BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persoalan-persoalan
ekonomi pada hakekatnya adalah masalah transformasi atau pengolahan
alat-alat/sumber pemenuh/pemuas kebutuhan, yang berupa faktor- faktor produksi
yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam dan keterampilan (skill) menjadi
barang dan jasa. Seperti yang kita ketahui bahwa yang menentukan bentuk suatu
sistem ekonomi kecuali dasar falsafah negara yang dijunjung tinggi, maka yang
dijadikan kriteria adalah lembaga-lembaga, khususnya lembaga ekonomi yang
menjadi perwujudan atau realisasi falsafah tersebut. Pergulatan pemikiran
tentang sistim ekonomi apa yang sebaiknya di diterapkan Indonesia telah dimulai
sejak Indonesia belum mencapai kemerdekaannya. Sampai sekarang pergulatan
pemikiran tersebut masih terus berlangsung, hal ini tecermin dari perkembangan
pemikiran tentang sistem ekonomi pancasila SEP.
Bung Hatta selain sebagai tokoh
Proklamator bangsa Indonesia, juga dikenal sebagai perumus pasal 33 UUD 1945.
Bung Hatta menyusun pasal 33 didasari pada pengalaman pahit bangsa Indonesia
yang selama berabad-abad dijajah oleh bangsa asing yang menganut sitem ekonomi
liberal-kapitalistik. Penerapan sistem ini di Indonesia telah menimbulkan
kesengsaraan dan kemelaratan, oleh karena itu menurut Bung Hatta sistem ekonomi
yang baik harus berasaskan kekeluargaan. Pemikiran Wipolo disampaikan pada
perdebatan dengan Wijoyo Nitisastro tentang pasal 38 UUDS (pasal ini identik
dengan pasal 33 UUD 1945), 23 september 1955.menurut Wilopo, pasal 33 memiliki
arti SEP sangat menolak sistem liberal, karena itu SEP juga menolak sector
swasta yang merupakan penggerak utama sistem ekonomi liberal-kapitalistik.
Menurut Mubyarto, SEP adalah sistem
ekonomi yang bukan kapitalis dan juga sosialis. Salah satu perbedaan SEP dengan
kapitalis atau sosialis adalah pandangan tentang manusia. Dalam sistem
kapitalis atau sosialis, manusia dipandang sebagai mahluk rasional yang
memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan akan materi saja. Sumitro
Djojohadikusumo dalam pidatonya di hadapan School of Advanced International
Studies di Wasington, AS Tanggal 22 Februari 1949, menegaskan bahwa yang
dicita-citakan bangsa Indonesia adalah suatu macam ekonomi campuran.
Lapangan-lapangan usaha tertentu akan dinasionalisasi dan dijalankan oleh
pemerintah, sedangkan yang lain-lain akan terus terletak dalam lingkungan usaha
swasta.
Secara normatif landasan idiil sistem ekonomi Indonesia
adalah Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem
ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan
moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan
yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi);
Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan,
sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan
kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial
(persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama – bukan kemakmuran
orang-seorang). Dari butir-butir di atas, keadilan menjadi sangat utama di
dalam sistem ekonomi Indonesia. Keadilan
merupakan titik-tolak, proses dan tujuan sekaligus. Pasal 33 UUD 1945
adalah pasal utama bertumpunya sistem ekonomi Indonesia yang berdasar
Pancasila, dengan kelengkapannya, yaitu
Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.
Berdasarkan TAP MPRS XXIII/1966,
ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian menjadi ketentuan dalam
GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan berlakunya Pasal-Pasal
33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal dari Pasal-Pasal UUDS tentang hak milik yuang berfungsi
sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan. Dalam GBHN 1993 butir-butir
Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan
GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi dan diperkirakan
“dikembalikan” ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945. Landasan normatif-imperatif
ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada
posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai ummat yang
dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling
tolong-menolong dan bergotong-royong.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa
saja masalah dan hambatan pertumbuhan ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia?
2.
Hal
apa saja yang melatarbelakangi pertumbuhan ekonomi?
3.
Bagaimana
pengaruh penduduk, tenaga kerja, dan upah dalam pertumbuhan ekonomi?
4.
Apa
yang dimaksud dengan pendapatan nasional dan distribusi pendapatan dalam system
ekonomi?
5.
Apa
yang dimaksud dengan konsumsi, tabungan dan invetasi? Serta pengaruh ketiga
aspek tersebut dalam system ekonomi?
1.3 Tujuan
1.
Untuk
mengetahui masalah dan hambatan pertumbuhan ekonomi yang dihadapi oleh
Indonesia.
2.
Untuk
mengetahui faktor-faktor pendorong pertumbuhan.
3.
Untuk
meninjau kesejahteraan rakyat dari segi system ekonominya.
4.
Untuk
mengetahui yang dimaksud dengan pendapatan nasional dan distribusi pendapatan
dalam system ekonomi.
5.
Untuk
mencari tahu yang dimaksud dengan konsumsi, tabungan dan invetasi. Serta
pengaruh ketiga aspek tersebut dalam system ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masalah dan Hambatan Pertumbuhan Ekonomi
Dapat diartikan suatu keadaan
perekonomian yang menunjukkan adanya kenaikan (pertumbuhan) PDB (Produk
Domestik Bruto). Pemerintah berusaha menciptakan iklim perekonomian yang
prospektif untuk memacu pertumbuhan perekonomian, tetapi banyak masalah yang
mengakibatkan pertumbuhan ekonomi tidak optimal, diantaranya kombinasi produksi
yang terbatas. Misalnya ingin menciptakan swa-sembada beras tetapi tidak didukung
dengan produksi komoditas pengganti beras, akibatnya selalu kekurangan
produksi. Permasalahan pokok yang dihadapi oleh negara sedang berkembang
terletak pada hasil pembangunan masa lampau, dimana strategi pembangunan
ekonomi yang menitikberatkan secara pembangunan dalam arti pertumbuhan ekonomi
yang pesat ternyata menghadapi kekecewaan.
