BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem
perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk
mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun
organisasi di negara tersebut. Sistem perekonomian juga dapat diartikan sebagai
cara suatu bangsa atau Negara untuk mengatur kehidupan ekonominya agar tercapai
kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Perbedaan
mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah
bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya.
Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi.
Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah.
Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrim
tersebut.
Selain
faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut
mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned
economies) memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor
produksi dan alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market
economic), pasar lah yang mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi
barang dan jasa melalui penawaran dan permintaan.
Tidak
ada satu negarapun yang bisa menerapkan suatu sistem perekonomian secara
ekstrim. Di Indonesia, pemerintah mempunyai peran penting sebagai wasit dalam
megawasi jalannya perekonomian.
Pemerintah perlu mendukung
dan melindungi para pelaku ekonomi atau masyarakat ekonomi lemah demikian pula
terhadap para pengusaha muda, dengan berbagai kebijakan yang meringankan,
sehingga pada akhirnya dapat tumbuh mandiri.
Berikut
mari kita bahas lebih dalam mengenai sistem perekonomian yang ada di negara kita
dan system perekonomian dunia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. LANDASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA
Secara
normatif landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD
1945. Dengan demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem
ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya
etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan
beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia
(berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan
sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan
ekonomi rakyuat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial
(persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama – bukan kemakmuran
orang-seorang).
Dari
butir-butir di atas, keadilan menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi
Indonesia. Keadilan merupakan titik-tolak, proses dan tujuan sekaligus.
Pasal
33 UUD 1945 adalah pasal utama bertumpunya sistem ekonomi Indonesia yang
berdasar Pancasila, dengan kelengkapannya, yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27
(ayat 2) dan 34.
Berdasarkan TAP MPRS
XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian menjadi
ketentuan dalam GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan
berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal
dari Pasal-Pasal UUDS tentang hak milik yuang berfungsi
sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan. Dalam GBHN
1993 butir-butir Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945.
Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi
dan diperkirakan “dikembalikan” ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945.
Landasan
normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang
menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan,
rakyat sebagai ummat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu
sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong.
Di dalam usaha-usaha
membina sistem eonomi yang khas bagi Indonesia, kiranya, sebaiknya kita
berpegang pada pokok-pokok fikiran sebagaimana tercantum dalam Pancasila,
khususnya dokumen "Lahirnya Pancasila" dan UUD 45, khususnya
pasal-pasal 23, 27, 33 dan 34.
Dari Pancasila
adalah sila "Keadilan Sosial" yang paling relevan untuk ekonomi. Sila
ini mengandung dua makna, yakni sebagai prinsip pembagian pendapatan yang adil
dan prinsip demokrasi ekonomi.
Ditempatkan dalam
persepketif sejarah maka hasrat ingin mengejar pembagian pendapatan yang adil
mudah difahami. Pembagian pendapatan di masa penjajahan adalah sangat tidak
adil. Kurang daripada 3% dari jumlah penduduk [yang terutama adalah bangsa
asing] menerima lebih dari 25% dari pendapatan nasional Indonesia. Karenanya,
maka pola pembagian pendapatan serupa ini perlu dirombak secara drastis.
Akan tetapi yang
dikejar bukan saja "masyarakat yang adil dalam pembagian
pendapatannya" tapi juga "masyarakat yang makmur". Ini berarti
bahwa tingkat pertumbuhan dari pendapatan nasional harus juga meningkat.
Di masa penjajahan,
pertumbuhan eonomi berlangsung berdasarkan free fight competition liberalism.
Dalam pertarungan kompetisi ekonomi serupa ini, bangsa Indonesia tertinggal
oleh karena tidak memiliki alat-alat produksi yang compatible. Maka
sistem ekonomi liberal serupa ini menambahkan ketidakadilan dalam pembagian
pendapatan, karena yang ekonomi kuat, semakin kuat, sedangkan yang lemah
ketinggalan.
Guna menghindari
pengalaman pahit serupa inilah, sila "Keadilan Sosial" menekankan
perlunya: demokrasi ekonomi. Hakekatnya adalah suatu medezeggenschap di
dalam unit ekonomi [pabrik, perusahaan, ekonomi negara dan lain-lain].
Prinsip demokrasi
ekonomi ini terjelma dalam UUD 45 pasal 23, 27, 33 dan 34. Di dalam pasal 23
yang menonjol adalah hak budget DPR-GR. Ini berarti bahwa pemerintah boleh
menginginkan rupa-rupa hal, rencana dan proyek, akan tetapi pada instansi terakhir
adalah rakyat sendiri yang memutuskan apakah rencana atau proyek bakal
dilaksanakan, oleh karena hak-budget, hal menetapkan sumber penerimaan negara
[pajak] dan macam-macam serta harga mata uang berada di tangan DPR-GR.
Inilah prinsip medezeggenschap
atau demokrasi ekonomi dalam sistem ekonomi pancasila kita. Dan untuk mencek kemudian apakah
pemerintah tidak menyimpang dari kehendak DPR-GR, maka DPR-GR dapat menggunakan
pemeriksaan melalui Badan Pemeriksaan Keuangan.
Tentu semuanya ini
di dalam iklim kehidupan kenegaraan di mana rechtszekerheid terjamin. Oleh
karena itu, pasal 27 mewajibkan semua kita [baik penguasa tertinggi maupun
warga negara biasa] menjunjung Hukum.
Di dalam sistem
ekonomi yang menjamin demokasi-ekonomi maka tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak [pasal 27]. Hak atas pekerjaan tidaklah
melulu privilege suatu kliek atau golongan tertentu. Semua berhak
memperoleh equal opportunity. Akan tetapi manakala ia jatuh terlantar
menjadi fakir miskin, maka naluri kemanusiaan kita, sesuai jiwa Pancasila,
menugaskan kepada negara untuk memelihara mereka yang terlantar itu [pasal 34].
Prinsip demokrasi
ekonomi juga menjelma dalam pasal 33 "Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas azas kekeluaragaan". Di sini [dalam pengjelasan
tentang UUD] menonjol tekanan pada "masyarakat": "Produksi
dikerjakan di bawah pimpinan atau pemilikan anggotanggota masyarakat."
Kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang.
"Masyarakat" tidak sama dengan "negara". Sehingga jelaslah
bahwa sistem ekonomi Pancasila tidak saja menolak free fight liberalism
akan tetapi juga etatisme [ekonomi komando], di mana negara beserta aparatur
ekonomi negara berdomisili penuh dan mematikan inisiatif masyarakat.
Tetapi ini tidak
berarti bahwa negara lalu berpangku-tangan. Pasal 33 juga menekankan bahwa
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai negara. Sedangkan bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung dalam bumi dikuasai negara untuk digunakan bagi kemakmuran rakyat.
Jadi negara
menguasai sektor-sektor yang strategis. Maka dapatlah sistem ekonomi pancasila
ini diumpamakan seperti lalu-lintas di Jakarta. Masing-masing anggota
masyarakat bebas berjalan di jalan-jalan. Akan tetapi dalam kebebasan itu
terkandung pertanggungjawaban untuk mengutamakan kepentingan umum.
Kita tak bisa
sesuka hati tancap gas dan membahayakan lalu-lintas. Karena itu maka peraturan
lalu-lintas harus dipatuhi. Untuk mengatur kelancaran lalu lintas, polisi lalu
lintas menguasai tempat-tempat strategis, seperti simpang empat, lima dan
sebagainya. Polisi lalu lintas tidak menguasai semua jalan, paling-paling
sewaktu ia mencek dan mengontrol. Jalan yang kita pijak, hawa yang kita hirup,
sungguh pun kita jalani, adalah bukan milik individu, tetapi milik negara.
Maka begitulah
secara sederhana sistem ekonomi Pancasila. Ia tidak ketat seperti sistem
ekonomi etatisme ala Uni Sovyet, tidak pula liberal ala Amerika Serikat. Ia
adalah kebebasan dengan tanggungjawab, keteraturan tanpa mematikan inisiatif
rakyat, mengejar masyarakat yang adil dan makmur atas landasan demokrasi
ekonomi.
Sistem
Ekonomi Pancasila (SEP) merupakan sistem ekonomi yang digali dan dibangun dari
nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat Indonesia. Beberapa prinsip dasar yang
ada dalam SEP tersebut antara lain berkaitan dengan prinsip kemanusiaan,
nasionalisme ekonomi, demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam ekonomi
kerakyatan, dan keadilan.
Sebagaimana teori ekonomi Neoklasik yang dibangun atas dasar faham liberal dengan mengedepankan nilai individualisme dan kebebasan pasar (Mubyarto, 2002: 68), SEP juga dibangun atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yang bisa berasal dari nlai-nilai agama, kebudayaan, adat-istiadat, atau norma-norma, yang membentuk perilaku ekonomi masyarakat Indonesia. Suatu perumusan lain mengatakan bahwa : “ Dalam Demokrasi Ekonomi yang berdasarkan Pancasila harus dihindarkan hal-hal sebagai berikut:
Sebagaimana teori ekonomi Neoklasik yang dibangun atas dasar faham liberal dengan mengedepankan nilai individualisme dan kebebasan pasar (Mubyarto, 2002: 68), SEP juga dibangun atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yang bisa berasal dari nlai-nilai agama, kebudayaan, adat-istiadat, atau norma-norma, yang membentuk perilaku ekonomi masyarakat Indonesia. Suatu perumusan lain mengatakan bahwa : “ Dalam Demokrasi Ekonomi yang berdasarkan Pancasila harus dihindarkan hal-hal sebagai berikut:
- Sistem
free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan
bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan
mempertahankan kelemahan structural ekonomi nasional dan posisi Indonesia
dalam perekonomian dunia.
