Sabtu, 15 Februari 2014

Makalah Hambatan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Persoalan-persoalan ekonomi pada hakekatnya adalah masalah transformasi atau pengolahan alat-alat/sumber pemenuh/pemuas kebutuhan, yang berupa faktor- faktor produksi yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam dan keterampilan (skill) menjadi barang dan jasa. Seperti yang kita ketahui bahwa yang menentukan bentuk suatu sistem ekonomi kecuali dasar falsafah negara yang dijunjung tinggi, maka yang dijadikan kriteria adalah lembaga-lembaga, khususnya lembaga ekonomi yang menjadi perwujudan atau realisasi falsafah tersebut. Pergulatan pemikiran tentang sistim ekonomi apa yang sebaiknya di diterapkan Indonesia telah dimulai sejak Indonesia belum mencapai kemerdekaannya. Sampai sekarang pergulatan pemikiran tersebut masih terus berlangsung, hal ini tecermin dari perkembangan pemikiran tentang sistem ekonomi pancasila SEP.
Bung Hatta selain sebagai tokoh Proklamator bangsa Indonesia, juga dikenal sebagai perumus pasal 33 UUD 1945. Bung Hatta menyusun pasal 33 didasari pada pengalaman pahit bangsa Indonesia yang selama berabad-abad dijajah oleh bangsa asing yang menganut sitem ekonomi liberal-kapitalistik. Penerapan sistem ini di Indonesia telah menimbulkan kesengsaraan dan kemelaratan, oleh karena itu menurut Bung Hatta sistem ekonomi yang baik harus berasaskan kekeluargaan. Pemikiran Wipolo disampaikan pada perdebatan dengan Wijoyo Nitisastro tentang pasal 38 UUDS (pasal ini identik dengan pasal 33 UUD 1945), 23 september 1955.menurut Wilopo, pasal 33 memiliki arti SEP sangat menolak sistem liberal, karena itu SEP juga menolak sector swasta yang merupakan penggerak utama sistem ekonomi liberal-kapitalistik.
Menurut Mubyarto, SEP adalah sistem ekonomi yang bukan kapitalis dan juga sosialis. Salah satu perbedaan SEP dengan kapitalis atau sosialis adalah pandangan tentang manusia. Dalam sistem kapitalis atau sosialis, manusia dipandang sebagai mahluk rasional yang memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan akan materi saja. Sumitro Djojohadikusumo dalam pidatonya di hadapan School of Advanced International Studies di Wasington, AS Tanggal 22 Februari 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan bangsa Indonesia adalah suatu macam ekonomi campuran. Lapangan-lapangan usaha tertentu akan dinasionalisasi dan dijalankan oleh pemerintah, sedangkan yang lain-lain akan terus terletak dalam lingkungan usaha swasta.
           
Secara normatif  landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian maka  sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan  yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama – bukan kemakmuran orang-seorang). Dari butir-butir di atas, keadilan menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi Indonesia. Keadilan  merupakan titik-tolak, proses dan tujuan sekaligus. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal utama bertumpunya sistem ekonomi Indonesia yang berdasar Pancasila, dengan kelengkapannya,  yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.
Berdasarkan TAP MPRS XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian menjadi ketentuan dalam GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal dari Pasal-Pasal    UUDS tentang hak milik yuang berfungsi sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan. Dalam GBHN 1993 butir-butir Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi dan diperkirakan “dikembalikan” ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945. Landasan normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai ummat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa saja masalah dan hambatan pertumbuhan ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia?
2.      Hal apa saja yang melatarbelakangi pertumbuhan ekonomi?
3.      Bagaimana pengaruh penduduk, tenaga kerja, dan upah dalam pertumbuhan ekonomi?
4.      Apa yang dimaksud dengan pendapatan nasional dan distribusi pendapatan dalam system ekonomi?
5.      Apa yang dimaksud dengan konsumsi, tabungan dan invetasi? Serta pengaruh ketiga aspek tersebut dalam system ekonomi?
1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui masalah dan hambatan pertumbuhan ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia.
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong pertumbuhan.
3.      Untuk meninjau kesejahteraan rakyat dari segi system ekonominya.
4.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan pendapatan nasional dan distribusi pendapatan dalam system ekonomi.
5.      Untuk mencari tahu yang dimaksud dengan konsumsi, tabungan dan invetasi. Serta pengaruh ketiga aspek tersebut dalam system ekonomi.





















BAB II
PEMBAHASAN

 2.1 Masalah dan Hambatan Pertumbuhan Ekonomi
Dapat diartikan suatu keadaan perekonomian yang menunjukkan adanya kenaikan (pertumbuhan) PDB (Produk Domestik Bruto). Pemerintah berusaha menciptakan iklim perekonomian yang prospektif untuk memacu pertumbuhan perekonomian, tetapi banyak masalah yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi tidak optimal, diantaranya kombinasi produksi yang terbatas. Misalnya ingin menciptakan swa-sembada beras tetapi tidak didukung dengan produksi komoditas pengganti beras, akibatnya selalu kekurangan produksi. Permasalahan pokok yang dihadapi oleh negara sedang berkembang terletak pada hasil pembangunan masa lampau, dimana strategi pembangunan ekonomi yang menitikberatkan secara pembangunan dalam arti pertumbuhan ekonomi yang pesat ternyata menghadapi kekecewaan.
Banyak negara dunia ketiga yang sudah mengalami petumbuhan ekonomi, tapi sedikit sekali manfaatnya terutama dalam mengatasi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan dalam distribusi pendapatannya. Jurang si kaya dan si miskin semakin melebar. Penganggur dan setengah menganggur di desa maupun di kota semakin meningkat. Problem dari masalah kemiskinan, serta keadaan perumahan yang tidak memadai. Ketimpangan dan ketidakmerataan serta pengangguran tidak hanya dalam kontek nasional, tetapi dalam konteks internasional yang memandang negara-negara yang sedang berkembang sebagai bagian peningkatan interdependensi (saling ketergantungan) yang sangat timpang dalam sistem ekonomi dunia. Di negara maju titik berat strategi pembangunan nampaknya ditekan untuk mengalihkan pertumbuhan menuju usaha-usaha yang menyangkut kualitas hidup. Usaha-usaha tersebut dimanifestasikan secara prinsip dalam perubahan keadaan lingkungan hidup.
Pada prinsipnya problem-problem kemiskinan dan distribusi pendapatan menjadi sama-sama penting dalam pembangunan negara tersebut. Penghapusan kemiskinan yang meluas dan pertumbuhan ketimpangan pendapatan merupakan pusat dari semua problem pembangunan yang banyak mempengaruhi strategi dan tujuan pembangunan. Oleh karena itu ahli ekonomi mengemukakan bahwa untuk perbaikan jurang pendapatan nasional hanya mungkin bila strategi pembangunan mengutamakan apa yang disebut keperluan mutlak, syarat minimum untuk memenuhi kebutuhan pokok, serta yang dinamakan kebutuhan dasar. Pengalaman pembangunan di banyak negara dewasa ini menunjukkan, bahwa terdapat pertentangan antara gagasan dan praktek pembangunan ekonomi.
Gagasan pembangunan kontemporer berpendirian, bahwa globalisasi akan selalu memberikan efek positif yang menguntungkan. Pada prakteknya itu tidak selalu terjadi. Krisis finansial yang melanda Asia Timur dan Asia Tenggara merupakan contoh ekses negatif globalisasi. Globalisasi dan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai tidak selalu diikuti pemerataan dan keadilan sosial. Hal ini selanjutnya membawa kita pada dilema pokok dalam gagasan pembangunan, yaitu adanya perdebatan di antara para pakar tentang strategi yang seharusnya didahulukan, antara pertumbuhan dan pembangunan. Kelompok pertama menyatakan, bahwa pertumbuhan ekonomi harus didahulukan untuk mencapai tujuan-tujuan lain dalam pembangunan. Kelompok lainnya berpendapat, bahwa bertolak dari tujuan yang sebenarnya ingin dicapai, maka aktivitas yang berkaitan langsung dengan masalah pembangunan itulah yang seharusnya didahulukan, sehingga tercapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
 Perdebatan ini menarik untuk diikuti karena masing-masing kelompok berpendapat dengan argumen yang kuat. Profesor Mubyarto dan Profesor Bromley mempunyai gagasan baru dalam pembangunan, yaitu tentang pentingnya peran kelembagaan dalam pembangunan. Selama aspek kelembagaan belum diperhatikan dengan baik, maka akan sulit untuk merumuskan dan melaksanakan aktivitas pembangunan yang mendukung terwujudnya pemerataan sosial, pengurangan kemiskinan, dan usaha-usaha peningkatan kualitas hidup lainnya. Aspek kelembagaan ini berperan penting dalam meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat miskin, dalam memanfaatkan kesempatan ekonomi yang ada. Inovasi dalam kebijakan publik semacam ini akan senantiasa memberikan perhatian terhadap tiga hal penting, yaitu etika, hukum, dan ilmu ekonomi.
Etika menekankan pada persepsi kolektif tentang sesuatu yang dianggap baik dan adil, untuk masa kini maupun mendatang. Hukum menekankan pada penerapan kekuatan kolektif untuk melaksanakan ethical consensus yang telah disepakati. Sementara itu, ilmu ekonomi menekankan pada perhitungan untung rugi yang didasarkan pada etika dan landasan hukum suatu negara.
a. Kemiskinan
Untuk memahami lebih jauh persoalan kemiskinan ada baiknya memunculkan beberapa kosakata standar dalam kajian kemiskinan (Friedmann, 1992: 89) sebagai berikut : Powerty line (garis kemiskinan). Yaitu tingkat konsumsi rumah tangga minimum yang dapat diterima secara sosial. Absolute and relative poverty (kemiskinan absolut dan relatif). Yaitu kemiskinan yang jatuh dibawah standar konsumsi minimum dan karenanya tergantung pada kebaikan. Sedangkan relatif adalah kemiskinan yang eksis di atas garis kemiskinan absolut yang sering dianggap sebagai kesenjangan antara kelompok miskin dan kelompok non miskin berdasarkan income relatif. Ada beberapa  faktor penyebab kemiskinan, Secara sosio ekonomis, terdapat dua bentuk kemiskinan, yaitu :
1. Kemiskinan absolut adalah suatu kemiskinan di mana orang-orang miskin memiliki tingkat pendapatan dibawah garis kemiskinan, atau jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, kebutuhan hidup minimum antara lain diukur dengan kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan, kalori, GNP per kapita, pengeluaran konsumsi dan lain-lain.
2. Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang dilihat berdasarkan perbandingan antara suatu tingkat pendapatan dengan tingkat pendapatan lainnya. Contohnya, seseorang yang tergolong kaya (mampu) pada masyarakat desa tertentu bisa jadi yang termiskin pada masyarakat desa yang lain.
Di samping itu terdapat juga bentuk-bentuk kemiskinan yang sekaligus menjadi faktor penyebab kemiskinan (asal mula kemiskinan). Yaitu terdiri dari:
1. Kemiskinan natural adalah keadaan miskin karena dari awalnya memang miskin. Kelompok masyarakat tersebut menjadi miskin karena tidak memiliki sumberdaya yang memadai baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya pembangunan, atau kalaupun mereka ikut serta dalam pembangunan, mereka hanya mendapat imbalan pendapatan yang rendah. Menurut Baswir (1997: 21) kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti karena cacat, sakit, usia lanjut atau karena bencana alam.
2. Kemiskinan kuktural mengacu pada sikap hidup seseorang atau kelompok masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya di mana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mau berusaha untuk memperbaiki dan merubah tingkat kehidupannya. Akibatnya tingkat pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang dipakai secara umum.
3. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor buatan manusia seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi aset produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi serta tatanan ekonomi dunia yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu. Selanjutnya Sumodiningrat (1998: 27) mengatakan bahwa munculnya kemiskinan struktural disebabkan karena berupaya menanggulangi kemiskinan natural, yaitu dengan direncanakan bermacam-macam program dan kebijakan.


b. Pengangguran
Ketenagakerjaan di Indonesia merupakan masalah klasik. Di satu sisi kelebihan angkatan kerja dan di sisi lain kesulitan mencari tenaga kerja yang trampil dan produktif. Pengangguran menjadi beban tenaga kerja produktif. Bila tingkat ketergantungan semakin besar akan berdampak persoalan sosial, politik, dan meningkatnya kriminalitas. Tingkat produksi menurun, pertumbuhan ekonomi melambat dan tingkat kesejahteraan masyarakat turun.
c. Inlfasi
Inflasi (inflation) adalah suatu gejala dimana tingkat harga mengalami kenaikan terus menerus. Berdasarkan definisi tersebut, kenaikan harga umum yang terjadi sekali waktu saja, tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi.
d. Neraca Pembayaran  Internasional  (NPI)
Yang menjadi sorotan dalam NPI adalah ‘Neraca Transaksi Berjalan’ (current account), yaitu merupakan gabungan antara Neraca Perdagangan (ekspor – impor) dan Neraca Jasa yang mencakup jasa faktor produksi dan jasa non faktor produksi. Neraca Pembayaran dapat DEFISIT jika IMPOR > EKSPOR. Neraca Pembayaran dapat SURPLUS jika EKSPOR > IMPOR.
e. Kurs ( Nilai Tukar Mata Uang ).
Seperti halnya inflasi, kestabilan kurs sangat penting Jika kurs tidak stabil akan mengganggu roda perekonomian negara, hal ini dikarenakan pelaku ekonomi kesulitan dalam mengambil keputusan ekonominya.

2.2 Faktor Pendorong Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan perekonomian secara signifikan pada suatu Negara dalam waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat juga diartikan sebagai proses kenaikan produksi yang dapat dilihat pada pendapatan nasional suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi suatu Negara dapat dilihat dari jumlah balas jasa riil terhadap pemakaian faktor-faktor produksi pada tahun-tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi tak dapat dilepaskan dari pembangunan ekonomi dan juga sebaliknya. Kedua-duanya saling melengkapi yakni pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi itu sendiri berarti kenaikan pendapatan total dan perkapita suatu Negara yang dapat dihitung dari pertambahan penduduk serta pemerataan pendapatan penduduk pada suatu Negara.
Pengertian pertumbuhan ekonomi harus dibedakan dengan pembangunan ekonomi.Dalam makalah pertumbuhan ekonomi ini,penulis ingin menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi hanyalah merupakan salah satu aspek saja dari pembangunan ekonomi yang lebih menekankan pada peningkatan output agregat khususnya output agregat per kapita.Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi yaitu:
1. Faktor Sumber Daya Manusia, Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan.
2. Faktor Sumber Daya Alam, Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian, sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud dinataranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.
3. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
4. Faktor Budaya, Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
5. Sumber Daya Modal, Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.

2.3 Penduduk, Tenaga Kerja, dan Tingkat Upah (Kesejahteraan)
2.3.1 Penduduk
Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:Yang pertama,  Orang yang tinggal di daerah tersebut. Kedua, Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain. Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Masalah-masalah kependudukan dipelajari dalam ilmu Demografi. Berbagai aspek perilaku menusia dipelajari dalam sosiologi, ekonomi, dan geografi. Demografi banyak digunakan dalam pemasaran, yang berhubungan erat dengan unit-unit ekonmi, seperti pengecer hingga pelanggan potensial.
Orang pertama yang menulis secara sistematis tentang bahaya daripada pada pertumbuhan penduduk adalah Thomas Malthus. Ia adalah salah seorang pendeta dan juga ahli politik ekonomi bangsa Inggris. Pada tahun 1978 ia menerbitkan buku analisis kependudukan berjudul “Essay On The Principle of Population” dan mempertahankan pendapatnya bahwa “natural law” atau hukum alamiah yang mempengaruhi atau menentukan pertumbuhan penduduk. Menurut Malthus, penduduk akan selalu bertambah lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan bahan makanan, kecuali terhambat oleh karena apa yang ia sebutkan sebagai moral restrains, seperti misalnya wabah penyakit atau malapetaka.
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia.



Pertumbuhan penduduk dapat menimbulkan dampak yang sangat luas, apalagi jika pertumbuhan penduduk yang terjadi di indonesia, yang cenderung berdampak negatif , hal ini di sebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terjadi tidak di imbangi oleh saran dan prasaran yang memadai, banyak sekali dampak negatif yang dapat di timbulkan, khususnya yang akan kita bahas adalah dampak di bidang ekonomi, pertumbuhan penduduk yang cepat tidak di imbangi oleh lapangan pekerjaan yang tersedia, sehingga menimbulkan pengangguran dimana-mana, apalagi di perparah dengan pemusatan-pemusatan lapangan kerja yang cenderung berada di daerah kota-kota besar seperti di Jakarta dan sekitarnya.
Selain itu, semakin banyak terjadi urbanisasi karena orang-orang desa yang dulunya serba kecukupan pangan namun tidak menikmati pembangunan mulai berbondong-bondong pindah ke kota. Khususnya kota Jakarta, memang bagi sebagian orang, jakarta adalah gudangnya uang akan tetapi bagi orang yang mempunyai kemampuan di bidangnya, lalu bagaimana nasib orang yang tidak mempunyai kemampuan di bidangnya ?, mungkin akan kesulitan hidup di Jakarta dengan semakin kuatnya persaingan di ibukota, apalagi jumlah penduduk di kota Jakarta tiap tahun terus meningkat yang disebabkan oleh tingkat urbanisasi dan kelahirandan, apabila laju pertumbuhan penduduk tidak di kendalikan mungkin Jakarta akan menjadi lautan manusia. Ujung dari ledakan penduduk itu adalah menimbulkan kerusakan lingkungan dengan segala dampak yang menyertainya seperti menurunnya kualitas pemukiman dan lahan yang ditelantarkan, menimbulkan kemiskinan dan menurunya kesejahteraan rakyat sampai menurnya kualitas Sumner Daya Manusia (SDM) yang dapat menghambat perkembangan negera Indonesia.
2.3.2 Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.
Kesempatan kerja (Tenaga Kerja) Untuk meningkatkan jumlah angkatan kerja yang terlibat dalam dunia kerja maka perlu dilakukan perluasan kesempatan kerja. Dengan meluasnya kesempatan kerja berarti semakin banyak tenaga kerja yang dapat bekerja dan mendapatkan penghasilan. Dan hal ini berdampak pula pada semakin banyaknya masyarakat yang mengalami peningkatan kesejahteraan hidupnya. Menurut Soeroto (1986)  bahwa kesempatan kerja dan jumlah serta kualitas orang yang digunakan dalam pekerjaan mempunyai fungsi yang menentukan dalam pembangunan. Ini bukan hanya karena tenaga kerja tersebut merupakan pelaksana pembangunan, akan tetapi juga karena mereka bekerja atau pekerjaan merupakan sumber utama bagi masyarakat.
Perluasan akan kesempatan kerja selain akan memberikan pendapatan sekaligus akan mengurangi tingkat kemiskinan dan mengurangi kesenjangan atas lapisan masyarakat. Sebaliknya jumlah angkatan kerja yang tinggi bila tidak diikuti dengan perluasan kesempatan kerja, otomatis akan menjadi beban bagi pembangunan. Sehingga yang terjadi yaitu peningkatan angka pengangguran, yang juga akan berpengaruh terhadap pendapatan per kapita suatu masyarakat. Sunindhia (1988:138) menyatakan perluasan kesempatan kerja hanya dapat terlaksana dengan jalan meluaskan dasar kegiatan ekonomi, tetapi perluasan dasar ekonomi ini harus disertai dengan usaha meningkatkan produktivitas, baik di bidang kegiatan yang baru maupun di bidang tradisional. Hal ini disebabkan karena salah satu faktor yang pada umumnya menghambat produksi di negara-negara berkembang adalah produktivitas yang rendah disertai dengan kurangnya penggunaan secara penuh terhadap angkatan kerja.
Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa perluasan kesempatan kerja hanya dapat dilakukan dengan jalan memperluas kegiatan ekonomi yang disertai dengan produktivitas tenaga kerja yang tinggi, sehingga pemerataan kesempatan kerja bagi penduduk dapat terlaksana. Hal ini didukung oleh Batubara (1988:59) bahwa pemerataan kesempatan kerja mempunyai posisi yang sangat strategis, terutama untuk pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan. Dengan memperoleh kesempatan kerja, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya melalui pendapatan yang diterima dari pekerjaan tersebut. Ini berarti melibatkan tenaga kerja dalam kegiatan ekonomi dan mempertinggi pertumbuhan ekonomi. Karena apabila pendapatan bertambah, maka orang cenderung membelanjakan kebutuhannya lebih meningkat dari pendapatan sebelumnya. Dengan demikian dapat memperluas pasar barang dan jasa. Tenaga kerja mempunyai fungsi sebagai sumber energy yang diperlukan di dalam proses produksi dan kekuatan yang dapat menimbulkan pasar, seperti yang dikemukakan oleh Soeroto (1986) bahwa tenaga kerja mempunyai dua fungsi, sebagai sumber daya untuk menjalankan proses produksi dan distribusi barang dan jasa, kedua sebagai searan untuk menimbulkan dan mengembangkan pasar.
            Dari berbagai penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa untuk memberikan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang ada, adalah melalui perluasan kesempatan kerja dengan cara menambah kegiatan ekonomi yang disertai dengan usaha meningkatkan produktivitas pada seluruh sektor perekonomian yang ada.
2.3.3 Tingkat Upah
Tingkat Upah adalah wage rate yaitu jumlah upah yang dibayarkan berdasarkan satuan ukuran kerja, misalnya satuan waktu, seperti harian, mingguan, atau satuan hasil, seperti pengapuran dinding per m2, penggalian tanah per m3, dan menjahit baju per potong. Menurut Nakamura, dkk (1979), ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi upah yang diterima pekerja, yaitu: 1) Karakteristik individu. 2) Karakteristik dari pasar tenaga kerja. Penelitian pada tingkat mikro, umumnya berfokus pada faktor karakteristik individu, sedangkan pada tingkat makro lebih memperhatikan hubungan karakteristik pasar kerja  terhadap tingkat upah.
Penelitian yang dilakukan oleh Ehreinberg, dan Smith (1988 )  dengan bersumber pada data Biro Sensus Amerika tahun 1984 menemukan 2 hal, yaitu: 1) semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi tingkat upah. 2) Perbedaan dalam tingkat upah ini semakin besar pada pekerja-pekerja yang lebih tua. Hal ini disebabkan oleh kemampuan belajar pekerja yang berpendidikan lebih tinggi relatif lebih baik, sehingga pada masa kerja yang sama pengalaman bekerja yang lebih tinggi juga akan lebih baik.  Dengan demikian, secara nyata pengalaman kerja juga berpengaruh positif terhadap tingkat upah.
Penelitian faktor yang mempengaruhi upah juga telah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Tarmizi (1991), dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat pendidikan formal dan masa kerja berpengaruh terhadap tingkat upah yang diterima. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan semakin lama masa kerja, maka semakin tinggi rata-rata upah yang diterima. Pada tingkat pen­didikan SD dengan masa kerja kurang dari tiga tahun, upah yang diterima sebesar Rp 59.600 sedangkan dengan masa kerja lebih tiga tahun sebesar Rp 69.700. Selanjut­nya pada tingkat pendidikan SMTA dengan masa kerja  kurang dari tiga tahun, rata-rata upah adalah Rp 70.700 sedangkan dengan masa kerja lebih tiga tahun mendapatkan upah Rp 72.300. Faktor yang mempengaruhi tingkat upah, yaitu :
1. Penawaran dan permintaan tenaga kerja
Meskipun hukum ekonomi tidaklah biasa ditetapkan secara mutlak dalam masalah tenaga kerja, tetapi tidak bisa diingkari bahwa hukum penawaran dan permintaan tetap dipengaruhi. Untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan yang tinggi dan jumlah tenaga kerja yang langka maka upah cenderung tinggi, sedangkan untuk jabatan-jabatan yang mempunyai penawaran yang melimpah maka upah cenderung turun.
2. Organisasi buruh
Ada tidaknya organisasi buruh serta lemah kuatnya organisasi pekerja akan ikut mempengaruhi terbentuknya tingkat upah. Adanya serikat pekerja yang berarti posisi penawaran pegawai juga kuat akan menaikkan tingkat upah, demikian pula sebaliknya.
3. Kemampuan untuk membayar
Meskipun serikat pekerja menuntut upah yang tinggi, tetapi akhirnya realisasi pemberian upah akan tergantung juga pada kemampuan membayar dari organisasi. Bagi organisasi, upah merupakan salah satu komponen biaya produksi yang akan mengurangi keuntungan. Jika kenaikan biaya produksi sampai mengakibatkan kerugian organisasi jelas organisasi tidak akan mampu memenuhi fasilitas pegawai.
4. Produktivitas
Upah sebenarnya merupakan imbalan bagi pegawai, semakin tinggi prestasi pegawai sudah seharusnya semakin tinggi pula upah yang akan diterima. Prestasi ini biasanya dinyatakan sebagai produktivitas, hanya yang menjadi masalah nampak belum ada kesepakatan dalam melindungsi produktivitas.
5. Biaya hidup
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan juga adalah biaya hidup. Di kota-kota besar biaya hidup tinggi, upah juga cenderung tinggi. Bagaimanapun juga nampaknya biaya hidup merupakan batas penerimaan dari para pegawai.
6. Pemerintah
Pemerintah dengan peraturan-peraturannya juga mempengaruhi tinggi rendahnya upah. Peraturan tentang upah minimum merupakan batas bahwa dari tingkat upah yang dibayarkan.

2.4 Pendapatan Nasional dan Distribusi Pendapatan
2.4.1 Pendapatan Nasional
Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya (Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara. Macam-macam Konsep Pendapatan Nasional, yaitu :
1. Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor. Pendapatan nasional merupakan salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi suatu Negara.
2. Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau GNP meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
3. Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement). Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produski yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.
4. Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.
5. Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).
6. Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan.
2.4.2 Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan nasional merupakan unsur penting untuk mengetahui tinggi atau rendahnya kesejahteraan atau kemakmuran suatu negara. Distribusi pendapatan yang merata kepada masyarakat akan mampu menciptakan perubahan dan perbaikan suatu negara seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan sebagainya. Sebaliknya, jika distribusi pendapatan nasional tidak merata, maka perubahan atau perbaikan suatu negara tidak akan tercapai, hal seperti ini yang akan menunjukkan adanya ketimpangan distribusi pendapatan.
Untuk mengetahui tingkat pemerataan distribusi pendapatan suatu negara, dapat diketahui dari grafik yang dinamakan Kurva Lorenz, artinya kurva yang menggambarkan hubungan antara distribusi jumlah penduduk dengan distribusi pendapatan. Sedangkan indikator untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan adalah Koefisien Gini atau Indeks Gini. Semakin tinggi atau besar Indeks Gini, semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya (distribusi pendapatannya tidak merata) dan semakin kecil Indeks Gini semakin rendah tingkat ketidakmerataannya (distribusi pendapatannya semakin merata).
a. Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia
Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan politik. Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya.
Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional. Berbagai upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa bantuan maupun pinjaman pada dasarnya merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di negara-negara miskin dan sedang berkembang. Beberapa lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya berperan dalam hal ini. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan dan/ atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian negara bersangkutan.
Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui proses “penetasan” hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan kemudian menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru. Apabila proses otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi.Penetapan pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.

Tingginya Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya terhadap distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu merata, bahkan kecendrungan yang terjadi justru sebaliknya. Distribusi pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan terjadinya disparitas. Semakin besar perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin besar pula disparitas distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong dalam negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.

2.5 Konsumsi, Tabungan dan Investasi
2.5.1 Konsumsi
Konsumsi merupakan tindakan pelaku ekonomi, baik individu maupun kelompok, dalam menggunakan komoditas berupa barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Mengapa kita harus memahami konsumsi? Membahas konsumsi sangat penting untuk analisis ekonomi jangka panjang maupun jangka pendek suatu negara. Secara agregat, konsumsi merupakan penjumlahan dari pengel;uaran seluruh rumah tangga yang ada dalam suatu perekonomian. Dengan mengetahui total pengeluaran suatu perekonomian, maka akan dapat diketahui beberapa masalah penting yang muncul dalam perekonomian, seperti pemerataan pendapatan, efisiensi penggunaan sumber daya dalam suatu perekonomian , masalah-masalah lainnya. Dengan demikian, kita dapat menganalisis dan menentukan kebijakan ekonomi guna memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Secara umum, pengeluaran konsumsi terbagi menjadi konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Namun dalam pembahasan kali ini kita lebih menekankan ada konsumsi rumah tangga, alasannya sebagai berikut. Konsumsi rumah tangga memiliki porsi yang blebih besar dalam pengeluaran agregat jika dibandingkan dnegan konsumsi pemerintah. Konsumsi rumah tangga bersifat endogen, dalam arti besarnya konsumsi rumah tangga berkaitan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Keterkaitan ini akan menghasilkan teori dan model ekonomi sendiri untuk konsumsi/Perkembangan masyarakat begitu cepat menyebabkan perilaku konsumsi juga berubah cepat sehingga pembahasan tentang konsumsi rumah tangga akan tetap relevan.
a. Fungsi Konsumsi
Fungsi konsumsi adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat konsumsi rumah tangga dengan pendapatan nasional dalam suatu perekonomian. Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan disposebel) perekonomian tersebut. Ada dua konsep untuk mengetahui sifat hubungan antara pendapatan disposebel dengan konsumsi dan pendapatan diposebel dengan tabungan yaitu kosep kecondongan mengkonsumsi dan kecondongan menabung.  Ada 4 ciri penting dari fungsi konsumsi yaitu sebagai berikut :
1.      Terdapat titik impas (break event point) dari pendapatan. Yaitu tingkat dimana seluruh pendapatan disposable rumah tangga digunakan untuk kegiatan konsumsi.
2.      Dibawah tingkat impas. Dalam hal ini konsumsi rumah tangga lebih besar daripada pendapatan disposable, sehingga rumah tangga melakukan pinjaman atau menggunakan tabungan sebelumnya. Kegiatan ini disebut dissaving.
3.      Diatas tingkat impas. Dalam hal ini karena pendapatn disposable lebih besar dari konsumsi maka sisanya di tabung.
4.      Setiap peningkatan pendapatan disposable meningkatkan kegiatan konsumsi. Namun besarnya peningkatan konsumsi lebih rendah daripada peningkatan pendapatan disposable.
Fungsi konsumsi menunjukkan hubungan antara variabel pendapatan nasional (Y) dengan variabel pengeluaran konsumsi (C). Fungsi konsumsi diperkenalkan oleh J.M Keynes dengan formulasi:
C = a + bY
C = tingkat konsumsi
a = konsumsi rumah tangga  ketika pendapatan nol (0)
b = kecenderungan konsumsi marjinal (MPC)
Y = tingkat pendapatan
b. Kecenderungan Mengkonsumsi (Propensity to Consume)
Ø  Kecenderungan mengonsumsi marginal yaitu perbandingan antara pertambagan (AC) yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan disporsabel (AY).
MPC= ∆C/∆Yd
Keterangan
MPC = Marginal Propensity to concume (kecondongan mengosumsi marginal)
∆C = pertambahan konsumsi
∆Yd = pertambahan pendapatan
Ø  Kecenderungan Mengonsumsi Rata-rata (Average Propensity to Consume)
Kecenderungan mengonsumsi rata-rata yaitu perbandingan antara tingkat konsumsi (C) dengan tingkat pendapatan diposabel serta konsumsi itu dilakukan (Yd).
APC= C/Yd Keterangan
APC = konsumsi rata-rata
C = tingkat konsumsi
Yd = besarnya pendapatan disposabel
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi
Kita telah mempelajari faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi individu, antara lain pendapatan yang diterima, tingkat harga, selera. Kali ini, kita akan mencoba membahasnya dari segi ekonomi makro. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseluruhan konsumsi rumah tangga diklasigikasikan ke dalam tiga bagian, antara lain faktor ekonomi, demografi, dan faktor nonekonomi, ada juaga yang membedakan faktor obyektif dan subyektif.