Banyak negara dunia ketiga yang sudah
mengalami petumbuhan ekonomi, tapi sedikit sekali manfaatnya terutama dalam
mengatasi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan dalam distribusi
pendapatannya. Jurang si kaya dan si miskin semakin melebar. Penganggur dan
setengah menganggur di desa maupun di kota semakin meningkat. Problem dari
masalah kemiskinan, serta keadaan perumahan yang tidak memadai. Ketimpangan dan
ketidakmerataan serta pengangguran tidak hanya dalam kontek nasional, tetapi
dalam konteks internasional yang memandang negara-negara yang sedang berkembang
sebagai bagian peningkatan interdependensi (saling ketergantungan) yang sangat
timpang dalam sistem ekonomi dunia. Di negara maju titik berat strategi
pembangunan nampaknya ditekan untuk mengalihkan pertumbuhan menuju usaha-usaha
yang menyangkut kualitas hidup. Usaha-usaha tersebut dimanifestasikan secara
prinsip dalam perubahan keadaan lingkungan hidup.
Pada prinsipnya problem-problem
kemiskinan dan distribusi pendapatan menjadi sama-sama penting dalam
pembangunan negara tersebut. Penghapusan kemiskinan yang meluas dan pertumbuhan
ketimpangan pendapatan merupakan pusat dari semua problem pembangunan yang banyak
mempengaruhi strategi dan tujuan pembangunan. Oleh karena itu ahli ekonomi
mengemukakan bahwa untuk perbaikan jurang pendapatan nasional hanya mungkin
bila strategi pembangunan mengutamakan apa yang disebut keperluan mutlak,
syarat minimum untuk memenuhi kebutuhan pokok, serta yang dinamakan kebutuhan
dasar. Pengalaman pembangunan di banyak negara dewasa ini menunjukkan, bahwa
terdapat pertentangan antara gagasan dan praktek pembangunan ekonomi.
Gagasan pembangunan kontemporer
berpendirian, bahwa globalisasi akan selalu memberikan efek positif yang
menguntungkan. Pada prakteknya itu tidak selalu terjadi. Krisis finansial yang
melanda Asia Timur dan Asia Tenggara merupakan contoh ekses negatif
globalisasi. Globalisasi dan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai tidak
selalu diikuti pemerataan dan keadilan sosial. Hal ini selanjutnya membawa kita
pada dilema pokok dalam gagasan pembangunan, yaitu adanya perdebatan di antara
para pakar tentang strategi yang seharusnya didahulukan, antara pertumbuhan dan
pembangunan. Kelompok pertama menyatakan, bahwa pertumbuhan ekonomi harus
didahulukan untuk mencapai tujuan-tujuan lain dalam pembangunan. Kelompok
lainnya berpendapat, bahwa bertolak dari tujuan yang sebenarnya ingin dicapai,
maka aktivitas yang berkaitan langsung dengan masalah pembangunan itulah yang
seharusnya didahulukan, sehingga tercapai pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan.
Perdebatan ini menarik untuk diikuti karena
masing-masing kelompok berpendapat dengan argumen yang kuat. Profesor Mubyarto
dan Profesor Bromley mempunyai gagasan baru dalam pembangunan, yaitu tentang
pentingnya peran kelembagaan dalam pembangunan. Selama aspek kelembagaan belum
diperhatikan dengan baik, maka akan sulit untuk merumuskan dan melaksanakan
aktivitas pembangunan yang mendukung terwujudnya pemerataan sosial, pengurangan
kemiskinan, dan usaha-usaha peningkatan kualitas hidup lainnya. Aspek
kelembagaan ini berperan penting dalam meningkatkan kemampuan ekonomi
masyarakat, khususnya masyarakat miskin, dalam memanfaatkan kesempatan ekonomi
yang ada. Inovasi dalam kebijakan publik semacam ini akan senantiasa memberikan
perhatian terhadap tiga hal penting, yaitu etika, hukum, dan ilmu ekonomi.
Etika menekankan pada persepsi
kolektif tentang sesuatu yang dianggap baik dan adil, untuk masa kini maupun
mendatang. Hukum menekankan pada penerapan kekuatan kolektif untuk melaksanakan
ethical consensus yang telah disepakati. Sementara itu, ilmu ekonomi menekankan
pada perhitungan untung rugi yang didasarkan pada etika dan landasan hukum suatu
negara.
a. Kemiskinan
Untuk memahami lebih jauh persoalan
kemiskinan ada baiknya memunculkan beberapa kosakata standar dalam kajian
kemiskinan (Friedmann, 1992: 89) sebagai berikut : Powerty line (garis kemiskinan). Yaitu tingkat konsumsi rumah
tangga minimum yang dapat diterima secara sosial. Absolute and relative poverty (kemiskinan absolut dan relatif).
Yaitu kemiskinan yang jatuh dibawah standar konsumsi minimum dan karenanya
tergantung pada kebaikan. Sedangkan relatif adalah kemiskinan yang eksis di
atas garis kemiskinan absolut yang sering dianggap sebagai kesenjangan antara
kelompok miskin dan kelompok non miskin berdasarkan income relatif. Ada
beberapa faktor penyebab kemiskinan, Secara
sosio ekonomis, terdapat dua bentuk kemiskinan, yaitu :
1. Kemiskinan absolut
adalah suatu kemiskinan di mana orang-orang miskin memiliki tingkat pendapatan
dibawah garis kemiskinan, atau jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup minimum, kebutuhan hidup minimum antara lain diukur dengan kebutuhan
pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan, kalori, GNP per kapita,
pengeluaran konsumsi dan lain-lain.
2. Kemiskinan relatif
adalah kemiskinan yang dilihat berdasarkan perbandingan antara suatu tingkat
pendapatan dengan tingkat pendapatan lainnya. Contohnya, seseorang yang
tergolong kaya (mampu) pada masyarakat desa tertentu bisa jadi yang termiskin
pada masyarakat desa yang lain.
Di samping itu terdapat juga
bentuk-bentuk kemiskinan yang sekaligus menjadi faktor penyebab kemiskinan
(asal mula kemiskinan). Yaitu terdiri dari:
1. Kemiskinan natural
adalah keadaan miskin karena dari awalnya memang miskin. Kelompok masyarakat
tersebut menjadi miskin karena tidak memiliki sumberdaya yang memadai baik
sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya pembangunan, atau
kalaupun mereka ikut serta dalam pembangunan, mereka hanya mendapat imbalan
pendapatan yang rendah. Menurut Baswir (1997: 21) kemiskinan natural adalah
kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti karena cacat, sakit,
usia lanjut atau karena bencana alam.
2. Kemiskinan kuktural
mengacu pada sikap hidup seseorang atau kelompok masyarakat yang disebabkan
oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya di mana mereka merasa hidup
berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat seperti ini tidak
mudah untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mau berusaha untuk
memperbaiki dan merubah tingkat kehidupannya. Akibatnya tingkat pendapatan
mereka rendah menurut ukuran yang dipakai secara umum.
3. Kemiskinan
struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor buatan manusia
seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi aset produksi yang tidak
merata, korupsi dan kolusi serta tatanan ekonomi dunia yang cenderung
menguntungkan kelompok masyarakat tertentu. Selanjutnya Sumodiningrat (1998:
27) mengatakan bahwa munculnya kemiskinan struktural disebabkan karena berupaya
menanggulangi kemiskinan natural, yaitu dengan direncanakan bermacam-macam
program dan kebijakan.
b. Pengangguran
Ketenagakerjaan di Indonesia
merupakan masalah klasik. Di satu sisi kelebihan angkatan kerja dan di sisi
lain kesulitan mencari tenaga kerja yang trampil dan produktif. Pengangguran
menjadi beban tenaga kerja produktif. Bila tingkat ketergantungan semakin besar
akan berdampak persoalan sosial, politik, dan meningkatnya kriminalitas.
Tingkat produksi menurun, pertumbuhan ekonomi melambat dan tingkat
kesejahteraan masyarakat turun.
c. Inlfasi
Inflasi (inflation) adalah suatu
gejala dimana tingkat harga mengalami kenaikan terus menerus. Berdasarkan
definisi tersebut, kenaikan harga umum yang terjadi sekali waktu saja, tidaklah
dapat dikatakan sebagai inflasi.
d. Neraca Pembayaran
Internasional (NPI)
Yang menjadi sorotan dalam NPI adalah
‘Neraca Transaksi Berjalan’ (current account), yaitu merupakan gabungan antara
Neraca Perdagangan (ekspor – impor) dan Neraca Jasa yang mencakup jasa faktor
produksi dan jasa non faktor produksi. Neraca Pembayaran dapat DEFISIT jika
IMPOR > EKSPOR. Neraca Pembayaran dapat SURPLUS jika EKSPOR > IMPOR.
e. Kurs ( Nilai Tukar Mata Uang ).
Seperti halnya inflasi, kestabilan
kurs sangat penting Jika kurs tidak stabil akan mengganggu roda perekonomian
negara, hal ini dikarenakan pelaku ekonomi kesulitan dalam mengambil keputusan
ekonominya.
2.2 Faktor Pendorong
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan
sebagai proses perubahan perekonomian secara signifikan pada suatu Negara dalam
waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat juga diartikan sebagai proses
kenaikan produksi yang dapat dilihat pada pendapatan nasional suatu Negara.
Pertumbuhan ekonomi suatu Negara dapat dilihat dari jumlah balas jasa riil
terhadap pemakaian faktor-faktor produksi pada tahun-tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi tak dapat dilepaskan dari pembangunan ekonomi dan juga
sebaliknya. Kedua-duanya saling melengkapi yakni pembangunan ekonomi mendorong
pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi memperlancar proses
pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi itu sendiri berarti kenaikan pendapatan
total dan perkapita suatu Negara yang dapat dihitung dari pertambahan penduduk
serta pemerataan pendapatan penduduk pada suatu Negara.
Pengertian pertumbuhan ekonomi harus
dibedakan dengan pembangunan ekonomi.Dalam makalah pertumbuhan ekonomi
ini,penulis ingin menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi hanyalah merupakan salah
satu aspek saja dari pembangunan ekonomi yang lebih menekankan pada peningkatan
output agregat khususnya output agregat per kapita.Pertumbuhan ekonomi dapat
diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara
berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas
produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan
nasional. Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah balas
jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih
besar daripada tahun sebelumnya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi yaitu:
1. Faktor Sumber Daya
Manusia, Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga
dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam
proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada
sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi
yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan.
2. Faktor Sumber Daya
Alam, Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam
melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian, sumber daya alam saja tidak
menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung oleh
kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang
tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud dinataranya kesuburan tanah, kekayaan
mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.
3. Faktor Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja
yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih
berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas
pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan
laju pertumbuhan perekonomian.
4. Faktor Budaya,
Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang
dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses
pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat
mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur,
ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan
diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
5. Sumber Daya Modal,
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan
kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting
bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal
juga dapat meningkatkan produktivitas.
2.3 Penduduk, Tenaga
Kerja, dan Tingkat Upah (Kesejahteraan)
2.3.1 Penduduk
Penduduk atau warga suatu negara atau
daerah bisa didefinisikan menjadi dua:Yang pertama, Orang yang tinggal di daerah tersebut. Kedua,
Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain
orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti
kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain. Dalam sosiologi,
penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang
tertentu. Masalah-masalah kependudukan dipelajari dalam ilmu Demografi.
Berbagai aspek perilaku menusia dipelajari dalam sosiologi, ekonomi, dan
geografi. Demografi banyak digunakan dalam pemasaran, yang berhubungan erat
dengan unit-unit ekonmi, seperti pengecer hingga pelanggan potensial.
Orang pertama yang menulis secara
sistematis tentang bahaya daripada pada pertumbuhan penduduk adalah Thomas
Malthus. Ia adalah salah seorang pendeta dan juga ahli politik ekonomi bangsa
Inggris. Pada tahun 1978 ia menerbitkan buku analisis kependudukan berjudul
“Essay On The Principle of Population” dan mempertahankan pendapatnya bahwa
“natural law” atau hukum alamiah yang mempengaruhi atau menentukan pertumbuhan
penduduk. Menurut Malthus, penduduk akan selalu bertambah lebih cepat
dibandingkan dengan pertambahan bahan makanan, kecuali terhambat oleh karena
apa yang ia sebutkan sebagai moral restrains, seperti misalnya wabah penyakit
atau malapetaka.
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan
populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah
individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk
pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi
selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan
demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada
pertumbuhan penduduk dunia.
Pertumbuhan penduduk dapat
menimbulkan dampak yang sangat luas, apalagi jika pertumbuhan penduduk yang
terjadi di indonesia, yang cenderung berdampak negatif , hal ini di sebabkan
karena pertumbuhan penduduk yang terjadi tidak di imbangi oleh saran dan
prasaran yang memadai, banyak sekali dampak negatif yang dapat di timbulkan,
khususnya yang akan kita bahas adalah dampak di bidang ekonomi, pertumbuhan
penduduk yang cepat tidak di imbangi oleh lapangan pekerjaan yang tersedia,
sehingga menimbulkan pengangguran dimana-mana, apalagi di perparah dengan
pemusatan-pemusatan lapangan kerja yang cenderung berada di daerah kota-kota
besar seperti di Jakarta dan sekitarnya.
Selain itu, semakin banyak terjadi
urbanisasi karena orang-orang desa yang dulunya serba kecukupan pangan namun
tidak menikmati pembangunan mulai berbondong-bondong pindah ke kota. Khususnya
kota Jakarta, memang bagi sebagian orang, jakarta adalah gudangnya uang akan
tetapi bagi orang yang mempunyai kemampuan di bidangnya, lalu bagaimana nasib
orang yang tidak mempunyai kemampuan di bidangnya ?, mungkin akan kesulitan
hidup di Jakarta dengan semakin kuatnya persaingan di ibukota, apalagi jumlah
penduduk di kota Jakarta tiap tahun terus meningkat yang disebabkan oleh
tingkat urbanisasi dan kelahirandan, apabila laju pertumbuhan penduduk tidak di
kendalikan mungkin Jakarta akan menjadi lautan manusia. Ujung dari ledakan
penduduk itu adalah menimbulkan kerusakan lingkungan dengan segala dampak yang
menyertainya seperti menurunnya kualitas pemukiman dan lahan yang
ditelantarkan, menimbulkan kemiskinan dan menurunya kesejahteraan rakyat sampai
menurnya kualitas Sumner Daya Manusia (SDM) yang dapat menghambat perkembangan
negera Indonesia.
2.3.2 Tenaga Kerja dan
Kesempatan Kerja
Tenaga kerja merupakan penduduk yang
berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2
disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja.
Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia
kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64
tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai
tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada
yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun,
bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah
termasuk tenaga kerja.
Kesempatan kerja (Tenaga Kerja) Untuk
meningkatkan jumlah angkatan kerja yang terlibat dalam dunia kerja maka perlu
dilakukan perluasan kesempatan kerja. Dengan meluasnya kesempatan kerja berarti
semakin banyak tenaga kerja yang dapat bekerja dan mendapatkan penghasilan. Dan
hal ini berdampak pula pada semakin banyaknya masyarakat yang mengalami
peningkatan kesejahteraan hidupnya. Menurut Soeroto (1986) bahwa kesempatan kerja dan jumlah serta
kualitas orang yang digunakan dalam pekerjaan mempunyai fungsi yang menentukan
dalam pembangunan. Ini bukan hanya karena tenaga kerja tersebut merupakan
pelaksana pembangunan, akan tetapi juga karena mereka bekerja atau pekerjaan
merupakan sumber utama bagi masyarakat.
Perluasan akan kesempatan kerja
selain akan memberikan pendapatan sekaligus akan mengurangi tingkat kemiskinan
dan mengurangi kesenjangan atas lapisan masyarakat. Sebaliknya jumlah angkatan
kerja yang tinggi bila tidak diikuti dengan perluasan kesempatan kerja,
otomatis akan menjadi beban bagi pembangunan. Sehingga yang terjadi yaitu
peningkatan angka pengangguran, yang juga akan berpengaruh terhadap pendapatan
per kapita suatu masyarakat. Sunindhia (1988:138) menyatakan perluasan
kesempatan kerja hanya dapat terlaksana dengan jalan meluaskan dasar kegiatan
ekonomi, tetapi perluasan dasar ekonomi ini harus disertai dengan usaha
meningkatkan produktivitas, baik di bidang kegiatan yang baru maupun di bidang
tradisional. Hal ini disebabkan karena salah satu faktor yang pada umumnya
menghambat produksi di negara-negara berkembang adalah produktivitas yang
rendah disertai dengan kurangnya penggunaan secara penuh terhadap angkatan
kerja.
Dari pernyataan tersebut dapat
dikatakan bahwa perluasan kesempatan kerja hanya dapat dilakukan dengan jalan
memperluas kegiatan ekonomi yang disertai dengan produktivitas tenaga kerja
yang tinggi, sehingga pemerataan kesempatan kerja bagi penduduk dapat
terlaksana. Hal ini didukung oleh Batubara (1988:59) bahwa pemerataan
kesempatan kerja mempunyai posisi yang sangat strategis, terutama untuk
pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan. Dengan memperoleh
kesempatan kerja, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya melalui
pendapatan yang diterima dari pekerjaan tersebut. Ini berarti melibatkan tenaga
kerja dalam kegiatan ekonomi dan mempertinggi pertumbuhan ekonomi. Karena
apabila pendapatan bertambah, maka orang cenderung membelanjakan kebutuhannya
lebih meningkat dari pendapatan sebelumnya. Dengan demikian dapat memperluas
pasar barang dan jasa. Tenaga kerja mempunyai fungsi sebagai sumber energy yang
diperlukan di dalam proses produksi dan kekuatan yang dapat menimbulkan pasar,
seperti yang dikemukakan oleh Soeroto (1986) bahwa tenaga kerja mempunyai dua
fungsi, sebagai sumber daya untuk menjalankan proses produksi dan distribusi
barang dan jasa, kedua sebagai searan untuk menimbulkan dan mengembangkan
pasar.
Dari berbagai penjelasan tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa untuk memberikan kesempatan kerja bagi angkatan
kerja yang ada, adalah melalui perluasan kesempatan kerja dengan cara menambah
kegiatan ekonomi yang disertai dengan usaha meningkatkan produktivitas pada
seluruh sektor perekonomian yang ada.
2.3.3 Tingkat Upah
Tingkat Upah adalah wage rate yaitu
jumlah upah yang dibayarkan berdasarkan satuan ukuran kerja, misalnya satuan
waktu, seperti harian, mingguan, atau satuan hasil, seperti pengapuran dinding
per m2, penggalian tanah per m3, dan menjahit baju per potong. Menurut
Nakamura, dkk (1979), ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi upah yang
diterima pekerja, yaitu: 1) Karakteristik individu. 2) Karakteristik dari pasar
tenaga kerja. Penelitian pada tingkat mikro, umumnya berfokus pada faktor
karakteristik individu, sedangkan pada tingkat makro lebih memperhatikan
hubungan karakteristik pasar kerja terhadap
tingkat upah.