- Sistem
etatisme dalam arti bahwa negara berserta aparatus ekonomi negara bersifat
dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit
ekonomi diluar sektor negara.
- Persaingan
tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam
berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan
cita-cita keadilan sosial.” (GBHN 1993).
Seorang pakar senior lain mengatakan bahwa terdapat 5 ciri pokok dari sistem ekonomi Pancasila yaitu : (Mubyarto, 1981).
1. Pengembangan koperasi penggunaan insentif sosial dan moral.
2. Komitmen pada upaya pemerataan.
3. Kebijakan ekonomi nasionalis
4. Keseimbangan antara perencanaan terpusat
5. Pelaksanaan secara terdesentralisasi
Ciri – Ciri Ekonomi Pancasila
- Yang
menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh
hajad hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM,
pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya.
- Peran
negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan
pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Sehingga
tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi
komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan
secara damai dan saling mendukung.
- Masyarakat
adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua
untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
- Modal
atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas
kekeluargaan antar sesama manusia.
Undang-Undang Dasar 1945 dan Pembangunan di
Bidang Ekonomi
UUD 1945 menegaskan
di dalam pembukaanya bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum. Penegasab di atas tidak terlepas dari pokok
pikiran yang terkandung dalam pembukaan yaitu bahwa negara hendak mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Karena pembukaan UUD 1945
bserta seluruh pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalamnya menjiwai Batang
Tubuh UUD, maka tujuan itupun dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal seperti
dalam pasal 23, pasal 27 serta pasal 33 dan 34. namun demikian, diantara
pasal-pasal yang paling pokok dan melandasi usaha-usaha pembangunan di bidang
ekonomi pasal 33.
Pasal 33 tersebut menyatakan
sebagai berikut :
1. Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekelurgaan.
2. Cabang-Cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terjkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Mengenai pasal ini
penjelasan UUD mengatakan : “ Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi,
produksi di kerjakan oleh semua. Untuk semua di bawah pimpinan atau pemikiran
anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang di utamakan, bukan
kemakmuran orang-seorang, sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu
adalah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang mengusai hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tuympuk produksi jatuh ketangan orang-orang yang banyak ditindasinya. Hanya perusaan yang tidak mengusasi hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-orang.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang mengusai hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tuympuk produksi jatuh ketangan orang-orang yang banyak ditindasinya. Hanya perusaan yang tidak mengusasi hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-orang.
Bumi dan air dan
kekayaan alam terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab
itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
Pasal 33 UUD 1945
merupakan pasal yang amat penting karena pasal ini menjadi landasan dan pangkal
tolak bagi pembangunan ekonomi. Bahwa masalah perekonomiandi cantumkan dalam
suatu pasal di bawah Bab mengenai Kesejahteraan Sosial, mempunyai makna yang
dalam dan menunjukan dengan jelas bahwa tujuan ekonomi nasional adalah untuk
kesejahteraan sosial dan kemakmuran bagi rakyat banyak dan bukan untuk orang
perorangan atau suatu golongan. Dalam pasal 33 UUD 1945 ini pula di tegaskan
asas demokrasi ekonomi dalam dalam perekonomian Indonesia.
Berdasarkan pasal 33 UUD
1945 tersebut, GBHN menggariskan bahwa pembangunan di bidang ekonomi yang di
dasarkan kepada Demokrasi Ekonomi menentukan bahwa masyarakat harus memegang
peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Sedangkan Pemerintah
berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi
serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Sebaliknya
dunia usaha perlu memberikan tangggapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta
penciptaan iklim tersebut dengan
sigiat-giatnya yang nyata. Demokrasi
ekonomi sebagai dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri-ciri positif yang
perlu terus menerus dipupuk dan dan di kembangkan.
Ciri-ciri positif tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang yang penting
bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh Negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh Negara dan di pergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Sumber-sumber Kekayaan dan
keungan Negara digunakan dengan permufakatan lembanga-lembaga Perwakilan
Rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga
Perwakilan Rakyat pula.
5. Warga negara memiliki
kebebasan dalam memilikh dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta
mempunyai hak dan penghidupan yang layak.
6. Hak milik perorangan diakui
dan dimanfaatjannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
7. Potensi, inisiatif dan daya
kreasi warga Negara diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak
merugikan kepentingan umum.
8. fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara oleh Negara.
Sebaliknya, dalam Domokrasi
Ekonomi harus dihindari timbulnya ciri-ciri negatif sebagai berikut :
1. Sistem free Fight Liberalime
yang membutuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam
sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan
stuctural posisi Indonesia dalam ekonomi dunia.