2.5.2 Tabungan
Fungsi tabungan adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat tabungan rumah tangga dengan pendapatan nasional dalam perekonomian. Tabungan adalah sebagian pendapatan masyarakat yang tidak dibelanjakan disimpan sebagai cadangan guna berjaga-jaga dalam jangka pendek. Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan /atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.Fungsi tabungan adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan diantara tingkat tabungan rumah tangga dalam perekonomian dan pendapatan nasional (atau pendapatan disposable) perekonomian tersebut. Jadi,baik dalam hokum pisikologi konsumsi dari Keynes dikemukakan,”setiap pertambahan pendapatan akan menyebabkan pertambahan konsumsi dan pertambahan tabungan ( saving ).”
a. Fungsi Tabungan
Fungsi tabungan adalah fungsi yang menunjukkan hubungan antara besar tabungan dengan besar pendapatan. Tabungan atau saving yang biasa di notasikan dengan huruf S, mempunyai defenisi berbeda-beda, tetapi semuanya mempunyai arti yang sama. Berikut ada beberapa pengertian tabungan, yaitu :
1.      Saving (S), merupakan fungsi dari pendapatan nasional (Y) atau dapat ditulis sebagai S = f (Y)
2.      Tabungan sebagai (S) adalah sisa pendapatan (Y) setelah digunakan untuk konsumsi (C) atau dapat ditulis dengan S = Y-C.
b. Faktor-faktor Tingkat Tabungan
1.      Tinggi rendahnya pendapatan masyarakat
2.      Tinggi rendahnya suku bunga bank
3.      Adanya tingkat kepercayaan terhadap bank
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Sebelum Anda menabung, tanyakan metode perhitungan bunga yang  diberlakukan oleh bank tersebut.
2. Suku bunga tabungan dapat berubah sewaktuwaktu,karena itu suku bunga ini disebut suku bunga mengambang atau floating rate.
3. Beberapa bank menetapk an suku bunga tabungan tetap untuk jangka waktu tertentu (fixed rate).
4. Atas bunga tabungan yang diperoleh akan dikenakan pajak sesuai ketentuan berlaku.
c. Kecenderungan Menabung  (Propensity to Save)
Kecenderungan menabung marginal (MPS) merupakan perbandingan antara pertambahan tabungan dengan pertambahan pendapatan, sedangkan kecenderungan menabung rata-rata (APS) merupakan perbandingan antara jumlah tabungan dengan jumlah pendapatan .
2.5.3 Investasi
Pengertian atau definisi investasi secara sederhana adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan atas uang atau dana tersebut. Menurut wikipedia Indonesia, investasi adalah suatu istilah dngan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumilasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan di masa depan. Terkadang, investasi disebut juga penanaman modal. Pengertian investasi berdasarkan teori ekonomi, investasi berrati pembelian (dan berarti juga produksi) dari kapital/modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Contoh membangun rel kereta api, atau suatu pabrik, pembukaan lahan atau seseorang sekolah di suatu universitas.
 Suatu pertambahan pada pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, artinya bila tingkat bunga lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi sebagaimana hal tersebut akan lebi mahal dibandingkan dengan meminjam uang. walaupun jika suatu perusahaan memilih untuk menggunakan dananya sendiri untuk investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu biaya kesempatan dari investasi dana tersebut daripada meminjamkan untuk mendapatkan bunga. Investasi yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Tabungan dari sector rumah tangga melalui institusi institusi keuangan akan mengalir ke sector perusahaan. Apabila para pengusaha menggunakan uang tersebut untuk membeli barang-barang modal,dengan demikian,istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan produksi yang akan menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Yang digolongkan sebagai investasi sebagai berikut :
1.      Pembelain berbagai jenis modal,yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industry dan perusahaan.
2.      Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal,bangunan kantor,pabrik,dan bangunan-bangunan lainnya
3.      Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual,bhan mentah,dan barang yang jadi dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan nasional.
Jumlah dari ketiga jenis komponen investasi tersebut dinamakan investasi bruto yaitu meliputi investasi untuk menambah kemampuan didespresiasikan.apabila investasi bruto dikurangi oleh nilai depresiasi maka akan dapat investasi neto. Adapun factor-faktor yang menentukan tingkat investasi, yaitu diantaranya:
1.      Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh ramalan mengenai masa depan akan memberikan gambaran kepada pengusaha mengenai jenis-jenis investasi yang mempunyai prospek yang baik untuk dilaksanakan.
2.      Suku bunga; Suku bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan member keuntungan kepada para pengusaha dan dapat dilaksanakan.
3.      Ramalan mengenai keadaan ekonomi pada masa depan; Ramalan yang menunujukan bahwa keadaan perekonomian termasuk situasi politik dari kemanan akan menjadi lebih baik lagi pada masa depan,adalah bahwa harga-harga akan tetap stabil dan pertumbuhan ekonomi ataupun pertambahan pendapatan masyarakat akan berkembang dengan cepat.
4.      Kemajuan tekhnologi; Semakin banyak perkembangan teknologi yang dibuat,semakin banyak pula kegiatan pembaruan yang akan dilakukan para pengusaha.untuk melakasanakan pembaruan-pembaruan , para pengusaha harus membeli barang-barang modal yang baru.
5.      Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya; Tingkat pendapatan nasional yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut akan memperbesar permintaan terhadap barang dan jasa.
6.      Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan; Dana investasi diperoleh peusahaan dari meminjam atau dari tabungan sendiri.tabunganperusahaan terutama diperoleh dari kuntungan.
Berdasarkan jumlah modal yang akan ditanam dan tingkat pengembalian modal yang diramalkan akan diperoleh analisi makro ekonomi membentuk sutu kurva yang dinamakan efisiensi investasi marginal (marginal efficiency of investment). Bentuk fungsi investasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu, investasi sejajar dengan sumbu daftar atau bentuki nya naik ke atas ke sebelah kanan (yang berarti makin tinggi pendapatan nasional, makin tinggi investasi).
Fungsi atau kurva investasi yang sejajar dengan sumbu datar dinamakan investasi otonomi dan fungsi investasi yang semakin tinggi apabila pendapatan nasional meningkat dinamakan investasi terpengaruh. Dalam analisis makroekonomi biasanya dimisalkan bahwa investasi perusahaan bersifat investasi otonomi.  Investasi atau penanaman modal adalah suatu penanaman modal yang diberikan oleh perseorangan atau perusahaan atau organisasi baik dalam negeri maupun luar negeri. Faktor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya, antara lain :
1.      faktor Sumber Daya Alam,
2.      faktor Sumber Daya Manusia,
3.      faktor stabilitas politik dan perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha,
4.      faktor kebijakan pemerintah
5.      faktor kemudahan dalam perizinan.
Dari segi Penanaman Modal Asing, banyak faktor yang menyebabkan timbulnya keengganan masuk investasi ke Indonesia pada saat ini. Faktor-faktor yang dapat menjadi pendukung masuknya arus investasi ke suatu negara, seperti :
1.      Jaminan keamanan,
2.      Stabilitas politik, dan
3.      Kepastian hukum.
Tampaknya menjadi suatu permasalahan tersendiri bagi Indonesia. Bahkan otonomi daerah yang sekarang diterapkan di Indonesia dianggap menjadi permasalahan baru dalam kegiatan investasi di beberapa daerah. Maka dari itu, Pemerintah mengeluarkan UU Penanaman Modal Asing (UU No. 1/1967)  untuk menarik investasi asing guna membangun ekonomi nasional. Di Indonesia adalah wewenang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk memberikan persetujuan dan ijin atas investasi langsung luar negeri. Masuknya perusahaan asing dalam kegiatan investasi di Indonesia dimaksudkan sebagai pelengkap untuk mengisi sektor-sektor usaha dan industri yang belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak swasta nasional. Modal asing juga diharapkan secara langsung maupun tidak langsung dapat lebih merangsang dan menggairahkan iklim atau kehidupan dunia usaha, serta dapat dimanfaatkan sebagai upaya menembus jaringan pemasaran internasional melalui jaringan yang mereka miliki. Selanjutnya modal asing diharapkan secara langsung dapat mempercepat proses pembangunan ekonomi Indonesia. Namun dari segi Penanaman Modal Dalam Negeri, Pemerintah mengeluarkan Ketentuan mengenai Penanaman Modal diatur didalam Undang-undang No. 25 Tahun 2005 tentang Penanaman Modal.
Penanam Modal Dalam Negeri dapat dilakukan oleh perseorangan Warga Negara Indonesia, badan usaha Negeri, atau pemerintah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan dan batasan kepemilikan modal Negeri atas bidang usaha perusahaan diatur didalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman.











BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Persoalan-persoalan ekonomi pada hakekatnya adalah masalah transformasi atau pengolahan alat-alat/sumber pemenuh/pemuas kebutuhan, yang berupa faktor- faktor produksi yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam dan keterampilan (skill) menjadi barang dan jasa. Seperti yang kita ketahui bahwa yang menentukan bentuk suatu sistem ekonomi kecuali dasar falsafah negara yang dijunjung tinggi, maka yang dijadikan kriteria adalah lembaga-lembaga, khususnya lembaga ekonomi yang menjadi perwujudan atau realisasi falsafah tersebut. Pergulatan pemikiran tentang sistim ekonomi apa yang sebaiknya di diterapkan Indonesia telah dimulai sejak Indonesia belum mencapai kemerdekaannya. Sampai sekarang pergulatan pemikiran tersebut masih terus berlangsung, hal ini tecermin dari perkembangan pemikiran tentang sistem ekonomi pancasila SEP. Landasan Sistem Ekonommi Indonesia, yaitu :
* Secara normatif landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Dari butir-butir di atas, keadilan menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi Indonesia. Keadilan merupakan titik-tolak, proses dan tujuan sekaligus.
* Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal utama bertumpunya sistem ekonomi Indonesia yang berdasar Pancasila, dengan kelengkapannya, yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.
* Berdasarkan TAP MPRS XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian menjadi ketentuan dalam GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal dari Pasal-Pasal UUDS tentang hak milik yuang berfungsi sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan.
 * Dalam GBHN 1993 butir-butir Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi dan diperkirakan dikembalikan ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945.
Landasan normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai ummat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong.

Daftar Pustaka

Tambunan, Tulus.Perekonomian Indonesia, Kajian Teorotis dan Analisis Empiris. Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.
Mubyarto. Ekonomi Pancasila, Landasan Pikir dan Misi Pendirian Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM. BPFE UGM, 2002.
Sigit wanarno dan sujana ismaya. Kamus Besar Ekonomi. Bandung: Pustaka Grafika,2007.
Henry, Faizal Nor. Investasi. Jakarta: Indeks,2009.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar