BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Korupsi
di Indonesia sudah menjadi permasalahan mendasar bahkan telah mengakar
sedemikian dalam sehingga sulit untuk diberantas. Hal ini terlihat semakin lama
tindak pidana korupsi di Indonesia semakin meluas. Maraknya korupsi di
Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang dan sektor pembangunan. Apalagi
setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, disinyalir
korupsi terjadi bukan hanya pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat daerah
dan bahkan menembus ke tingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah.
Korupsi tidak saja terjadi pada lingkungan pemerintahan dan pengusaha bahkan
telah merambah sampai lembaga perwakilan rakyat dan lembaga peradilan.
Berdasarkan hasil survei lembaga konsultan PERC yang
berbasis di Hong Kong menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang paling
korup di antara 12 negara Asia. Pemerintah
Indonesia sebenarnya telah berupaya banyak dalam mengatasi praktek-praktek
korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan berupa
peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945
sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung
dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi
Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).
Upaya pencegahan praktek korupsi
juga dilakukan di lingkungan eksekutif atau penyelenggara negara, di mana
masing-masing instansi memiliki Internal Control Unit (unit pengawas dan
pengendali dalam instansi) yang berupa inspektorat. Fungsi inspektorat
mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan kegiatan pembangunan di instansi
masing-masing, terutama pengelolaan keuangan negara, agar kegiatan pembangunan
berjalan secara efektif, efisien, dan ekonomis sesuai sasaran. Di samping
pengawasan internal, ada juga pengawasan dan pemeriksaan kegiatan pembangunan
yang dilakukan oleh instansi eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan
Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP).
Dengan
telah berlakunya Undang-Undang Pemberantasan Korupsi sebagai landasan hukum
pemberantasan korupsi dan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi yang
bersifat independen dan komitmen politik
pemerintah melalui Instruksi Presiden tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
diharapkan dari waktu ke waktu korupsi di Indonesia berhasil diberantas dan
dihilangkan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana
Formulasi Kebijakan Publik dalam Mengatasi Tindak Pidana Korupsi ?
2. Bagaimana
Strategi Pelaksanaan Alternatif Kebijakan yang Dipilih dalam Mengatasi Tindak
Pidana Korupsi ?
1.3.
Maksud dan Tujuan
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa maksud dan tujuan sebagai
berikut :
1. Menjelaskan
bagaimana Formulasi Kebijakan Publik dalam Mengatasi Tindak Pidana Korupsi
2. Menjelaskan
bagaimana Strategi Pelaksanaan Alternatif Kebijakan yang Dipilih dalam
Mengatasi Tindak Pidana Korupsi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Formulasi Kebijakan Publik
dalam Mengatasi Tindak Pidana Korupsi
2.1.1. Agenda Setting
Korupsi
di Indonesia terlanjur membudaya dan mengakar kuat sejak sekian lama. Begitu
memprihatinkan, bahkan sampai budaya korupsi seakan sempat dilabeli sebagai
salah satu gaya hidup. Dianggap biasa dan wajar untuk dilakukan. Hukum
Indonesia pada tahun 2000 sampai dengan 2006 dinilai melambat saat menangani
kasus korupsi. Satu demi satu kasus ditimbun dan hanya mengendap di arsip
persidangan. Ada tersangka yang akhirnya mangkir, atau dengan beruntung
dihadiahi Surat Penghentian Penyidikan oleh persidangan. Memang perlu
perjuangan keras hukum Indonesia untuk berani bersikap tegas pada kasus
korupsi. Terutama pada kasus korupsi yang menyerang nama-nama penting di
Indonesia. Ketegasan tersebut mulai kentara pada era Antasari Azhar berkuasa
pada ujung tombak Komisi Pemberantasan Korupsi yang dibentuk pada masa
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ini.
Berita
pengungkapan secara besar-besaran kasus korupsi yang dimuat dalam media dapat
menimbulkan efek gentar pada koruptor. Media melalui kuasa pengagendaan dan
settingnya selain berperan mengungkap kasus korupsi juga membantu pemerintah
dalam hal sosialisasi anti korupsi. Media dapat mencelikan mata koruptor, bahwa
bukan lagi saatnya hidup tenang dengan uang rakyat[1].
Dalam
teori Agenda Setting, terdapat tiga macam agenda, yaitu agenda media, agenda
publik, dan agenda kebijakan. Agenda media merupakan prioritas media dalam
meliput suatu berita kejadian, agenda publik, merupakan tingkat perbedaan
penonjolan suatu berita menurut opini publik dan pengetahuan mereka, dan agenda
kebijakan, yang adalah penggambaran berita dan kebijakan yang dikemukan oleh
politikus.
2.1.2 Policy Problem Formulation
Policy problem formulation dalam
mengatasi tindak Pidana Korupsi[2]
:
Ø Penegakan hukum yang tidak konsisten
dan cenderung setengah-setengah
Ø Struktur birokrasi yang berorientasi
ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang cenderung terjebak perbaikan
renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur
Ø Kurang optimalnya fungsi
komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak ada check and
balance
Ø Banyaknya celah atau lubang-lubang
yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem politik dan sistem
administrasi negara Indonesia
Ø Kesulitan dalam menempatkan atau
merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku
korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa
Ø Taktik-taktik koruptor untuk
mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara yang semakin canggih
Ø Kurang kokohnya landasan moral untuk
mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang diemban.
2.1.3
Policy Design
2.1.3.1
Tujuan Kebijakan
Tujuan kebijakan undang-undang
Tindak Pidana Korupsi[3]
:
Ø Tujuan
dengan diundangkan UU korupsi ini diharapkan dapat memenuhi dan mengantisipasi
perkembangan dan kebutuhan hukum bagi masyarakat dalam rangka mencegah dan
memberantas secara lebih efektif setiap tindak pidana korupsi yang sangat
merugikan keuangan, perekonomian negara pada khususnya serta masyarakat pada
umumnya (UU No 31 Tahun 1999)
Ø Mengoptimalkan upaya – upaya
penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum
pelaku dan menyelamatkan uang negara.
Ø Mencegan dan memberikan sanksi tegas
terhadap penyalah gunaan wewenang yang di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)
atau Anggota polri dalam rangka penegakan hukum
Ø Meningkatkan Kerjasama antara
kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan BPKP,PPATK,dan intitusi
Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian
keuangan negara akibat tindak pidana korupsi (instruksi Presiden Nomor 5tahun
2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara
khusus Kepada Jalsa Agung dan kapolri)
Ø Adanya gerakan perlawanan terhadap
KPK sebagai simbol antikorupsi mengindikasikan adanya konsolidasi dari orang atau
kelompok yang berharap situasi tidak berubah. Karena itu, KPK perlu menjadi
bagian penting dari usaha mengkonsolidasikan gerakan antikorupsi di Indonesia,
sehingga usaha melawan KPK bisa ditangkis.
Ø Selain kriminalisasi terhadap
pimpinan KPK yang terjadi pada Bibit dan Chandra, upaya pelemahan KPK dilakukan
melalui jalur hukum, yakni permohonan uji materiil (judicial review) terhadap
Undang-Undang KPK kepada Mahkamah Konstitusi. Dalam catatan ICW, sedikitnya
sudah 13 kali permohonan judicial review atas sejumlah ketentuan dalam UU KPK
diajukan.
Ø Bentuk lain dari upaya sistematis
melemahkan KPK adalah memangkas wewenang lembaga ini melalui proses legislasi.
Ada sejumlah kewenangan KPK yang menjadi target pemangkasan. Beberapa di
antaranya adalah, kewenangan melakukan penyadapan, penuntutan, kewenangan
penyitaan dan penggeledahan yang akan diatur lebih lanjut, larangan SP3 yang
akan dipertimbangkan kembali oleh DPR, dan lain sebagainya.