2. Sistem etatisna dalam nama
Negara beserta aparatur ekonomi Negara bersifat dominant serta mendesak dan
mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi sector Negara.
3. Pemusatan kekuatan ekonomi
pada suatu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Dalam mengembangkan
kopresi, Presiden mengatakan dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 1983 :
“Dalam rangka mendorong prakarsa dan partisipasi rakyat itu, pengembangan
koperasi merupakan usaha yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam tanggung
jawab kita bersama untuk melaksanakan semangat dan kehendak pasal 33 UUD. Dalam
Repelita IV koperasi harus semakin l;uas dan berakar alam masyarakat, sehinga
koperasi secara bertahap dapat menjadi salah satu sokoguru perekonomian
nasional kita. Untuk itu peranan dan usaha koperasi perlu ditingkatkan dan
diperluas bebagai sector. Seperti sector pertaniaan, perindustrian,
perdagangan, angkutan, kelistrikan, dan lain-lain. Dalam rangka mempercepat
pertumbuhan koperasi dibergaigai bidang tadi, maka akan di dorong dan
dikembangkan kerjasama anatara koperasi dengan usaha swasta dan usaha Negara.
Di samping itu juga kita akanlanjutkan penggunaan koperasi fungsional seperti
koperasi buruh dan kariawan perusahaan, koperasi pegawai negeri, koperasi
mahasiswa dan sebagainya sehingga koperasi makin memasyarakat dan makin
membudaya.
Dengan demikian
terhadapt tiga unsur penting dalam tata perekonomian yang di susun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dalam Demokrasi Ekonomi yang
sector Negara, sector swasta dan koperasi. Ketiga sector ini harus dikembangkan
secara serasi dan mantap.
B. DESKRIPSI PEMIKIRAN
MOHAMMAD HATTA
Bung
Hatta adalah salah satu the founding father dan tokoh proklator republik
indonesia bersama soekarno. Dalam sejarah percaturan politik dan pemikiran
politik diindonesia pada masa kolonialisme dan pendudukan jepang sserta pada
era kemerdekaan mereka menjadi aikon bangsa indonesia dalam merancang indonesia
yang merdeka dan beraulat, berkesejahteraan.
Sekilas menelusuri kehidupan pribadin Hatta (1902-1980),
keluarganya, serta pendidikan dan perjuangan politiknya sangat penting karena
sangat berpengaruh dalam bentuk cara berpikir. Hatta ketika kecil di Minagkabau
terjaadi gejolak dan peperangan akibat prilaku kolonial belanda banyak berbuat
tidak adil dan semena-mena pada rakyat.sehingga berakhir pada peperangan antara
nagari kamang bukittiggi dengan pmerintah kolonial belanda pada 1908. Hatta
disekolahkan oleh oran tuanya di Sekolah Rakyat, hanya tiga tahun ia pindah
kesekolah belanda,yakni Europese Lagere School (ELS). kemudian dia kuliah di
belanda di Handels Hoogere School, dengan mengambil jurusan ekonomi perdaganga.
Perjuangan Hatta pada pergulatan politik yang mempengaruhi pembentukkan
kepribadiannya adalah ikut terlibat dalam kegiatab Jon Sumatrane Bon (JSB),
serta pergaulannya dengan orang terkemuka dijakarta. Antara lain H Agus Slamim,
Abdoel Moeis. Dibelanda Hatta pernah memimpin Perhimpunan Indonesia (PI),
melalui organisasi ini dia menegaskan perlunya sikap Nonkooperatif untuk
mengusir imperialisme Belanda demi tercapainya indonesia merdeka. Melalui
semboyang “indonesia merdeka sekarang juga!” Hatta menghadiri forum
internasional atau kongres anti inperialisme. Pada kongres anti imperialisme di
Brussel pada 1927 dia berkenalan dengan tokoh dari belahan negara lain seperti
tokoh pergerakn India Pandit Jawarha Nehru.
Atas hasil pergulatannya dengan dunia luar dan dalam
negri Bug Hatta menjadi tokoh yang menakutkan bagi Belannda dengan ketajaman
berpikirnya. Memang menyelami pemikiran politik Hatta tentang politik
keindonesia ibarat menyelam samudra luas. Begitu luas pemmaham yang beliau
sumbagkan tentang konsep Negara yang ideal bagi tegaknya indosesia yang
beradab, mandiri, dan sejahterah. Ada beberapa hal penting pemikiran politik
Bung Hatta yang tersohor tentang “Demokrasi Ekonomi” yang mendampingi
“demokrasi politik” antara lain:
Menurut Hatta kerakyatan dalam sistem ekonomi mengetengahkan
pentingnya pengutamaan kepentingan rakyat, khusunya hajat hidup orang
banyak,yang bersumber pada kedaulatan rakyat atau demokrasi. Oleh karena itu
tidak berlaku sisem “ortodoksi ekonomi” sebagaimana pula demokrasi politick
menolak “otokrasi politik”.
Dalam demokrasi ekonomi yang diajukan Bung Hatta berlaku
“parisipasi ekonomi”, dan “emansipasi ekonomi”. Denokrasi itulah yang
dimaksudnnya yang bermakna pada paham kerakyatan, bahwa rakyat adalah
berdaulat.Bagaimana menegakkan dan menciptakan suatu masyarakat yang baik dan
sejahterah. Untuk mencapai itu menurut Hatta, Pertama, harus ada jiwa
dan semangat tolong menolong antara anggota dan warga masyarakat. Kedua,
negara (politik) harus bersifat aktif dan tidak hanya menyerahkan sepenuhnya
persoalan ekonomi kepada mekanisme pasar swasta dan koperasi. Bagi Bung Hatta
kondisi seperti itu bisa menciptakan efisiensi yang tinggi sehingga mampu
mengantarkan masyarakat pada tingkat kesejahteraan yang diharapkan. Atas
pemikiran itu Hatta di juluki sebaga bapak kedaulatan, bapak koperasi (ekonomi)
bangsa ini.
Atas pemikiran-politik tentang kedaulatan rakyat tersebut
Bung Hatta mengalami tudingan oleh kawan-kawan seperjuangannya dan para
analisis tentang pokok ajaran pikirannya tentang demokrasi politik dan
demokrasi ekonomi dikemudian hari. Misalnya dalam konteks pemikiran islam
perannya dalam menghapus tujuh (7) kata Piagam jakkarta menjelang proklamasi
kemerdekaan, telah menyebabkan dirinya tidak sebagai kelompk islam. Misalnya Ki
Bagus Hadikusumo, Abdul Khar Muzakkar, M. Natsir, Syafruddin Prawira Negara dan
lain-lain. Mengatakan sebagai “kelompok nasionalis” seperti Soekarno, dan
Sjahrir.Hatta juga dicap sebagai kelompok “Nasionalis Sekuler” sebagai
antitesis dari nasionalis islam. Demiian yang dikatakan TH. Sumartana dan MC
Ricklefs. Lain dari pada itu, Endang Saifunddi Anshari mengatakan Hatta adalah
“nasionalis muslim sekuler.
C. TUJUAN SISTEM EKONOMI
Tujuan sistem
ekonomi suatu bangsa atau suatu negara pada umumnya meliputi empat tugas pokok:
a. Menentukan
apa, berapa banyak dan bagaimana produk-produk dan jasa-jasa yang dibutuhkan
akan dihasilkan.
b. Mengalokasikan
produk nasional bruto (PNB) untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi masyarakat,
penggantian stok modal, investasi.
c. Mendistribusikan
pendapatan nasional (PN), diantara anggota masyarakat : sebagai upah/ gaji,
keuntungan perusahaan, bunga dan sewa.
d. Memelihara
dan meningkatkann hubungan ekonomi dengan luar negeri. (Grossman, Gregoary,
1967).
Tujuan dan Sasaran Demokrasi Ekonomi
Indonesia
Menurut San Afri
Awang Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, tujuan utama penyelenggaraan
demokrasi ekonomi pada dasarnya adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan
jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan
lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya
meliputi lima hal berikut:
a. Tersedianya
peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota masyarakat.
b. Terselenggaranya
sistem jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir
miskin dan anak-anak terlantar.
c. Terdistribusikannya
kepemilikan modal material secara relatif merata di antara anggota masyarakat.
d. Terselenggaranya
pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat.
e. Terjaminnya
kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota
serikat-serikat ekonomi.
Agar tetap bisa
mengikuti perkembangan zaman, koperasi harus bisa memberikan sumbangan nyata
kepada pemberdayaan ekonomi rakyat. Jika hal ini tidak dilakukan maka koperasi
yang diharapkan akan menjadi sokoguru perekonomian nasional tidak akan mampu
untuk bersaing dengan pelaku ekonomi lain baik pemerintah maupun swasta.