Penelitian yang dilakukan oleh
Ehreinberg, dan Smith (1988 ) dengan
bersumber pada data Biro Sensus Amerika tahun 1984 menemukan 2 hal, yaitu: 1)
semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi tingkat upah. 2) Perbedaan
dalam tingkat upah ini semakin besar pada pekerja-pekerja yang lebih tua. Hal
ini disebabkan oleh kemampuan belajar pekerja yang berpendidikan lebih tinggi
relatif lebih baik, sehingga pada masa kerja yang sama pengalaman bekerja yang
lebih tinggi juga akan lebih baik.
Dengan demikian, secara nyata pengalaman kerja juga berpengaruh positif
terhadap tingkat upah.
Penelitian faktor yang mempengaruhi
upah juga telah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Tarmizi (1991),
dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat pendidikan formal dan masa kerja
berpengaruh terhadap tingkat upah yang diterima. Semakin tinggi tingkat
pendidikan dan semakin lama masa kerja, maka semakin tinggi rata-rata upah yang
diterima. Pada tingkat pendidikan SD dengan masa kerja kurang dari tiga tahun,
upah yang diterima sebesar Rp 59.600 sedangkan dengan masa kerja lebih tiga
tahun sebesar Rp 69.700. Selanjutnya pada tingkat pendidikan SMTA dengan masa
kerja kurang dari tiga tahun, rata-rata
upah adalah Rp 70.700 sedangkan dengan masa kerja lebih tiga tahun mendapatkan
upah Rp 72.300. Faktor yang mempengaruhi tingkat upah, yaitu :
1. Penawaran dan permintaan tenaga kerja
Meskipun hukum ekonomi tidaklah biasa
ditetapkan secara mutlak dalam masalah tenaga kerja, tetapi tidak bisa
diingkari bahwa hukum penawaran dan permintaan tetap dipengaruhi. Untuk
pekerjaan yang membutuhkan keterampilan yang tinggi dan jumlah tenaga kerja
yang langka maka upah cenderung tinggi, sedangkan untuk jabatan-jabatan yang
mempunyai penawaran yang melimpah maka upah cenderung turun.
2. Organisasi buruh
Ada tidaknya organisasi buruh serta
lemah kuatnya organisasi pekerja akan ikut mempengaruhi terbentuknya tingkat
upah. Adanya serikat pekerja yang berarti posisi penawaran pegawai juga kuat
akan menaikkan tingkat upah, demikian pula sebaliknya.
3. Kemampuan untuk membayar
Meskipun serikat pekerja menuntut
upah yang tinggi, tetapi akhirnya realisasi pemberian upah akan tergantung juga
pada kemampuan membayar dari organisasi. Bagi organisasi, upah merupakan salah
satu komponen biaya produksi yang akan mengurangi keuntungan. Jika kenaikan
biaya produksi sampai mengakibatkan kerugian organisasi jelas organisasi tidak
akan mampu memenuhi fasilitas pegawai.
4. Produktivitas
Upah sebenarnya merupakan imbalan
bagi pegawai, semakin tinggi prestasi pegawai sudah seharusnya semakin tinggi
pula upah yang akan diterima. Prestasi ini biasanya dinyatakan sebagai
produktivitas, hanya yang menjadi masalah nampak belum ada kesepakatan dalam
melindungsi produktivitas.
5. Biaya hidup
Faktor lain yang perlu
dipertimbangkan juga adalah biaya hidup. Di kota-kota besar biaya hidup tinggi,
upah juga cenderung tinggi. Bagaimanapun juga nampaknya biaya hidup merupakan
batas penerimaan dari para pegawai.
6. Pemerintah
Pemerintah dengan
peraturan-peraturannya juga mempengaruhi tinggi rendahnya upah. Peraturan
tentang upah minimum merupakan batas bahwa dari tingkat upah yang dibayarkan.
2.4 Pendapatan Nasional
dan Distribusi Pendapatan
2.4.1 Pendapatan
Nasional
Konsep pendapatan nasional pertama
kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir
pendapatan nasional negaranya (Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya,
ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya
hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh
para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi
bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut
mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk
Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan
jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut
harga pasar pada suatu negara. Macam-macam Konsep Pendapatan Nasional, yaitu :
1. Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic
Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh
unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu
tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa
yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara
yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang
belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP
dianggap bersifat bruto/kotor. Pendapatan nasional merupakan salah satu ukuran
pertumbuhan ekonomi suatu Negara.
2. Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National
Product) atau GNP meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan
oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil
produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar
negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi
di wilayah negara tersebut.
3. Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National
Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering
pula disebut replacement). Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi
peralatan produski yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran
sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun
relatif kecil.
4. Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net
National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang
diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat
diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak
langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti
pajak penjualan, pajak hadiah, dll.
5. Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal
Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam
masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun.
Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment).
Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa
produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun
lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para
pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk
mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak
laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba
yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk
beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran
pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan
dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi
bekerja).
6. Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan
(Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli
barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan
menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI)
dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang
bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung
ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan.
2.4.2 Distribusi
Pendapatan
Distribusi pendapatan nasional
merupakan unsur penting untuk mengetahui tinggi atau rendahnya kesejahteraan
atau kemakmuran suatu negara. Distribusi pendapatan yang merata kepada
masyarakat akan mampu menciptakan perubahan dan perbaikan suatu negara seperti
peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, mengurangi
pengangguran, dan sebagainya. Sebaliknya, jika distribusi pendapatan nasional
tidak merata, maka perubahan atau perbaikan suatu negara tidak akan tercapai,
hal seperti ini yang akan menunjukkan adanya ketimpangan distribusi pendapatan.
Untuk mengetahui tingkat pemerataan
distribusi pendapatan suatu negara, dapat diketahui dari grafik yang dinamakan
Kurva Lorenz, artinya kurva yang menggambarkan hubungan antara distribusi
jumlah penduduk dengan distribusi pendapatan. Sedangkan indikator untuk
mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan adalah Koefisien Gini atau
Indeks Gini. Semakin tinggi atau besar Indeks Gini, semakin tinggi tingkat
ketidakmerataannya (distribusi pendapatannya tidak merata) dan semakin kecil
Indeks Gini semakin rendah tingkat ketidakmerataannya (distribusi pendapatannya
semakin merata).
a. Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia
Masalah besar yang dihadapi negara
sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan
tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya
ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan.
Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah
keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap
kondisi sosial dan politik. Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak
hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak
terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar
kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat
kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk
suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat
kesulitan mengatasinya.
Negara maju menunjukkan tingkat
kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding
negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat
GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya
menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi
dunia internasional. Berbagai upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia
internasional, baik berupa bantuan maupun pinjaman pada dasarnya merupakan upaya
sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang
terjadi di negara-negara miskin dan sedang berkembang. Beberapa lembaga
internasional seperti IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga keuangan
internasional lainnya berperan dalam hal ini. Kesalahan pengambilan kebijakan
dalam pemanfaatan bantuan dan/ atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak
buruk bagi struktur sosial dan perekonomian negara bersangkutan.
Perbedaan pendapatan timbul karena
adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama
kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang
memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang
lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat
dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui proses “penetasan”
hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan kemudian menyebar sehingga
menimbulkan keseimbangan baru. Apabila proses otomatis tersebut masih belum
mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat timpang, maka dapat
dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi.Penetapan pajak
pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya
tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah,
asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut
apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin
tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda
pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses
redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.
Tingginya Produk Domestik Bruto (PDB)
suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya terhadap distribusi pendapatan.
Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu merata, bahkan
kecendrungan yang terjadi justru sebaliknya. Distribusi pendapatan yang tidak
merata akan mengakibatkan terjadinya disparitas. Semakin besar perbedaan
pembagian “kue” pembangunan, semakin besar pula disparitas distribusi
pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong dalam negara yang sedang
berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.
2.5 Konsumsi, Tabungan
dan Investasi
2.5.1 Konsumsi
Konsumsi merupakan tindakan pelaku
ekonomi, baik individu maupun kelompok, dalam menggunakan komoditas berupa
barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Mengapa kita harus memahami
konsumsi? Membahas konsumsi sangat penting untuk analisis ekonomi jangka
panjang maupun jangka pendek suatu negara. Secara agregat, konsumsi merupakan
penjumlahan dari pengel;uaran seluruh rumah tangga yang ada dalam suatu
perekonomian. Dengan mengetahui total pengeluaran suatu perekonomian, maka akan
dapat diketahui beberapa masalah penting yang muncul dalam perekonomian,
seperti pemerataan pendapatan, efisiensi penggunaan sumber daya dalam suatu
perekonomian , masalah-masalah lainnya. Dengan demikian, kita dapat
menganalisis dan menentukan kebijakan ekonomi guna memperbaiki atau
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Secara umum, pengeluaran konsumsi
terbagi menjadi konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Namun dalam
pembahasan kali ini kita lebih menekankan ada konsumsi rumah tangga, alasannya
sebagai berikut. Konsumsi rumah tangga memiliki porsi yang blebih besar dalam
pengeluaran agregat jika dibandingkan dnegan konsumsi pemerintah. Konsumsi
rumah tangga bersifat endogen, dalam arti besarnya konsumsi rumah tangga
berkaitan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Keterkaitan ini
akan menghasilkan teori dan model ekonomi sendiri untuk konsumsi/Perkembangan
masyarakat begitu cepat menyebabkan perilaku konsumsi juga berubah cepat
sehingga pembahasan tentang konsumsi rumah tangga akan tetap relevan.
a. Fungsi Konsumsi
Fungsi konsumsi adalah
suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat konsumsi rumah tangga
dengan pendapatan nasional dalam suatu perekonomian. Fungsi konsumsi adalah
suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah
tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan disposebel)
perekonomian tersebut. Ada dua konsep untuk mengetahui sifat hubungan antara
pendapatan disposebel dengan konsumsi dan pendapatan diposebel dengan tabungan
yaitu kosep kecondongan mengkonsumsi dan kecondongan menabung. Ada 4 ciri penting dari fungsi konsumsi yaitu
sebagai berikut :
1.
Terdapat
titik impas (break event point) dari pendapatan. Yaitu tingkat dimana seluruh
pendapatan disposable rumah tangga digunakan untuk kegiatan konsumsi.
2.
Dibawah
tingkat impas. Dalam hal ini konsumsi rumah tangga lebih besar daripada
pendapatan disposable, sehingga rumah tangga melakukan pinjaman atau
menggunakan tabungan sebelumnya. Kegiatan ini disebut dissaving.
3.
Diatas
tingkat impas. Dalam hal ini karena pendapatn disposable lebih besar dari
konsumsi maka sisanya di tabung.
4.
Setiap
peningkatan pendapatan disposable meningkatkan kegiatan konsumsi. Namun
besarnya peningkatan konsumsi lebih rendah daripada peningkatan pendapatan
disposable.
Fungsi konsumsi menunjukkan hubungan
antara variabel pendapatan nasional (Y) dengan variabel pengeluaran konsumsi
(C). Fungsi konsumsi diperkenalkan oleh J.M Keynes dengan formulasi:
C = a + bY
C = tingkat konsumsi
a = konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nol (0)
b = kecenderungan konsumsi marjinal
(MPC)
Y = tingkat pendapatan
b. Kecenderungan Mengkonsumsi (Propensity to Consume)
Ø Kecenderungan mengonsumsi marginal
yaitu perbandingan antara pertambagan (AC) yang dilakukan dengan pertambahan
pendapatan disporsabel (AY).
MPC= ∆C/∆Yd
Keterangan
MPC = Marginal Propensity to concume
(kecondongan mengosumsi marginal)
∆C = pertambahan konsumsi
∆Yd = pertambahan pendapatan
Ø Kecenderungan Mengonsumsi Rata-rata
(Average Propensity to Consume)
Kecenderungan mengonsumsi rata-rata
yaitu perbandingan antara tingkat konsumsi (C) dengan tingkat pendapatan
diposabel serta konsumsi itu dilakukan (Yd).
APC= C/Yd Keterangan
APC = konsumsi rata-rata
C = tingkat konsumsi
Yd = besarnya pendapatan disposabel
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi
Kita telah mempelajari faktor yang
dapat mempengaruhi konsumsi individu, antara lain pendapatan yang diterima,
tingkat harga, selera. Kali ini, kita akan mencoba membahasnya dari segi
ekonomi makro. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseluruhan konsumsi rumah
tangga diklasigikasikan ke dalam tiga bagian, antara lain faktor ekonomi,
demografi, dan faktor nonekonomi, ada juaga yang membedakan faktor obyektif dan
subyektif.
2.5.2 Tabungan
Fungsi tabungan adalah suatu fungsi
yang menggambarkan hubungan antara tingkat tabungan rumah tangga dengan
pendapatan nasional dalam perekonomian. Tabungan adalah sebagian pendapatan
masyarakat yang tidak dibelanjakan disimpan sebagai cadangan guna berjaga-jaga
dalam jangka pendek. Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro,
dan /atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.Fungsi tabungan adalah
suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan diantara tingkat tabungan rumah
tangga dalam perekonomian dan pendapatan nasional (atau pendapatan disposable)
perekonomian tersebut. Jadi,baik dalam hokum pisikologi konsumsi dari Keynes
dikemukakan,”setiap pertambahan pendapatan akan menyebabkan pertambahan
konsumsi dan pertambahan tabungan ( saving ).”
a. Fungsi Tabungan
Fungsi tabungan adalah fungsi yang
menunjukkan hubungan antara besar tabungan dengan besar pendapatan. Tabungan
atau saving yang biasa di notasikan dengan huruf S, mempunyai defenisi
berbeda-beda, tetapi semuanya mempunyai arti yang sama. Berikut ada beberapa
pengertian tabungan, yaitu :
1.
Saving
(S), merupakan fungsi dari pendapatan nasional (Y) atau dapat ditulis sebagai S
= f (Y)
2.
Tabungan
sebagai (S) adalah sisa pendapatan (Y) setelah digunakan untuk konsumsi (C)
atau dapat ditulis dengan S = Y-C.
b. Faktor-faktor Tingkat Tabungan
1. Tinggi rendahnya pendapatan
masyarakat
2. Tinggi rendahnya suku bunga bank
3. Adanya tingkat kepercayaan terhadap
bank
Hal-hal yang perlu
diperhatikan :
1. Sebelum
Anda menabung, tanyakan metode perhitungan bunga yang diberlakukan oleh bank tersebut.
2. Suku
bunga tabungan dapat berubah sewaktuwaktu,karena itu suku bunga ini disebut
suku bunga mengambang atau floating rate.
3. Beberapa
bank menetapk an suku bunga tabungan tetap untuk jangka waktu tertentu (fixed
rate).
4. Atas
bunga tabungan yang diperoleh akan dikenakan pajak sesuai ketentuan berlaku.
c. Kecenderungan Menabung
(Propensity to Save)
Kecenderungan menabung marginal (MPS)
merupakan perbandingan antara pertambahan tabungan dengan pertambahan
pendapatan, sedangkan kecenderungan menabung rata-rata (APS) merupakan
perbandingan antara jumlah tabungan dengan jumlah pendapatan .
2.5.3 Investasi
Pengertian atau definisi investasi
secara sederhana adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk
memperoleh tambahan atau keuntungan atas uang atau dana tersebut. Menurut
wikipedia Indonesia, investasi adalah suatu istilah dngan beberapa pengertian
yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan
akumilasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan di
masa depan. Terkadang, investasi disebut juga penanaman modal. Pengertian
investasi berdasarkan teori ekonomi, investasi berrati pembelian (dan berarti
juga produksi) dari kapital/modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi
digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Contoh membangun
rel kereta api, atau suatu pabrik, pembukaan lahan atau seseorang sekolah di
suatu universitas.
Suatu pertambahan pada pendapatan akan
mendorong investasi yang lebih besar, artinya bila tingkat bunga lebih tinggi
akan menurunkan minat untuk investasi sebagaimana hal tersebut akan lebi mahal
dibandingkan dengan meminjam uang. walaupun jika suatu perusahaan memilih untuk
menggunakan dananya sendiri untuk investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu
biaya kesempatan dari investasi dana tersebut daripada meminjamkan untuk
mendapatkan bunga. Investasi yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman
modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat
pengeluaran agregat. Tabungan dari sector rumah tangga melalui institusi
institusi keuangan akan mengalir ke sector perusahaan. Apabila para pengusaha
menggunakan uang tersebut untuk membeli barang-barang modal,dengan
demikian,istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran penanam modal
atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan produksi
yang akan menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam
perekonomian. Yang digolongkan sebagai investasi sebagai berikut :
1.
Pembelain
berbagai jenis modal,yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk
mendirikan berbagai jenis industry dan perusahaan.
2.
Pengeluaran
untuk mendirikan rumah tempat tinggal,bangunan kantor,pabrik,dan
bangunan-bangunan lainnya
3.
Pertambahan
nilai stok barang-barang yang belum terjual,bhan mentah,dan barang yang jadi dalam
proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan nasional.
Jumlah dari ketiga jenis komponen
investasi tersebut dinamakan investasi bruto yaitu meliputi investasi untuk
menambah kemampuan didespresiasikan.apabila investasi bruto dikurangi oleh
nilai depresiasi maka akan dapat investasi neto. Adapun factor-faktor yang menentukan
tingkat investasi, yaitu diantaranya:
1.
Tingkat
keuntungan yang diramalkan akan diperoleh ramalan mengenai masa depan akan
memberikan gambaran kepada pengusaha mengenai jenis-jenis investasi yang
mempunyai prospek yang baik untuk dilaksanakan.
2.
Suku
bunga; Suku bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan member keuntungan
kepada para pengusaha dan dapat dilaksanakan.
3.
Ramalan
mengenai keadaan ekonomi pada masa depan; Ramalan yang menunujukan bahwa
keadaan perekonomian termasuk situasi politik dari kemanan akan menjadi lebih
baik lagi pada masa depan,adalah bahwa harga-harga akan tetap stabil dan
pertumbuhan ekonomi ataupun pertambahan pendapatan masyarakat akan berkembang
dengan cepat.
4.
Kemajuan
tekhnologi; Semakin banyak perkembangan teknologi yang dibuat,semakin banyak
pula kegiatan pembaruan yang akan dilakukan para pengusaha.untuk melakasanakan
pembaruan-pembaruan , para pengusaha harus membeli barang-barang modal yang
baru.
5.