2.1.3.2
Alternatif Kebijakan dalam mengatasi Tindak Pidana Korupsi
Alternatif
Kebijakan dalam mengatasi Tindak Pidana Korupsi terdiri dari[4]
:
Ø Menegakkan hukum secara adil dan
konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-norma lainnya
yang berlaku
Ø Menciptakan kondisi birokrasi yang
ramping struktur dan kaya fungsi. Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan
kualifikasi tingkat kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas
Ø Optimalisasi fungsi pengawasan atau
kontrol, sehingga komponen-komponen tersebut betul-betul melaksanakan
pengawasan secara programatis dan sistematis
Ø Mendayagunakan segenap suprastruktur
politik maupun infrastruktur politik dan pada saat yang sama membenahi
birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup
dapat ditutup
Ø Adanya penjabaran rumusan
perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak menyebabkan kekaburan atau
perbedaan persepsi diantara para penegak hukumdalam menangani kasus korupsi
Ø Semua elemen (aparatur negara,
masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki idealisme, keberanian untuk
mengungkap penyimpangan-penyimpangan secaraobjektif, jujur, kritis terhadap
tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuhterhadap prinsip-prinsip
keadilan
Ø Melakukan pembinaan mental dan moral
manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan,
etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang
individu-individu di dalamnya tidak dijiwai olehnilai-nilai kejujuran dan
harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan,
diselewengkan atau dikorup
2.1.3.3
Penyusunan Model Alternatif Kebijakan
Model yang digunakan dalam kebijakan
mengatasi Tindak Pidana Korupsi adalah Institutional Model yaitu hubungan
kebijkan publik dengan lembaga pemerintah sangat kuat karena pemahamannya tidak
akan ada kebijakan publik bila tidak diformulasikan, diimplementasikan, dan
ditegakan oleh lembaga pemerintah[5].
2.1.3.4 Penilaian dan Perangkingan
Alternatif
A. Penilaian Alternatif Kebijakan
No
|
KRITERIA
|
DIMENSI
|
1.
|
Technical
Feasibility
|
Menegakkan hukum secara adil dan
konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-norma lainnya
yang berlaku, merupakan langkah yang sangat fundamental dalam mengatasi kasus
korupsi di Indonesia karena dengan cara tersebut kasus korupsi dapat ditekan
dan memberikan efek jera
|
2.
|
Economic
and Financial feasibility
|
Menciptakan
kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi.
Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat kebutuhan,
baik dari segi kuantitas maupun kualitas adalah cara yang tepat dalam menyederhanakan
pelayanan terhadap masyarakat, memperkecil peluang bagi pegawai untuk
melakukan korupsi dan menurunkan beban APBN dalam belanja pegawai.
|
3.
|
Political
Viability
|
Sejauh
ini dampak dari Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan)
harus memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap
penyimpangan-penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap tatanan
yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan,
dan untuk mencapai semua itu harus adanya sikap partisipatif dari semua stake
holder dalam mewujudkan Indonesia bersih dari praktik KKN
|
|
|
|
4.
|
Administrative
Operability
|
Tercapainya
suatu kebijakan tidak terlepas dari adanya komitmen dari semua stake holder
tersebut dalam mencapai sebuah kebijakan
|
B. Perangkingan Alternatif
Kebijakan
NO
|
KRITERIA
|
ALTERNATIF
KEBIJAKAN
|
KETERANGAN
|
||||
|
|
Bobot
|
Nilai
|
Skor
|
|
||
1
|
Technical Feasibility
|
100
|
56,25
|
80
|
|||
2
|
Economic and Financial feasibility
|
100
|
75
|
80
|
Untuk mengatasi tindak pidana korupsi
pemerintah telah mengeluarkan biaya yang cukup besar hal ini terlihat dari
terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
|
||
3
|
Political Viability
|
100
|
62,5
|
80
|
|
||
4
|
Administrative Operability
|
100
|
62,5
|
80
|
|
||
|
Jumlah
|
300
|
256,5
|
240
|
|
||
|
Rangking
|
|
2
|
|
|
||
Keterangan
:
B=Bobot; N=NIilai; S=Skor;
2.1.3.5
Rekomendasi Alternatif Kebijakan
Rekomendasi alternatif kebijakan terdiri
dari :
Ø Menegakkan hukum secara adil dan
konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-norma lainnya
yang berlaku merupakan cara yang tepat dalam mengatsi pemberantasan
korupsi yang sistemik dan konsisten demi tercapainya visi Indonesia yang bebas
korupsi. Namun meski pun merupakan hal yang sulit, pemberantasan korupsi yang
sistemik di Indonesia bukan merupakan hal yang mustahil, terlebih dengan adanya
lembaga seperti KPK yang mempunyai kewenangan yang lengkap di bidang penindakan
maupun pencegahan.
Ø Dengan
strategi pencegahan yang memperhatikan prinsip supply dan demand, dan strategi
penindakan yang difokuskan pada peningkatan efek jera dan penyelamatan
kebocoran keuangan negara yang dipadukan dalam suatu strategic map yang
terintegrasi memberikan harapan bahwa proses pemberantasan korupsi di Indonesia
dapat segera terwujud.
Ø Meski
pun KPK sudah dilengkapi dengan berbagai kewenangan dan fasilitas yang menunjang
untuk menjadi focal point dalam pemberantasan korupsi yang sistemik di
Indonesia, namun tetap dibutuhkan beberapa prasyarat demi tercapainya visi
Indonesia yang bebas korupsi. Secara umum prasyarat keberhasilan suatu strategi
pemberantasan korupsi adalah: (i) kesiapan dan keahlian dari personel penegak
hukum dalam menangani kasus korupsi yang semakin sistemik dan rumit, (ii)
perlunya dukungan politik yang konsisten dari pemerintah, serta (iii) perlunya
dukungan masyarakat luas baik masyarakat Indonesia mau pun dukungan
internasional untuk mendukung terlaksananya program antikorupsi yang telah
disusun dan dipublikasikan selama ini. Pemberantasan korupsi harus
diorientasikan kepada usaha penyelamatan keuangan dan kekayaan negara,
memerangi kemiskinan dan keterbelakangan. Seiring dengan peringatan seratus
tahun hari Kebangkitan Nasional penulis mengajak masyarakat untuk secara
bersama-sama untuk memerangi korupsi dan meninggalkan perilaku koruptif demi
peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
2.2 Strategi Pelaksanaan Alternatif
Kebijakan yang Dipilih
Strategi pelaksanaan
alternatif kebijakan yang diambil terdiri dari[6]
:
1.
Bidang
Pencegahan
Ø Pembentukan
Integritas Bangsa
Mengingat begitu luas
dan kompleksnya korupsi di Indonesia, salah satu kesimpulan yang bisa diambil
adalah bahwa integritas bangsa Indonesia saat ini masih rendah. Dibutuhkan
upaya untuk membentuk integritas bangsa. Upaya ini tentunya tidak mudah,
diperlukan jangka waktu yang panjang dan konsistensi dalam pelaksanaannya.Pembentukan
integritas bangsa dapat dimulai dari pelaksanaan pendidikan anti korupsi dengan
target semua usia mulai dari usia anak-anak hingga dewasa. Kita menyadari bahwa
pembentukan mental dan kepribadian seseorang dimulai sejak dini sehingga
penyusunan kurikulum anti korupsi untuk dimasukkan dalam kurikulum sekolah
formal di Indonesia mulai digalakkan. Kampanye dan Training For Trainers (TOT)
dengan materi anti korupsi harus terus diupayakan.
Ø Penerapan
Tata Kelola Pemerintahan yang baik (Good Governance)
Seiring dengan telah
diberlakukannya sistem desentralisasi dalam pemerintahan Indonesia, penerapan
konsep dasar tata kelola pemerintahan yang baik, hendaknya digali dari best
practices yang telah dirancang dan diperkenalkan terlebih dahulu oleh beberapa
pemerintah provinsi/kota/kabupaten di wilayah Indonesia. Lingkup perbaikan
sistem administrasi yang mereka lakukan secara umum meliputi perbaikan layanan
publik, penegakan hukum, administrasi, keuangan, dan partisipasi aktif dari
masyarakat dengan mengacu kepada prinsip-prinsip yang transparan, akuntabel,
efisien, konsisten, partisipatif, dan responsif.
Ø Reformasi
Birokrasi
Pada dasarnya semua
instansi pemerintah secara bertahap akan diarahkan untuk melakukan reformasi
birokrasi. Namun akibat terbatasnya anggaran yang dimiliki negara perlu
dilakukan pilot project terlebih dahulu, selain untuk dievaluasi dampaknya juga
untuk dijadikan pembelajaran (lesson learn) bagi instansi lain yang akan
direformasi.
2.
Bidang Penindakan
Strategi total
penindakan, seperti yang dulu dijalankan sejumlah badan-badan antikorupsi,
terbukti tidak efektif dalam mengatasi problem korupsi yang sudah sistemik di
Indonesia. Namun, kegiatan antikorupsi yang bersifat penindakan harus tetap
dilaksanakan. Dalam konteks Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi, terutama pasal 11 dan 12, kegiatan penindakan meliputi
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang
"melibatkan aparat penegak hukum dan penyelenggara negara; mendapat perhatian
yang meresahkan masyarakat; dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit
Rp satu milyar". Adanya ketentuan-ketentuan yang mengatur kegiatan
penindakan oleh KPK menekankan tetap pentingnya aktivitas represif dalam
konteks perlawanan terhadap korupsi secara nasional.
Secara umum, strategi antikorupsi KPK telah didesain sehingga
berimbang dimana strategi pencegahan, penindakan, institution-building, dan
penggalangan partisipasi masyarakat dapat berjalan secara sinergi. Secara
spesifik, strategi penindakan difokuskan kepada aspek-aspek yang paling
relevan, untuk kemudian secara periodik disusun-ulang agar dapat beradaptasi
dan mengantisipasi kegiatan-kegiatan korupsi yang selalu berubah; baik karena
semakin meningkatnya kompleksitas tindakan-tindakan korupsi, atau pun karena
perlawanan pihak-pihak yang merasa terancam oleh kegiatan-kegiatan antikorupsi
KPK.
Secara eksplisit, strategi antikorupsi KPK untuk periode
2008-2012 bertujuan "berkurangnya korupsi di Indonesia". Untuk bidang
penindakan, strategi berkesinambungan yang dimulai pada tahun 2008 adalah fokus
pada kegiatan penindakan kepada aparat penegakan hukum dan sektor pelayanan
publik, terutama untuk meningkatkan efek jera.
Berdasarkan
analisis SWOT, potensi peluang yang ada lebih besar dibandingkan dengan ancaman
yang dihadapi, sedangkan kekuatan yang dimiliki juga lebih besar dibandingkan
kelemahan. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan memperhatikan visi, misi,
tujuan, dan sasaran, grand strategy yang dikembangkan dalam rangka
mencapai visi, misi, tujuan, dan sasaran adalah sebagai berikut:
1. Pelibatan
semua pihak dalam pemberantasan korupsi, dimana KPK menempatkan diri sebagai
pemicu dan pendorong dalam pemberantasan korupsi
2. Pemberantasan
korupsi dilakukan secara komprehensif menggunakan pola deteksi - aksi dengan
kegiatan: proaktif investigasi (deteksi), preventif, represif, dan
rehabilitasi.
Adapun strategi operasional yang dipakai adalah sebagai
berikut:
1.
Strategi Penindakan dan koordinasi serta supervisi dengan
lembaga penegak hukum;
2.
Strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan
lembaga negara/pemerintah pusat dan daerah;
3.
Strategi Monitoring dan supervisi instansi pelayanan publik;
4.
Strategi Penggalangan Keikutsertaan Masyarakat;
5.
Strategi Pembangunan Kelembagaan
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Uraian mengenai fenomena korupsi dan
berbagai dampak yang ditimbulkannya telah menegaskan bahwa korupsi merupakan
tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-orang yang
berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan
yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi
sebagai prangkat pokoknya. Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya
korupsi. Seperti halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang
menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya
pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam
realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang
sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu
bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak adil,
upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.
Oleh karena itu alternatif kebijakan
yang diambil adalah dengan menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku dan mendayagunakan
segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur politik dan pada saat yang
sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki
tindakan-tindakan korup dapat ditutup
DAFTAR PUSTAKA
UU No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
http://blog.bestlagu.com/contoh-kebijakan-publik
http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=219&id=2259&option=com_content&task=view
nice posting
BalasHapusterima kasih :-)
Hapusterima kasih sangat membantu untuk tugas kuliah :)
BalasHapussama2.. terima kasih sudah berkunjung :-)
Hapuspas dengan tugas saya makasih ditunggu karya yang lainnya..
BalasHapusinsyaallah ^_^
Hapus