Tujuan yang
diharapkan dari penerapan Sistem Demokrasi Ekonomi Indonesia
a. Membangun
Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan
berkepribadian yang berkebudayaan
b. Mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
c. Mendorong
pemerataan pendapatan rakyat
d. Meningkatkan
efisiensi perekonomian secara nasional
Ciri-ciri Positif Demokrasi Ekonomi
a. Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan
b. Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hiduporang banyak
dikuasai oleh negara
c. Bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
d. Fakir
miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara
e. Setiap
warga negara diberi kebebasan untuk memilih dalam menentukan pekerjaan dan
penghidupan yang layak.
f. Hak
milik perseorangan diakui, tetapi dalam batas pemanfaatannya tidak bertentangan
dengan kepentingan umum.
g. Penggunaan
sumber-sumber keuangan dan kekayaan negara atas permufakatan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat, sedangan pengawasan dan kebijakannya ada pada
lembaga-lembaga perwakilan rakyat, dan
h. Potensi
inisiatif, serta daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam
batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
Ciri-ciri negatif yang harus dihindari
dalam demokrasi ekonomi
a. Sistem
persaiangan bebas (free fight liberalism) yang akan menyebabkan homo homini
lupus
b. Sistem
etatisme yang memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk mendominasi
perekonomian sehingga akan mematikan potensi dan daya kreasi masyarakat
c. Sistem
monopoli yang memusatkan kekuasaan ekkonomi pada satu kelompok yang akan
merugikan masyarakat
D. STRUKTUR
PEREKONOMIAN INDONESIA
Berdasarkan tinjauan makro-sektoral
perekonomian suatu negara dapat berstruktur agraris (agricultural),
industri (industrial), niaga (commercial) hal ini tergantung pada sector apa/mana yang
dapat menjadi tulang punggung perekonomian negara yang bersangkuatan.
Pergeseran struktur ekonomi secara
makro-sektoral senada dengan pergeserannya secara keuangan (spasial).
Ditinjau dari sudut pandang keuangan (spasial), struktur perekonomian telah bergeser dari
struktur pedesaan menjadi struktur perkotaan modern.
Struktur perekonomian indoensia sejak awal orde
baru hingga pertengahan dasa warsa 1980-an berstruktur etatis dimana
pemerintah atau negara dengan BUMN dan BUMD sebagai perpanjangan tangannya
merupakan pelaku utama perekonomian Indonesia. Baru mulai pertengahan dasa
warsa 1990-an peran pemerintah dalam perekonomian berangsur-angsur dikurangi,
yaitu sesudah secara eksplisit dituangkan melalui GBHN 1988/1989 mengundang
kalangan swasta untuk berperan lebih besar dalam perekonomian nasional.
Struktur ekonomi dapat pula dilihat berdasarkan
tinjauan birokrasi pengambilan keputusan. Berdasarkan tinjauan birokrasi
pengambilan keputusannya dapat dikatakan bahwa struktur perekonomian selama era
pembangunan jangka panjang tahap pertama adalah sentralistis. Dalam struktur
ekonomi yang sentralistik, pembuatan keputusan (decision-making) lebih
banyak ditetapkan pemerintah pusat atau kalangan atas pemerintah (bottom-up).
Perubahan Struktur Ekonomi
Pembangunan
ekonomi dalam jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan
membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional
dengan pertanian sebagai sector utama ke ekonomi modern yang didominasi sector
non primer, khususnya industri manufaktur dengan increasing
return to scale (relasi
positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis
sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi (Weiss, 1988).
Meminjam
istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi
structural dan dapat didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling
terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintan agregat, perdagangan luar
negeri (ekspor dan impor), dan penawaran agregat (produksi dan penggunaan
factor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna
mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
(Chenery, 1979).
1. Teori
Teori
perubahan structural menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi
ekonomi yang dialami oleh negara-negara sedang berkembang, yang semula bersifat
subsisten (pertanian tradisional) dan menitikberatkan sector pertanian menuju
struktur perekonomian yang lebih modern yang didominasi sector non primer,
khususnya industri dan jasa. Ada
2 teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi
yakni dari Arthur Lewis (teori migrasi) dan Hollis Chenery (teori transformasi
structural).
Teori
Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di
pedesaan dan perkotaan (urban). Dalam
teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya
terbagi menjadi dua, yaitu perekonomian modern di perkotaan dengan industri
sebagai sector utama. Di
pedesaan, karena pertumbuhan penduduknya tinggi, maka kelebihan suplai tenaga
kerja dan tingkat hidup masyarakatnya berada pada kondisi subsisten akibat
perekonomian yang sifatnya juga subsisten. Over
supply tenaga kerja ini ditandai dengan nilai produk
marjinalnya nol dan tingkat upah riil yang rendah.
Di dalam
kelompok negara-negara berkembang, banyak negara yang juga mengalami transisi
ekonomi yang pesat dalam tiga decade terakhir ini, walaupun pola dan prosesnya
berbeda antar negara. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan antar negara dalam sejumlah factor-faktor
internal berikut:
1) Kondisi dan struktur awal dalam negeri
(economic base)
2) Besarnya pasar dalam negeri
3) Pola distribusi pendapatan
4) Karakteristik industrialisasi
5) Keberadaan SDA
6) Kebijakan perdagangan LN
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Subandi, dalam bukunya Sistem Ekonomi
Indonesia, menulis bahwa factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Indonesia secara umum, adalah:
1. factor produksi
2. factor investasi
3. factor perdagangan luar negeri dan
neraca pembayaran
4. factor kebijakan moneter dan inflasi
5. factor keuangan negara
Sedangkan Tambunan, dalam bukunya Perekonomian
Indonesia, menulis bahwa di dalam teoti-teori konvensional, pertumbuhan ekonomi
sangat ditentukan oleh ketersediaan dan kualitas dari factor-faktor produksi
seperti SDM, kapital, teknologi, bahan baku, enterpreneurship dan energi. Akan tetapi, factor penentu tersebut
untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, bukan pertumbuhan jangka pendek.
Dengan kata lain,
pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan lebih baik, sama atau lebih buruk
dari tahun 2000 lebih ditentukan oleh factor-faktor yang sifatnya lebih jangka
pendek, yang dapat dikelompokkan ke dalam factor internal dan eksternal.
Factor eksternal didominasi oleh factor-faktor
ekonomi, seperti perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi kawasan atau
dunia.
1. Faktor-faktor Internal
a. Factor ekonomi, antara lain:
Buruknya fundamental ekonomi nasional
Cadangan devisa
Hutang luar negeri dan ketergantungan impor
Sector perbankan dan riil
Pengeluaran konsumsi
b. Faktor non ekonomi, antara lain:
o
Kondisi politik, social dan keamanan
o
PMA dan PMDN
o
Pelarian modal ke luar negeri
o
Nilai tukar rupiah
2. Faktor-faktor Eksternal
Kondisi perdagangan dan perekonomian regional
atau dunia
E. EVOLUSI EKONOMI INDONESIA
Krisis ekonomi adalah proses penyesuaian suatu struktur
perekonomian dalam proses evolusinya. Krisis ekonomi mendorong adanya koreksi
dari beberapa ekonom sebagai mekanisme adaptasi alamiah untuk memperbaiki
“kinerja” perekonomian saat ini. Setiap koreksi merupakan bagian dari proses
penyesuaian perekonomian Indonesia terhadap perubahan lingkungan.
Serupa dengan evolusi alamiah mekanisme koreksi dapat
berupa proses anagenesis dan cladeogenesis. Pendekatan koreksi
terhadap bagian-bagian tertentu dalam suatu sistem perekonomian serupa dengan
proses cladeogenesis. Hal ini tampak jelas dalam perekonomian Indonesia
pasca krisis 1998. Sementara, pendekatan koreksi terhadap sistem sampai dengan
landasan epistimologis ilmu ekonomi merupakan proses koreksi yang serupa dengan
proses anagenesis. Kondisi ini pernah terjadi pada peralihan sistem
ekonomi orde lama ke orde baru.
Umumnya para ekonom yang masih mempercayai
prinsip-prinsip ekonomi ortodoks yang menempatkan manusia sebagai makhluk
ekonomi yang rasional menggunakan pendekatan pertama dalam melakukan koreksi
terhadap perekonomian. Koreksi terhadap perekonomian dalam pendekatan ini
diprioritaskan untuk memperbaiki kinerja sistem perekonomian tanpa meninggalkan
prinsip-prinsip dasar homoeconomicus dalam implementasinya. Perbaikan
institusi perekonomian baik infrastruktur maupun suprastruktur perekonomian
menjadi jalan utama dalam mengkoreksi perekonomian dari krisis ekonomi.
Pendekatan kedua dilakukan melalui pendekatan yang
mengkoreksi prinsip-prinsip dalam sistem perekonomian namun juga terhadap
metodologi ilmu ekonomi. Para ekonom dengan yang menggunakan pendekatan ini
umumnya menolak asumsi rasionalitas yang melekat secara inheren pada mazhab
ekonomi ortodoks. Contoh terkini bagaimana implementasi pendekatan kedua ini
adalah pembentukkan Grameen Bank di Bangladesh.
Apa yang terjadi di Grameen Bank serupa dengan yang
pernah dirintis oleh para ekonom seperti Mubyarto, Dawam Rahardjo dan Sri Edi
Swasono. Para ekonom tersebut memiliki perspektif berbeda tentang cara
perekonomian Indonesia bekerja dengan metode yang “sangat Indonesia” dan
berbeda dengan metode rasionalitas dalam ilmu ekonomi ortodoks. Pendekatan
alternatif ini dalam beberapa publikasi dikenal dengan ekonomi pancasila dan
demokrasi ekonomi. Dua pendekatan heteorodoks ini diperkenalkan oleh dua ekonom
senior dari dua Fakultas Ekonomi terpandang di negeri ini.
Berdasarkan konteks di atas pertanyaan tentang posisi
ilmu ekonomi ortodoks maupun heterodoks dalam proses keparipurnaan evolusi
ekonomi Indonesia menjadi relevan. Sebelum menjawabnya tidak ada salahnya jika
kita melihat kondisi saat ini perekonomian Indonesia. Kondisi saat ini
perekonomian Indonesia yang sering pula disebut oleh sebagai hadiah-hadiah masa
lalu dari seluruh proses evolusi baik secara anagenesis maupun cladeogenesis.
Anagenesis terjadi pada saat perubahan perekonomian orde lama ke orde baru,
sementara koreksi sistem perekonomian pasca krisis tahun 1998 menggambarkan
cladeogenesis pada perekonomian Indonesia. Selain kondisi saat ini, hal yang
tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangkan adalah potensi dan lingkungan
ekonomi Indonesia di masa depan.
Pada situasi seperti inilah ada baiknya kita melihat
bagaimana perkembangan aplikasi ilmu ekonomi heteodoks yang digagas oleh
Muhammad Yunus di Bangladesh melalui Grameen Banknya. Dalam berbagai catatan
perkembangan Grameen Bank-nya terdapat salah satu simpulan penting yang dapat
diangkat yaitu Muhammad Yunus meskipun belum mampu mengembangkan ilmu ekonomi
heterodoks yang sesuai dengan negaranya namun beliau mampu mengembangkan
aplikasi ilmu ekonomi heterodoks di Bangladesh. Proses tersebut tidak terlepas
dari adaptasi baik yang dilakukan oleh Muhammad Yunus melalui pengenalan
terhadap kondisi internal masyarakatnya yang memiliki struktur asumsi berbeda
dengan struktur masyarakat dalam ilmu ekonomi heterodoks.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Ada baiknya para ekonom
mulai lebih jernih dalam melihat persoalan perekonomian Indonesia. Setiap
ekonom harus mampu keluar dari kotak mazhab mereka masing-masing dalam melihat
karakter pelaku ekonomi di Indonesia yang masih terdiri dari pelaku sektor
modern dan sektor tradisional yang saling diklaim oleh para ekonom ortodoks
maupun heterodoks terdapat dalam struktur ekonomi yang terpisah satu dengan
yang lain. Hal tersebut dikonfirmasi oleh data statistik yang menunjukkan bahwa
lebih dari 50% masyarakat Indonesia bekerja di sektor pertanian yang menyumbang
tidak lebih dari 30% dari produktivitas nasional saat ini.
Kondisi di atas secara gamblang menunjukkan bahwa
anagenesis yang terjadi dalam perekonomian Indonesia tidak terjadi secara
sempurna. Proses anagenesis perekonomian Indonesia terjadi secara sektoral atau
dapat dianalogikan terjadi hanya pada bagian kepala dan tenggorokan. Kondisi
tersebut pasca tahun 1998 ternyata mengalami proses cladeogenesis yang cepat
sehingga membentuk kondisi perekonomian Indonesia seperti saat ini. Sementara
bagian dada, perut dan organ lain dalam perekonomian Indonesia tampak hanya mengalami
cladeogenesis dari struktur perekonomian Indonesia di awal kemerdekaan.
Sejauh ini solusi yang ditawarkan oleh para ekonom
ortodoks belum optimal mendorong proses anagenesis perekonomian Indonesia untuk
serupa dengan kondisi lingkungan ekonomi baik regional Asia maupun global.
Sementara di sisi lain para ekonom heterodoks masih berusaha mempertahankan
bentuk struktur tubuh perekonomian Indonesia sama seperti kondisi di awal
kemerdekaan yang diklaim sebagai kondisi ideal ekonomi Indonesia. Pencegahan
terhadap proses anagesis menjadi salah satu jalan dalam mempertahankan kondisi
ideal ini.
BAB III
PENUTUP
Pada
situasi Indonesia saat ini, diperlukan kearifan dari setiap unsur untuk
menentukan arah perekonomian Indonesia apakah akan menyesuaikan diri secara
total atau berproses anagenesis atau akan melakukan proses cladeogenesis. Hal
ini menjadi suatu agenda besar yang harus diselesaikan oleh setiap pemimpin dan
seluruh ekonom di negeri ini dalam memparipurnakan proses evolusi ekonomi
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Affif, Faisal. 1994. Menuju
Pemasaran Global. Bandung: Eresco
Jhingan. 1990. Ekonomi
Pembangunan dan Perencanaan. Terjemahan D.Guritno, S.H Pers. Jakarta
Juoro, Umar. 1990. Eknomi
Pembangunan dan Perencanaan. Bandung: Blantika
Kusumaatmadja, Mochtar. 2002. Konsep-Konsep
Hukum Dalam Pembangunan. Bandung: Alumni
Lubis, T.Mulya. 1986. Peranan
Hukum Dalam Perekonomian di Negara Berkembang. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Sudarsono, Juwono. 1990. Globalisasi
Ekonomi dan Demokrasi Indonesia. Yogyakarta: Prisma
bagus makalahnya (y)
BalasHapus