktur yakni sebesar
40%. Sektor pertanian mencapai porsi 19%,sektor pembangunan perkotaan,air
bersih dan sanitasi mencapai 10%.
Pada dekade 1980-an,bank dunia mengawali
program bantuan untuk merestrukturisai sektor keuangan,selain upaya
pemerintahan melakukan deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Sedangkan
selama kurun waktu 1990-1998 perhatian bank dunia tersedot pada maslaha
lingkungan hidup. Prasyarat lingkungan hidup dijadikan prasyarat dalam
memberikan pinjaman pada Indonesia. Misalnya pinjaman pada sektor pertanian
dikaitkan dengan penghutanan kembali (reforestration) yang memang sangat
penting untuk dilakukan. Bahkan munculnya UU Lingkungan Hidup dan terbentuknya
Bapedal juga tidak lepas dari dukunga Bank dunia.
Perkembangan perekonomian Indonesia sejak
Pelaita 1 sampai dengan Pelita VI sangat mengagumkan sehingga Indonesia
dianggap sebagai salah satu “Asian Miracel”. Stabilitas ekonomi terjaga
memungkinkan investor melakukan ekspansi. Bank dunia terus menindak lanjuti
pembiayaan bagi sektor keuangan (tahun fiskal 1993) yang bertujuan untuk memacu
liberalis sektor keuangan. Namu upaya ini gagal karena tidak mencapai hasil
yang di harapkan dan membuahkan hasil krisis moneter pada tahun 1997
Tabel
XI.1
Alokasi
Pinjaman Bank Dunia perSektor (tahun 1969-1998)
·
Delianov,1997,Perkembangan Pemikiran Ekonomi,Raja Grafindo
Perkasa,Jakarta,hlm.106
·
Donald A.Bali.2004,Internasional Busines (Tantangan Persaingan Global).
Jakarta: Salemba Empat,hl.315
·
Hutagalung,200:353
Periode 2000-2003 program bank dunia terfokus
pada penurunan tingkat kemiskinan dengan pendekatan sentralisasi. Tiga tujuan
utamanya adalah : 1). Melanjutkan pemulihan ekonomi; 2). Menciptakan
pemerintahan yang bertanggung jawab dan trasnparan serta; 3). Menyediakan
pelayanan umum yang lebih baik terutama bagi kelompok miskin.
Pada tahun 2003 pemerintah Indonesia
memutuskan untuk tidak melanjutkan kerjasama dengan IMF serta menyusun paket
Kebijaksanaan Ekonomi Pasca Program IMF yang dikenal dengan “White paper” untuk
membuktikan upaya serius melanjutkan reformasi ekonomi mandiri kendali monitoring
pada tangan pemerintah Indonesia. Persoalan ini terkendala dengan masih kuatnya
KKN sehingga bank dunia menjadikan isu transparansi dan akuntabilitas menjadi
elemen dalam setiap proyeknya.
C. Peran IMF dalam Stabilitas Perekonomian
Indonesia
Pada tahun 1967 Indonesia kembali kerjasama
dengan IMF dengan kuota SDR 2 Milyar. Sebelumnya juga pernah memberikan
pinjaman pada Orde Lama sejumlah US$ 102 Juta. Selama tiga dasawarsa dukungan
IMF berupa penyediaan fasilitas Stand by Credit ( jangka menengah) agar
cadangan devisa di BI cukup guna menjaga nilai rupiah. Peran IMF menjadi sangat
penting pada saat krisi moneter,yaitu pada saat terjadi kesepakatan antara IMF
dengan Indonesia,yaitu berupa Letter of Intent (LOI).
Dengan
adanya jaminan IMF serta komitmen pemerintah untuk melakukan reformasi di
berbagai bidang seperti dituangkan dalam LOI,maka skema penjadwalan kembali
hutang luar negri yang jatuh tempo dapat dilakukan melalui skema Paris Club
(Hutang pemerintah)maupun London Club (hutang pemerintah/BI kepada swasta).
Sejumlah US$ 15 Miliar pinjaman pokok tekag dijadwalkan kembali pembayarannya
melalui Paris Club (US$ 4,2 miliar),Paris Club II ( US$ 5,4 miliar ) dam Paris
Club III (US$ 5,4 Miliar ). Dengan penjadwalan ini maka tekanan dan beban APBN
berkurang.
Secara
Umun progran yang disarankan IMF untuk mengembalikan stabilitas makro-ekonomi
dan kepercayaan pasar dapat dibagi menjadi tiga hal,yaitu :
a. Terwujudnya kerangka makro ekonomi yang kuat
b. Strategi komprehensif untuk melakukan
restrukturisasi sektor keuangan
c. Kebijakan struktural secara umum (termasuk
goog governance)
Kebijakan makro ekonomi secara umum mulai
menunjukan hasil yang menggembirakan. Hal ini ditunjukan dengan membauknya
nilai tukar rupiah pada oktober 1998 dan tingkat bunga perbankan mulai menurun.
Namun di satu sisi perekonomian mengalami pertumbuhan minus 13% dan infalnsi yang cukup tinggi.
Pada bulan Januari 2000 IMF kembali menyetujui
US$ 5 miliar extended found arranagement (EEF) untuk tiga tahun kedepan
dalam rangka mendukung program reformasi ekonomi dan struktrual.programnya
adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,menurunkan inflasi,mengurangi
hutang-hutang publik,mengembangkan pasar modal,reformasi perpajakan,mengurangi
subsidi secara bertahap,desentralisasi fiskal,melanjutkan restukturisasi
perbankan dan korporasi,privatissasi dan reformasi diberbagai sektor,serta
peningkatan kapasitas kelembagaan dan good governance.
Kemajuan
yang cukup strategis dalam penanganan masalah fundamental yang terjadi sejak
krisis 1997,mulai berhasil diatasi. Namun sayangnya kemajuan yang berarti
tersebut tidak memivu kemajuan di sektor riil. Untuk menggerakan sektor riil
dan memperluas kessempatan kerja diperluakan investasi baru, ketergantungan
indonesia terhadap IMF memang cukup besar namun hal tersebut dilakukan dalam
rangka memulihkan dan menggerakan perekonomian indonesia. Namun sejalan dengan
amanat MPR untuk segera mengakhiri program IMF,pemerintah telah mengeluarkan
serangkaian paket kebijakan menjelang dan sesudah berakhirnya program kerja
sama dengan IMF yang ditetapkan dengan inpres No.5 tahun 2003.
Dalam
rangka mengakhiri kerjasama dengan IMF maka pemerintah telah menyiapkan program
pemulihan ekonomi yang pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh pemerintah serta
memonitor hasilnya. Peran IMF tetap ada dan dituangkan dalam Post Program
Monitoring (PPM) yang merupakan proses konsultasu sebagai terjadi pada
negara yang baru saja mengakhiri program dengan IMF.
Setelah
tidak lagi kerjasama dengan IMF dan dalam rnagka melanjutkan reformasi untuk
mendayagunakan kemampuan sumber daya ekonomi dalam negri dan meningkatkan daya
tahan ekonomi secara berkelanjutan. Pemerintah Indonesia mengeluarkanpaket
kebijakan pada tahun 2003 dan 2004 yang berisi tiga pokok,yaitu :
1. Memelihara dan memantapkan stabilitas ekonomi
makro
2. Melanjutkan restrukturisasi dan reformasi
sektor keuangan
3. Meningkatkan investasi,ekspor dan penciptaam
kesempatan kerja.
D. Indonesia dan Perekonomian Global
Thomas R. Rumbaugh, Division Chief IMF untuk kawasan Asia
Pasifik,mengatakan performa ekonomi RI selama kuartal 1/2009 dengan catatan
laju PBD sebesar 4,4% ,menjadi salah satu pertanda kuatnya perekonomian
Indonesia dalam situasi krisis. Beliau mengungkapkan bahwa,dengan melihat
itu,revisi ke atas proyeksi laju ekonomi indonesia,sekarang laju PBD dapat
tumbuh pada kisaran 3%-4% tahun ini. Dalam laporan World Economic OutLook yang
dirilis dana moneter Internasional itu pada April,pertumbuhan ekonomi Indonesia
2009 diproyeksikan 2,5%,terendah dibandingkan dengan proyeksi lembahapenelitian
dan multilateral lain. Adapun pemerintah Indonesia mematok proyeksi PBD tahun
ini pada kisaran 4%-4,5%. Menurut Rumbaugh,proyeksi baru IMF dibuat dalam
kisaran karena masih ada ketidak pastian dalam situasi perekonomian dunia.
Meski
begitu,dana moneter yang berbasis di Washington DC itu memperkirakan tekanan
inflasi 2009 di indonesia akan terus moderat ke angka sekitar 5%. Di tengah
krisis ekonomi dunia,pemerintah dan bank sentral dinilai telah cukup berhasil
dalam melakukan langkah antisipasi dibandingkan dengan negara-negara lain. Dari
sisi kebijakan moneter dan nilai tukar,IMF menilai pemangkasan BI Rate 250
basis poin sejak Desember 2008 sebagai langkah yang tepat. Akan tetapi,dari
sisi fiskal dia mengingatkan pentingnya pemerintah menggenjot penyerapan
belanja langsung stimulus fiskal pada periode semester II/2009.
Pasalnya,kinerja ekonomi kuartal I yang cukup baik lebih didukung oleh faktor
stimulus pemotongan pajak yang telah terserap dan juga pemilu legislatif.
Syahrial
Loetan,sekretaris Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Sestama
Bappenas,menilai revisi proyeksi laju PBD Indonesia oleh IMF menajdi lebih baik
merupakan pertanda lembaga itu menyadari kesalahan proyeksi sebelumnya.
Penguatan arus dan masuk ke pasar modal ikut mengerek nilai tukar rupiah hingga
menembus lebel Rp. 9.000 atau menguat 21,5% dari posisi tertinggi pada november
2008 yang mencapai Rp.12.650 per dolar AS. Penggerakan rupiah untuk pertama
kalinya sejak perdagangan Oktober 2008 terapretasi melampaui Rp. 10.000 setelah
IHSG menguat 8hari berturut-turut ke level 2.078,93, atau mencetak rekor
kenaikan simultan terpanjang sejak periode bullish 2007. Indek
secara kumulatif mengumpulkan 187,96 poin atau naik 9,94 dalam 6 hari
terakhir,kenaikan itu lebih tinggi dari rally simultan terpanjang 29
Juni-10 Juli pada 2 tahun lalu sebesar 143,1 poin (6,7%).
6. Ekonomi Indonesia dan Demokrasi
Indonesia saat ini,tulis Boediono,masih berada
pada zona resiko tinggi untuk kehidupan demokrasi. Hal ini terlihat dari segi
pendapatan per kapitanya yang masih kurang mendukung terselenggaranya demokrasi
secara baik. Dengan pendapatan per kapita sekitar US$ 3.987 ( Interational
Monetary Fund,2008) GFP Purshasing Power Vanuatu dan Fuji,Indonesia masih
berada di zona rawan dalam demokratis. Kenapa ? menurut penelitian,batas kritis
bagi kelangsungan demokrasi di dunia adalah apabila pendapatan per kapita sebuah
negara mencapai US$ 6.600. dari sebuah penelitian studi ekonomi dan
demokrasi,tercatat bahwapada kurun 1950-1990,rezim demokrasi di Negara-negara
dengan penghasilann per kapita US$ 1.500 (di hitung berdasarkan PPP tahun 2001)
hanya mempunyai harapan hidup 8 tahun. Pada tingkat penghasilan per kapita US$
1.500-US$ 3.000,rezim demikrasi dapat bertahan rata-rata 18 tahun dan pada
tingkat pendapatan perkapita du atas US$ 6.000 daya hidup system demokrasi di
sebuah negara jauh lebih besar dan probabilitas kegagalannyahanya 1:500.
a. Posisi Indonesia
Dengan pendapatan per kapita Indonesia yang
diperkirakan sekitar US$ 4.000,dimana batas krisis bagi demokrasi sekitar US$
6.600,maka indonesia belum mencapai 2/3 jalan menuju batasan bagi demokrasi.
Oleh karena itu,menurut Boediono,pada tahap awal kehidupan demokrasi,indonesia
sebaiknya memberikan prioritas tertinggi bagi upaya memacu pertumbuhan ekonomi
dan sejau mungkin mengindari krisis. Hal ini akan sangat mengurangi resiko
kegagalan demokrasi. Hal terbaik yang harus dilakukan kata Boediono,adalah
secepatnya membangun perekonomian agar income per kapita bangsa indonesia
mencapai batas aman bagi pemerintah demokrasi,yaitu US$ 6.600.
Menurut Boediono,pertumbuhan
ekonomi akan membantu tumbuhnya kelompok pembaharus dengan catatan:
pertama,pertumbuhan itu menyentuh dan broad-based ; dan kedua prosesnya
mengandalkan kegiatan berdasarkan hasil kerja,inisiatif dan kekuatan sumber
daya manusia-bukan dengan penjualan kekayaan alam,utang luar negri,dan “rezeki
nomplok” lainnya.
b. Indonesia Cepat Lalui Krisis.
Menurut Institute for Management Development
(IMD),lembaga think thank dan pendidikan yang berpusat di
Swiss,Indonesia seperti negara-negara lain di Asia Tenggara,memiliki daya tahan
yang cukup baik. Indonesia juga dianggap memiliki kemampuan untuk pulih dengan
cepat karena telah mengalami krisis keuangan cukup parah pada tahun 1997-1998
sehingga lebih baik dalam mengantisipasi krisis saat ini. IMD mengatakan
bahwa,negara-negara seperti itu seringkali mampu untuk beradaptasi dan pulih
pada masa sulit. Penjelasan lain adalah karena mereka telah mengalami krisi
keuangan cukup parah dan krisis properti satu decade lalu dan jadi lebih
waspada dalam kebijakannya.
Stress test versi IMD
merupakan analisis untuk mengukur sejauh mana Negara dapat melalui krisis dan
memperbaiki daya saing pada masa depan. Analisis dengan cakupan survey 57
negara itu mengambil indikator proyeksi ekonomi,pemerintah,bisnis dan
masyarakat sebagai basis penilaiannya. Dari empat faktor yang dinilai dalam
stress test,daya tahan indonesia untuk indikator pemerintah berada di
peringkat-26. Adapun indikator lain seperti proyeksi ekonomi,bisnis dan
masyarakat masing-masing masuk ke posisi 33,36 dan 33.
Mentri koordinator bidang perekonomia Sri
Mulyani Indrawati optimis peringkat stress test indonesia akan lebih
baik pada tahun kedepan karena survey IMD dilakukan terhadap indicator ekonomi
sepanjang 2008,ketika negri ini masih diliputi dampak krisi cukup parah.
Kenyataannya,katanya,kinerja perekonomian pada kuartal 1/2009 dan proyeksi
ekonomi RI sepanjang tahun ini lebih baik dibandingkan dengan negara-negara
lain.
Perekonomian indonesia pada kuartal II/2009 di proyeksi sedikit melambat
dibandingkan dengan kuartal sebelumnya,kendati secara tahunan diyakini masih
akan tumbuh 4%. Direktur perencanaan Makro Kemeneg PPN/Kepala Bappenas Bambang
Prijambodo secara pribadi meyakini pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2009
masih akan positif meski tidak sebesar realisasi kuartal 1/2009 lebih rendah di
kisaran 4,4%. Konsumsi masyarakat masih akan,menjadi pedorong utama dari
pertumbuhan ekonomi kuartal II/2009 yang masih terjaga dengan adanya laksana
pemilihan umum. Ekonomi indeks Ikhsan Modjo,masih mengatakan pertumbuhan
ekonomi kuartal II/2009 kemungkinan akan turun sedikit karea ekspor dan
infestasi masih lemah.
c. Rasio Utang RI Turun 31%
Pada tahun 1999 rasio utang Indonesia 100%
karena saat itu pemerintah harus mengeluarkan surat utang baru sekitar Rp.600
triliun untuk menyelamatkan perbankan nasional. Setelah itu rasio terus
menurun. Menkeu mengatakan bawa,semua pemerintahan,mulai dari presiden
Habibi,Gusdur,Megawati,hingga sejarang memiliki kebijakan yang sama,menurunkan
rasio utang-utang.
Tahun 2003,rasio utang Indonesia terhadap PBD 61% memasuki 2008 menjadi 33%
terhadap PBD,dan tahun ini pemerintah berniat menurunkan kembali menjadi 32%.
Total utang pemerintah indonesia saat ini hingga 29 mei 2009 mencapai 1.700
triliun,yakni pinjaman luar negri Rp.732 triliun dan surat berharga negara(SBN)
Rp.968 triliun,yaitu pinjaman luar negri Rp. 730 triliun dan SBN Rp.960
triliun.
Dengan demikian,sosok kerajaan
bisnis yang dibangun di atas fondasi semu dan tumpukan utang. Menjadi tidak
berdaya menghadapi krisis ekonomi. Sampai titik inipun,pemerintah nampaknya
belum juga bangkit kesadarannya,bahwa menyelamatkan sektor modern dengan cara
“habis-habisan” (all out dan at all cost) seperti yang terus dilakukan selama
ini mengandung konsekuensi yang teramat riskan. Pemerintah masih terobsesi dan
selalu disugesti seakan-akan hanya dengan sektor modern itulah bangsa berdaulat
ini dapat kembali bangkit dari keterpurukannya.
Diluar semua itu,sesungguhnya
terdapat kekuatan yang luar biasa yang justru telah menyelamatkan negri ini
dari kebangkrutannya,yaitu ekonomi rakyat. Di atas kertas,perekonomian bangsa
ini seharusnya sudah “gulung tikar” sejak angka-angka statistik ekonomi pada
periode krisis (1997-1999) menunjukan kecenderungan yang terus memburuk.
Nyatanya,kondisi sekarat itu hanya terjadi pada sektor-sektor yang mampu
tercatat dan terfleksikan dalam angka-angka statistik itu. Di luar angka-angka
itu,yang tidak mampu dicatat oleh sistem statistik yang ada,sesungguhnya masih
menyimpan potensi,kekuatan dan daya tahan yang sangat besar. Bila bangsa ini
cukup cerdas untuk menterjemahkan hikmah krisis ekonomi,secara tidak langsung
(belssing in disguise) seharusnya peristiwa menyakitkan ini justru dapat
menjadi pelajaran yang dipetik hikmahnya. Kesimpulannya,pengabaian (ignoring)
eksistensi ekonomi rakyat dan sektor tradisional sudah tiba saatnya untuk
segera dihentikan.
7. Dampak Perekonomian Indonesia Pasca Krisis
Ekonomi Global
Tangal 5 September 2008 menjadi catatan kelam sejarah perekonomian
Amerika Serikat,kebangkrutan Leman Brothers yang merupakan salah satu saham
investasi atau bank keuangan senior dan terbesar ke 4 di Amerika Serikat
menjadi awal dari drama krisis keuangan di negara yang mengagung-agungkan
sistem kapitalis tanpa batas. Siapa yang menyangka suatu negara yang merupakan
tembok kapitalis dunia akan runtuh. Celakanya apa yang terjadi di AS dengan
cepat menyebar dan menjalar ke seluruh dunia. Hanya beberapa saat setelah
informasi runtuhnya pusat keuangan dunia di Amerika,tansaksi bursa saham
diberbagai belahan dunia seperti
Hongkong,china,australia,singapura,KoreaSelatan,dan negara lainya mengalamu
penurunan drastis,bahkan Bursa Saham Indonesia (BEI) harus disuspend selama
beberapa hari,pemerintah Indonesia pun kelihatan panik dakam menyiakapi
permasalahan ini,peristiwa ini menandai fase awal dirasakanya dampak krisis
ekonomi global yang pada mulanya terjadi
di Amerika Serikat di rasakan oleh negara Indonesia juga.
Dilihat
dari faktor penyebabnya,krisi ekonomi global pada saat ini berbeda dengan
krisis ekonomi yang melanda Indonesia lebih kurang satu dasawarsa lalumyang
mana pada saat itu krisis ekonomi yang melanda Indonesia lebih disebabkan oleh
ketidak mampuan Indonesia menyediakan alat pembayaran luar negri,dan tidak
kokohnya struktur perekonomian Indonesia,tetapi krisis keuangan global pada
tahun 2008 ini berasal dari faktor-faktor yang terjadi di luar negri. Tetapi
kalau kita tidak hati-hati dan waspada dalam menyikapi permasalahan ini,tidak
mustahil dampak krisis keuangan global pada tahun 2008 ini akan sama atau
bahkan lebih buruk jika dibandingkan dengan dampak krisis ekonomi yang tejadi
pada tahun 1998.
Perlambangan pertumbuhan ekonomi dunia,selain
menyebabkan volume perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam,juga akan
berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut,terjadinya
penurunan kapasitas produksi,dan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran dunia.
Bagi negara-negara berkembang dan merging amarkets,situasai ini dapat merusak
fundamental perekonomian,dan memicu terjadinya krisis ekonomi.
Kekhawatiran
datas dampak negatif pelemahan ekonomi global terhadap perekonomian di
negara-negara emerging markets dan fenomena flight to quality dari
investor global di tengah krisis keuangan dunia dewasa ini,telah memberikan
tekakan pada mata uang seluruh dunia,termasuk Indonesia dan mengeringakan
likuiditas doalar AS dipasar domestik banyak negara. Hal ini menyebabkan pasar
valas di negara-negara maju maupun berkembang cenderung bergejolak ditengah
ketidak pastian yang meningkat.
Sebagai
negara dengan perekonomian terbuka,meskipun Indonesia telah membangun momenum
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,tidak akan telepas dari dampak negatif
pelemahan ekonomi dunia tersebut. Krisis keuangan global yang mulai berpengaruh
secara signifikan dalam triwulan III 2008,dan second round effectnya akan mulai
dirasakan meningkat infetasinya pada tahun 2009,diperkirakan akan berdampak
negatif pada kinerja ekonomi makro Indonesia dalam tahun 2009 baik di sisi
neraca pembayaran dan neraca sektor riil,maupun sektor moneter dan sektor
finansial (APBN).
Dampak
negatif yang paling cepat dirasakan sebagai akibat dari krisis perekonomian
global adalah pada sektor keuangan melalui aspek sentimen psikologis maupun
akibat merosotnya likuiditas global. Penuruanan indeks harga saham di Bursa
Efek Indonesia (BEI) mencapai sekitar 50,0%,dan depersiasi nilai tukar rupiah
disertai dengan volatilitas yang meningkat. Kecenderungan volatilitas nilai
tukar rupiah tersebut masih akan berlanjut hingga tahun 2009 dengan masih
berlangsungnya upaya penurunan utang (deleveranging) dari lembaga keuangan
global.
a. Dampak Krisis Ekonomi Global terhadap Perekonomian Indonesia
Asumsi inflasi dalam APBN 2008 yang ditetapkan sebesar 6,5% menurut
Adiningsih (Ekonom dari Universitas Gajah Mada ) dalah harian Suara karya
(16/4/08), dapat melebihi 10% akibat tekanan berat dari kondisi perekonomian
global yang berada diluar kendali pemerintah. Adiningsih mengemukakan bahwa
seharusnya pemerintah menysun APBN secara konservatif,karena apabila APBN
dirubah terus,tentu akan menimbulkan keridakpercayaan masyarakat. Dia juga
mengungkapkan bahwa dunia usaha juga tergantung pada pengelolaan dan realisasi
APBN. Apabila APBN tidak konsisten,maka dapat dipastikan dunia usaha akan sulit
tumbuh,sehingga sulit diharapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Mengenai
besaran asumsi inflasi dalam APBNP,menurutnya tidak masuk akal,karena pada
akhir tahun 2008 terdapat beberapa hari raya yang sudah memicu inflasi lebih
tinggi. Disamping itu harga minyak mentah yang masih akan melambung dan harga
pangan dunia yang meroket. Hal ini akan mempengaruhi harga komoditas di dalam
negri. Tidak semua komoditas dapat dikendalikan oleh pemerintah. Tambahan
lagi,banyak barang import termasuk yang illegal masuk ke pasar indonesia.
Hingga akhir tahun ini diperkirakan gejolak pasar Keuangan dunia belum akan
reda. Seandainya amerika serikat meningkatkan suku bunga kredit,akan berdampak
terhadap indonesia dan dikhawatirkan inflasi akan melebihi satu digit.
Dalam
menghadapi situasi perekonomian global yang tidak pasti,Raden Pardede (salah
satu calon gubernur BI yang di tolak DPR) mengemukakan pendapatnya bahwa
pemerintah harus membatasi besaran anggaran untuk subsidi. Menurutnya dengan
asumsi harga minyak mentah sebesar US$ 95per barel,total subsidi mencapai
sekitar 33triliun. Jika harga minyak tenryata lebih dari US$ 100 per
barel,diperkirakan lebih dari 30% anggaran belanja habis untuk subsidi,bagai
mana dengan sektor lainnya,katanya.
Berkaitan dengan kekurangan dana dalam APBN pasti dicarikan melalui
pembiayaan yang salah satunya adalah dengan penertiban Surat Utang Negara (SUN)
disesuaikan dengan melihat kemampuan pasar untuk menyerapnya. Tetapi jika
subsidi tidak dibatasi,investor akan khawatir mengenai kemampuan negara dalam
melakukan pembayaran. Hal ini dapat menimbulkan ketidak pastian dan rendahnya
daya serap SUN. Pendapat dari kedua pengamat ekonomi tersebut perlu diperhatikan
sebagai informasi untuk mewaspadai bahwa kondisi perekonomian dunia yang saat
ini sedang bergolak penuh ketidak pastian akan berdampak terhadap tingkat
inflasi,alokasi anggaran untuk subsidi dan daya serap SUN untuk pembiayaan
deficit APBN. Namun demikian,apabila dalam perjalanannya asumsi-asumsi dalam
APBNP 2008 meleset jauh dari kenyataan,pengamat ekonomi tidak seharusnya
semata-mata menyalahkan pemerintah,karena APBNP 2008 tersebut merupakan hasil
pembahasan dan kesepakatan antara pemerintah dengan DPR. Tambahan lagi,jika
asumsi dalamAPBNP tidak sesuai lagi dengan perkembangan kondisi
perekonomian,mau tidak mau APBN 2008
harus direvisi kembali. Krisis keuangan yang terjadi di AS sudah terlihat
tanda-tandanya beberapa waktu lalu. Tetapi baru dianggap serius oleh pemerintah
Indonesia sejak tanggal 8 oktober 2008 saat IHSG di BI turun tajam sampai
10,38% dan mengharuskan pemerintah menghentikan kegiatan dipasar bursa modal
beberapa hari. Sebenaranya banyak akibat yang di rasakan oleh Indonesia dengan
adanya krisis keuangan di AS,baik akibat positif seperti turunnya harga minyak
dunia yang menembus $61 per barel dan akibat negative seperti turunnya nilai rupiah,berkurangnya
nilai export,turunya investasi atau terjadi flyingout,namun demikian akibat
negatif lebih banyak dirasakan bagi perekonomian Indonesia terutama bagi sektor
riil yang mempunyai pangsa ekspor,pemerintah harus sungguh-sungguh menangani
masalah ini karena pada akhirnya apabila tidak ditangani dengan benar akan
mengakibatkan distabilitas negara atau sering orang bilang akan terjadi Krisis
seri kedua.