Tingkat
pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya; Tingkat pendapatan nasional
yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat dan selanjutnya pendapatan
masyarakat yang tinggi tersebut akan memperbesar permintaan terhadap barang dan
jasa.
6.
Keuntungan
yang diperoleh perusahaan-perusahaan; Dana investasi diperoleh peusahaan dari
meminjam atau dari tabungan sendiri.tabunganperusahaan terutama diperoleh dari
kuntungan.
Berdasarkan jumlah modal yang akan
ditanam dan tingkat pengembalian modal yang diramalkan akan diperoleh analisi
makro ekonomi membentuk sutu kurva yang dinamakan efisiensi investasi marginal
(marginal efficiency of investment). Bentuk fungsi investasi dapat dibedakan
menjadi dua yaitu, investasi sejajar dengan sumbu daftar atau bentuki nya naik
ke atas ke sebelah kanan (yang berarti makin tinggi pendapatan nasional, makin
tinggi investasi).
Fungsi atau kurva investasi yang sejajar dengan sumbu datar dinamakan investasi otonomi
dan fungsi investasi yang semakin tinggi apabila pendapatan nasional meningkat
dinamakan investasi terpengaruh. Dalam analisis makroekonomi biasanya
dimisalkan bahwa investasi perusahaan bersifat investasi otonomi. Investasi atau penanaman modal adalah suatu
penanaman modal yang diberikan oleh perseorangan atau perusahaan atau
organisasi baik dalam negeri maupun luar negeri. Faktor yang dapat mempengaruhi
investasi yang dijadikan bahan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya,
antara lain :
1.
faktor
Sumber Daya Alam,
2.
faktor
Sumber Daya Manusia,
3.
faktor
stabilitas politik dan perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha,
4.
faktor
kebijakan pemerintah
5.
faktor
kemudahan dalam perizinan.
Dari segi Penanaman Modal Asing,
banyak faktor yang menyebabkan timbulnya keengganan masuk investasi ke
Indonesia pada saat ini. Faktor-faktor yang dapat menjadi pendukung masuknya
arus investasi ke suatu negara, seperti :
1.
Jaminan
keamanan,
2.
Stabilitas
politik, dan
3.
Kepastian
hukum.
Tampaknya menjadi suatu permasalahan
tersendiri bagi Indonesia. Bahkan otonomi daerah yang sekarang diterapkan di
Indonesia dianggap menjadi permasalahan baru dalam kegiatan investasi di
beberapa daerah. Maka dari itu, Pemerintah mengeluarkan UU Penanaman Modal
Asing (UU No. 1/1967) untuk menarik
investasi asing guna membangun ekonomi nasional. Di Indonesia adalah wewenang
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk memberikan persetujuan dan ijin
atas investasi langsung luar negeri. Masuknya perusahaan asing dalam kegiatan
investasi di Indonesia dimaksudkan sebagai pelengkap untuk mengisi
sektor-sektor usaha dan industri yang belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh
pihak swasta nasional. Modal asing juga diharapkan secara langsung maupun tidak
langsung dapat lebih merangsang dan menggairahkan iklim atau kehidupan dunia
usaha, serta dapat dimanfaatkan sebagai upaya menembus jaringan pemasaran
internasional melalui jaringan yang mereka miliki. Selanjutnya modal asing
diharapkan secara langsung dapat mempercepat proses pembangunan ekonomi
Indonesia. Namun dari segi Penanaman Modal Dalam Negeri, Pemerintah
mengeluarkan Ketentuan mengenai Penanaman Modal diatur didalam Undang-undang
No. 25 Tahun 2005 tentang Penanaman Modal.
Penanam Modal Dalam Negeri dapat
dilakukan oleh perseorangan Warga Negara Indonesia, badan usaha Negeri, atau
pemerintah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.
Kegiatan usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali
bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan
persyaratan dan batasan kepemilikan modal Negeri atas bidang usaha perusahaan
diatur didalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar
Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di
Bidang Penanaman.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Persoalan-persoalan ekonomi pada
hakekatnya adalah masalah transformasi atau pengolahan alat-alat/sumber
pemenuh/pemuas kebutuhan, yang berupa faktor- faktor produksi yaitu tenaga
kerja, modal, sumber daya alam dan keterampilan (skill) menjadi barang dan
jasa. Seperti yang kita ketahui bahwa yang menentukan bentuk suatu sistem
ekonomi kecuali dasar falsafah negara yang dijunjung tinggi, maka yang
dijadikan kriteria adalah lembaga-lembaga, khususnya lembaga ekonomi yang
menjadi perwujudan atau realisasi falsafah tersebut. Pergulatan pemikiran
tentang sistim ekonomi apa yang sebaiknya di diterapkan Indonesia telah dimulai
sejak Indonesia belum mencapai kemerdekaannya. Sampai sekarang pergulatan
pemikiran tersebut masih terus berlangsung, hal ini tecermin dari perkembangan
pemikiran tentang sistem ekonomi pancasila SEP. Landasan Sistem Ekonommi
Indonesia, yaitu :
* Secara normatif
landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Dari
butir-butir di atas, keadilan menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi
Indonesia. Keadilan merupakan titik-tolak, proses dan tujuan sekaligus.
* Pasal 33 UUD 1945
adalah pasal utama bertumpunya sistem ekonomi Indonesia yang berdasar
Pancasila, dengan kelengkapannya, yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.
* Berdasarkan TAP MPRS
XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian menjadi
ketentuan dalam GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan
berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal
dari Pasal-Pasal UUDS tentang hak milik yuang berfungsi sosial dan kebebasan
memilih jenis pekerjaan.
* Dalam GBHN 1993 butir-butir Demokrasi
Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999,
butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi dan diperkirakan dikembalikan
ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945.
Landasan normatif-imperatif ini
mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada posisi
mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai ummat yang
dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling
tolong-menolong dan bergotong-royong.
Daftar Pustaka
Tambunan, Tulus.Perekonomian Indonesia, Kajian Teorotis dan
Analisis Empiris. Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.
Mubyarto. Ekonomi Pancasila, Landasan Pikir dan Misi
Pendirian Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM. BPFE UGM, 2002.
Sigit wanarno dan sujana ismaya. Kamus Besar Ekonomi. Bandung: Pustaka Grafika,2007.
Henry, Faizal Nor. Investasi.
Jakarta: Indeks,2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar