Minggu, 08 September 2013

Makalah Pelaksanaan Demokrasi dalam Dimensi Sosiologi Politik



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam Mata Kuliah Sosiologi Politik ini, kami selaku mahasiswa diajarkan mengenai definisi Sosiologi Politik yang unsur utamanya dibangun mencakup 3 hal, yakni Negara, Kekuasaan, dan Rakyat. Maka kami memandang bahwa Demokrasi dapat mewakili keterkaitan ketiga unsur tersebut. Dimana Demokrasi meliputi hubungan antara Negara dengan Rakyatnya, karena dengan Demokrasi maka rakyat bebas menyatakan pendapatnya mengenai kinerja pemerintahnya, serta dengan Demokrasi pula ajang untuk mendapatkan kekuasaan dapat tercapai, contohnya dalam hala pemilu. Dimana Pemilu adalah salah satu pengaplikasian atau terapan dari demokrasi. Selanjutnya kami memilih judul “Pelaksanaan Demokrasi dalam Dimensi Sosiologi Politik” yang didalamnya mencakup contoh kasus seperti pemilu dan Dana BOS karena kami rasa contoh kasus tersebut mewakili paradigma sosiologi politik dalam bidang Demokrasi.
Bagaimana seperti ditulis almarhum Moh. Hatta bahwa,”Di desa-desa sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan bersama. Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia harus berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan almarhum ini tidak lain dari pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam pencapaian keputusan dan gotong royong dalam pelaksanaan keputusannya tersebut. (Prijono Tjiptoherijanto dan Yomiko M. Prijono, 1983 hal 17-19). Dari gambaran di atas, kami rasa hal ini pula yang menginspirasi demokrasi pancasila yang selalu menjadi Kiblat negara kita dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu ditelaah atau dikaji secara lebih dalam lagi.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak mungkin terlepas dari rasa kekeluargaan. Akan tetapi yang menjadi pandangan kita sekarang. Mengapa negara ini seperti mengalami sebuah kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi. Banyak para ahli berpendapat bahwa demokrasi pancasila itu merupakan salah satu demokrasi yang mampu menjawab tantangan jaman karena semua kehidupan berkaitan erat dengan nilai luhur Pancasila.
Dalam hal ini kita ambil saja salah satu ahli Nasional Prof. Dardji Darmodihardjo, S.H. beliau mempunyai Pandangan bahwa demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang terwujudnya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945. lain hal lagi dengan Prof. dr. Drs. Notonegoro,S.H. mengatakan demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berke-Tuhan-nan Yang Maha Esa, yang Berkepribadian Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yang mempersatukan Indonesia dan yang berkedaulatan seluruh rakyat.

B.     RUMUSAN MASALAH
Kita akan menganalisis mengenai sub-sub pada di bawah ini :
Ø  Definisi Demokrasi
Ø  Prinsip-Prinsip Demokrasi
Ø  Demokrasi Pancasila
Ø  Perspektif Sosiologi Politik dalam Demokrasi pada contoh kasus Pemilu.
Ø  Sistem Pemilihan umum di Indonesia
Ø  Perspektif Sosiologi Politik dalam Demokrasi pada contoh kasus Dana BOS
Ø  Definisi, Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan Program Dana BOS
Ø  Sasaran Program dan Besar Bantuan
Ø  Landasan Hukum
Ø  Tanggung Jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Ø  Mekanisme Alokasi
Ø  Penyaluran dan Pengambilan dana BOS
Ø  Penggunaan Dana BOS

C.     TUJUAN
Semoga kelak dengan pengetahuan di dalam makalah ini kami selaku mahasiswa kami dapat mengerti dan memahami perspektif Demokrasi di dalam Sosiologi Politik dan dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupan bermasyarakat nanti, contohnya adalah sebagaimana sub bahasan dari kami yaitu pemilu.


BAB II
PEMBAHASAN

2.   1.  DEFINISI DEMOKRASI

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan  untuk rakyat.
Ada beberapa pengertian demokrasi menurut para ahli:
ØMenurut Harris Soche
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekusaan pemerintahan itu melekat pada diri rakyat atau diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahankan dan melindungi dirinya dari paksaan dan pemerkosaan orang lain atau badan yang di serahi untuk memerintah.
ØMenurut Hennry B. Mayo
Kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana di mana terjadi kebebasan politik
ØMenurut International Commission of Jurist
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas. [1]



ØMenurut C. F. Strong
Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan yang menjamin pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan tindakannya pada mayoritas tersebut.[2]
ØMenurut Samuel Huntington
Demokrasi ada jika para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sebuah sistem dipilih melalui suatu pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala dan di dalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir seluruh penduduk dewasa dapat memberikan suara..
ØMenurut Yusuf Al-Qordawy
Wadah Masyarakat untuk memilih sesorang untuk mengurus dan mengatur urusan mereka. Pimpinanya bukan orang yang mereka benci, peraturannya bukan yang mereka tidak kehendaki, dan mereka berhak meminta pertanggungjawaban penguasa jika pemimpin tersebut salah. Merekapun berhak memecatnya jika menyeleweng, mereka juga tidak boleh dibawa ke sistem ekonomi, sosial, budaya, atau sistem politik yang tidak mereka kenal dan tidak mereka sukai.
ØMenurut Abdul GhaniArRahhal
Di dalam bukunya, Al Islamiyyun wa Sarah Ad Dimuqrathiyyah mendefinisikan demokrasi sebagai “kekuasaan rakyat oleh rakyat”. Rakyat adalah sumber kekuasaan.
ØMenurut Amien Rais
Suatu negara disebut sebagai negara demokrasi jika memenuhi beberapa kriteria, yaitu;
(1)   partisipasi dalam pembuatan keputusan, (2) persamaan di depan hukum, (3) distribusi pendapat secara adil, (4) kesempatan pendidikan yang sama, (5) empat macam kebebasan, yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan persuratkabaran, kebebasan berkumpul dan kebebasan beragama, (6) ketersediaan dan keterbukaan informasi, (7) mengindahkan fatsoen atau tata krama politik, (8) kebebasan individu, (9) semangat kerja sama dan, (10) hak untuk protes.


ØMenurut Robert A. Dahl
Sebuah demokrasi idealnya memiliki : (1) persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat, (2) partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif, (3) pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis, (4) kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi masyarakat untuk menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau lembaga yang mewakili masyakat, dan (5) pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat yang tercakup semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum.[3]

2. 2. PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI
                   Rakyat dapat secara bebas menyampaikan aspirasinya dalam kebijakan politik dan sosial. Prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam konstitusi Negara Kesatuan RepublikIndonesia. Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi".Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah
  1. Kedaulatan rakyat;[4]
  2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
  3. Kekuasaan mayoritas;
  4. Hak-hak minoritas;
  5. Jaminan hak asasi manusia;
  6. Pemilihan yang bebas dan jujur;
  7. Persamaan di depan hukum;
  8. Proses hukum yang wajar;
  9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
  10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;[5]
  11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
2. 3. DEMOKRASI PANCASILA
Sejak lahirnya Orde baru tahun 1966, kehidupan demokrasi di Indonesia mulai baik kembali di mana lembaga-lembaga demokrasi mulai berfungsi, seperti adanya Pemilu, Sidang-sidang DPR, baik di pusat maupun di daerah, dan MPR telah melaksanakan fungsinya dengan nyata.
Sehingga bangsa Indonesia melaksanakan suatu demokrasi yang disebut Demokrasi Pancasila, yaitu demokrasi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Dalam Demokrasi Pancasila musyawarah untuk mufakat sangat diharapkan, karena setiapkeputusan dalam musyawarah hendaknya dapat dicapai dengan mufakat.Tetapi bila tidak tercapai mufakat, maka pengambilan keputusan dapat ditempuh melalui pemungutan suara.
Contohnya: pemilihan Kepala Desa,  pemilihan Ketua Kelas.
Pemilihan-pemilihan tersebut jika dilaksanakan  dengan baik maka  sesuai  dengan pelaksanaan Demokrasi Pancasila.
Inti dari demokrasi pancasila adalah pemerintahan yang dipimpin dari, oleh, dan untuk rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan keadilan, yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, serta berketuhanan, adil dan beradab, serta berlandaskan persatuan Indonesia.
Tetapi demokrasi pancasila mengambil kelebihan dan dari demokrasi liberal serta sosialis yaitu kebebasan berusaha (swasta), desentralisasi (tidak terpusat), pemerintah masih ikut dalam pengontrol masyarakat, dan keadilan berusaha.[6]

Prisip-Prinsip Demokrasi Pancasila:

  Perlindungan terhadap hak asasi manusia
  Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
  Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR atau lainnya
  adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat
  Pelaksanaan Pemilihan Umum
  Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (pasal 1 ayat 2 UUD 1945)
  Keseimbangan antara hak dan kewajiban
  Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
  Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional
  Pemerintahan berdasarkan hukum
Ciri Demokrasi Pancasila
·         pemerintah dijalankan berdasarkan konstitusi
·         adanya pemilu secara berkesinambungan
·         adanya peran-peran kelompok kepentingan
·         adanya penghargaan atas HAM serta perlindungan hak minoritas.
·         Demokrasi Pancasila merupakan kompetisi berbagai ide dan cara untuk menyelesaikan masalah.
·         Ide-ide yang paling baik akan diterima, bukan berdasarkan suara terbanyak.

Fungsi Demokrasi Pancasila

Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya:
Ikut menyukseskan Pemilu, ikut menyukseskan pembangunan, ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.Menjamin tetap tegaknya negara RI, menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara, menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,
Contohnya:
Presiden adalah mandataris MPR,
Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945. Sebagai demokrasi pancasila terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945.[7]

Demokrasi Pancasila dalam Beberapa Bidang

Ñ     Bidang Ekonomi

DemokrasiPancasilamenuntutrakyatmenjadisubjekdalampembangunanekonomi.Pem rintah memberikan peluang bagi terwujudnya hak-hak ekonomi rakyat dengan menjamin tegaknya prinsip keadilan social sehingga segala bentuk hegemoni kekayaan alamat atau sumber-sumber ekonomi harus ditolak agar semua rakyat memiliki kesempatan yang sama dalam penggunaan kekayaan Negara, dalam implikasi pernah diwujudkan dalam Program ekonomi banteng tahun 1950, pada tahun 1951, Rencana lima tahun pertama tahun 1955 s.d. tahun 1960, Rencana delapan tahun dan terakhir dalam Repelitakesemuanya malah menyuburkan korupsi dan merusaknya sarana produksi. Hal ini ditujukan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 dan sila ke-5 Pancasila. Maka secara kongkrit, rakyat berperan melalui wakil-wakil rakyat di parlemen dalam menentukan kebijakan ekonomi.[8]
Ñ       Bidang Kebudayaan Nasional
Demokrasi Pancasila menjamin adanya fasilitasi dari pihak pemerintah agar keunikan dan kemajemukan budaya Indonesia dapat tetap dipertahankan dan ditumbuhkembangkan sehingga kekayaan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat terpelihara dengan baik. Terdapat penolakan terhadap uniformitas budaya dan pemerintah menciptakan peluang bagi berkembangnya budaya lokal sehingga identitas suatu komunitas mendapat pengakuan dan penghargaan.[9]


2.   4. Perspektif Sosiologi Politik dalam Demokrasi pada contoh kasus Pemilu
Pengertian Pemilu Menurut UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.[10]
Dari pernyataan ini dapat kita simpulkan bahwa pemilu adalah bagian dari suatu demokrasi dimana dinyatakan pemilu “adalah sarana kedaulatan rakyat”. Maka pemilu itu berarti suatu alat untuk menyampaikan suara dan aspirasi rakyat dalam rangka pembanguna negara, hal ini menyiratkan prinsip demokrasi yaitu Kedaulatan Rakyat.
Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolok ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.
Sedangkan dalam proses, prosedur dan kajian sistematisnyasejak proklamasi kemerdekaan hingga tahun 2004 di Indonesia telah dilaksanakan pemilihan umum sebanyak sepuluh kali, yaitu dimulai tahun 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009. Jumlah kontestan partai partai politik dalam pemilihan disetiap tahunnya tidak selalu sama, kecuali pada pemilu tahun 1977 sampai 1997.[11]
Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum itu sendiri. Dari pemilihan umum-pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia[12]
Oleh karena itu sistem-sistem pemilhan umum di Indonesia terbagi kedalam beberapa fase, yaitu pada Masa Demokrasi Parlementer (1945-1959), Masa Demokrasi terpimpin (1959-1965), selanjutnya masa Demokrasi Pancasila (1965-1998), dan yang terakhir adalah masa Reformasi (1998-sekarang).

2. 5. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia
*    Zaman Demokrasi Parlementer
Sebenaranya pemilihan umum sudah direncanakan mulai bulan Oktober 1945, tetapi baru dapat dilaksanakan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap pada tahun 1955. Pada pemilihan umum itu pemungutan suara dilakukan dua kali yaitu satu kali untuk memilih anggota DPR pada bulan September, dan kedua kali untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem pemilihan yag digunakan ialah sistem proporsional. Pada waktu itu sistem sebagaimana yang dicontohkan oleh Belanda, merupakan satu-satunya sistem pemilihan umum yang dikenal oleh para pemimpin negara. Pemilihan umum diselengarakan dalam suasana khidmat, karena merupakan pemilihan umum pertama dalam suasana kemerdekaan. Pemilihan umum berlangsung sangat demokratis, tidak ada pembatasan partai-partai dan tidak ada usaha dari pemerintah mengadakan intervensi terhadap partai-partai sekalipun kampanye berjalan seru, terutama antara Masyumi dan PNI, demikian juga administrasi teknis berjalan lancar dan jujur.
Pemilihan umum menghasilkan 27 Partai dan satu perorangan, dengan jumlah total 257 kursi. Sekalipun jumlah partai bertambah dibanding dengan jumlah partai sebelum pemilu, namun ada 4 partai yang perolehan suaranya sangat menonjol yaitu Masyumi, PNI, NIJ, dan PKI. Bersama-sama mereka meraih 77% dari kursi di DPR. Sebaliknya, beberapa partai yang tadinya menjalankan peranan penting dalam percaturan politik ternyata hanya memperoleh beberapa kursi saja.
Namun stabilitas politik yang sangat diharapkan dari pemilihan umum tidak terwujud. Kabinet Ali (I dan II) yang memerintah selama dua tahun dan yang terdiri atas koalisi Tiga Besar: Masyumi, PNI dan NU, ternyata tidak dengan kompak dalam menghadapi beberapa persoalan, terutama yang terkait dengan Konsepsi Presiden yang diumumkan tanggal 21 Februari 1957. Karena beberapa partai koalisi tidak menyetujui, akhirnya beberapa menteri, antara lain dari Masyumi keluar dari kabinet. Dengan pembubaran Konstituante oleh Presiden Soekarno zaman demokrasi parlementer berakhir dan kemudian mulailah Zaman Demokrasi Terpimpin.[13]




*    Zaman Demokrasi Terpimpin
Sesudah mencabut Maklumat Pemerintah November 1945 tentang kebebasan untuk mendirikan partai, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai menjadi 10. Kesepuluh partai ini yaitu PNI, Masyumi, NU, PKI, Partai Katolik, Partindo, Partai Murba, PSII Arudji, IPKI, dan Partai Islam Perti. Kemudian ikut dalam pemilihan umum 1971 masa Orde Baru. Di zaman Demokrasi Terpimpin tidak diadakan pemilu.[14]

*    Zaman Demokrasi Pancasila
Sesudah runtuhnya rezim Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter ada harapan besar di kalangan masyarakat untuk dapat mendirikan suatu sistem politik yang demokratis dan stabil. Berbagai forum diskusi diadakan seperti misalnya Musyawarah Nasional III Persahi 1966, dan Simposium Hak Asasi Manusia, Juni 1967. Diskusi yang paling penting diadakan di SESKOAD, Bandung pada tahun 1966. Pada seminar Angkatan Darat II ini dibicaeakan langkah-langkah yang praktis untuk mengurangi jumlah partai politik, karena ulah mereka dianggap telah mengakibatkan rapuhnya sistem politik.
Salah satu caranya ialah melalui sistem pemilu. Pada saat itu diperbincangkan tidak hanya sistem proporsional yang sudah lama dikenal, tetapi juga sistem distrik, yang di Indonesia masih sama sekali baru. Seminar berpendapat bahwa sistem dostrik dapat mengurangi jumlah partai politik secara alamiah, tanpa paksaan. Diharapkan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam meraih kursi di suatu distrik. Berkurangnya jumlah patai politik diharapkan akan membawa stabilitas politik, dan pemerintah akan lebih berdaya untuk melaksanakan kebijakan-kebijakannya, terutama dibidang ekonomi. Namun keputusan seminar kemudian dituangkan dalam suatu RUU ditolak oleh partai-partai dalam DPR pada tahun 1967. Dikhawatirkan bahwa sistem distrik akan merugikan eksistensi partai-partai politik, dan juga karena ada usul untuk memberikan jatah kursi di DPR kepada ABRI. Dengan ditolaknya sistem distrik maka semua sistem pmilihan umum berikutnya dilaksanakan dengan memakai sistem proporsional.

Sebagai akibatnya, sistem proporsional tahun 1055 tetap menjadi pilihan namun dengan beberapa modifikasi. Pertama, setiap daerah tingkat II (Kabupaten/Kota Madya) dijamin mendapat satu kursi di DPR. Hal ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan jumlah anggota DPR dari Jawa dan luar Jawa, karena jumlah pemilih di Jawa jauh lebih banyak dari jumlah pemilih dari luar Jawa. Kedua, dari 460 anggota DPR, 100 diantaranya diangkat, yaitu 75 anggota diangkat dan 25 lainnya dari non-ABRI, yang non-ABRI ini diangkat dari utusan golongan dan Daerah. Berdasarkan kompromi antara partai-partai dan pemerinth, yang dinamakan Konsensus Nasional, maka pemilihan umum 1971 diselenggarakan dengan 10 partai politik. Untuk perimbangan jumlah anggota parlemen dan penduduk dibuat perbandingan 1.400.000.
Karena gagal menyederhanakan sistem partai lewat pemilihan umum, Presiden Soeharto mulai mengadakan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama ialah mengadakan fusi di antara parta-partai. Dihadapan partai-partai, Presiden Soeharto pada tahun 1973 mengemukakan saran agar mereka mengelompokkan diri dalam tiga golongan. Yaitu golongan spiritual, golongan nasionalis, dan golongan Karya sehingga hanya tinggal tiga partai politik Golkar, PPP, dan PDI.
Maka mulai tahun 1977 pemilihan umum diselenggarakan dengan tiga partai. Golkar selalu menang secara meyakinkan dan meraih kedaulatan mutlak. Tindakan lain yang menguntungkan Golkar dimuat dalam UU No. 3 Tahun 1975, bahwa kepengurusan partai-partai terbatas pada ibu kota tingkat pusat, DATI I, dan DATI II. Ketentuan ini kemudian lebih dikenal dengan istilah massa mengambang (floating mass). Dalam praktik peraturan itu menguntungkan Golkar karena dua partai hanya dibenarkan aktif sampai tingkat Kabupaten atau Dati II, padahal Golkar bebas untuk bergerak sampai ke tingkat desa, dimana ia bekerja sama dengan aparat pemerintah. Perbedaan itu dimungkinkan karena pada waktu itu Golkar tidak dianggap sebagai partai. Selain dari itu, dalam pelaksanaan sehari-hari aparat pemerintah mengadakan intervensi berlebih-lebihan, terutama di daerah-daerah terpencil, dalam usaha mencapai target yang telah ditentukan.[15]


*    Zaman Reformasi
Reformasi membawa beberapa perubahan fundamental. Pertama, dibuka kesempatan kembali untuk bergeraknya partai politik secara bebas, termasuk mendirikan partai baru. Ketentuan ini kemudian tercermin dalam pemilhan umum 1999 yang diselenggarakan dengan disertai banyak partai. Kedua, pada pemilihan umum 2004 untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia diadakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ketiga, diadakan pemilihan untuk suatu badan baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah yang akan mewakili kepentingan daerah secara khusus. Keempat, diadakan “electoral threshold” yaitu ketentuan bahwa untuk pemilihan legislatif setiap partai harus meraih minimal 3% jumlah kursi anggota badan legislatif pusat. Untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, partai politik harus memperoleh minimal 3% jumlah kursi dalam badan yang bersangkutan atau 5% dari perolehan suara sah secara nasional.
Pemilihan umum 1999 diikuti tiga partai Orde-Baru, ditambah sejumlah partai baru, sehingga total berjumlah 48 partai, yang kemudian berhasil masuk DPR adalah 21 partai. Sistem pemilihan umum yang dipakai tidak terlalu berbeda dengan yang dipakai pada pemilihan umum sebelumnya. Landasan hukumnya adalah UU No.2 Tahun 1999.
Pada tahun 2004 diadakan tiga pemilihan umum , yaitu pertama pemilihan legislatif, seklaigus untuk memilih anggota DPR, kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden putaran pertama, ketiga pemilihan Presiden dan Wakil Presiden putaran kedua.
Pemilihan umum legislatif dilaksanakan bersandarkan UU No. 12 Tahun 2003, dan diikuti 24 partai, tujuh diantaranya masuk DPR, yaitu Golkar, PDIP, PPP, PKB, Partai Demokrat dan PAN.
Pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara langsung tahun 2004 diselenggarakan dengan sistem dua putaran. Artinya kalau pada putaran pertama tidak ada calon yang memperoleh suara minimal yang ditentukan, akan diadakan putaran kedua dengan peserta dua pasang calon yang memperoleh suara terbanyak. Yang menjadi tujuan pokok adalah adanya pasangan calon yang terpilih yang mempunyai legitimasi kuat dengan perolehan suara 50% plus satu (mayoritas mutlak). Seandainya pada putaran kedua tidak ada yang memperoleh suara 50% plus satu suara, yang akan dijadikan pertimbangan untuk menentukan pemenang adalah kemerataan dukungan suara di tingkat provinsi atau kabupaten/kota. Pemilihan umum putaran pertama dilakukan tanggal 5 Juli 2004. Karena dari lima pasang calon yang berkompetensi tidak ada yang memperoleh suara 50% plus satu, pada 20 September diadakan putaran kedua. Pada putaran kedua hanya ada dua pasang calon yang menjadi peserta, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono-M. Jusuf Kalla yang memperoleh 60,62% suara dan Megawati Soekarnoputri-KH. Hasyim Muzadi yang memperoleh 39,38% suara.
Ini juga merupakan pengalaman pertama bagi partai politik untuk mengajukan calon Presiden dan Wakil Presiden, ketentuan peralihan UU No.23/2003 Tentang Pemilihan umum calon Presiden dan Wakil Presiden menetapkan apa yang dinamakan electoral threshold, yaitu bahwa dukungan minimal yang diperlukan oleh pasangan calon adalah 5% suara sah pada pemilihan umum anggota DPR atau 3% jumlah kursi di DPR. Ini berarti partai politik yang perolehan suara atau kursinya dalam pemilihan umum legislatif tidak mencapai batas tersebut di atas, untuk bisa mengajukan pasangan calon Presiden dn Wakil Presiden harus berkoalisi dengan partai lain sehingga memenuhi syarat di atas. Koalisi juga diperkenankan bagi partai yang ingin meningkatkan besarnya dukungan bagi pasangan calon yang diajukan meskipun sudah memenuhi syarat minimal. Ketentuan electoral thresholdjuga berarti bahwa partai yang tidak berhasil memenuhi syarat tidak diperkenankan mengikuti pemilihan umum berikutnya. Akan tetapi untuk keperluan itu partai boleh berganti nama atau bergabung dengan partai lain.
Pada pemilihan umum putaran pertama calon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-M. Jusuf Kalla, misalnya dicalonkan oleh gabungan partai Demokrat, PKP Indonesia, dan Partai Bulan Bintang yang secara gabungan memperoleh jumlah 11,31% suara dan 69 kursi dalam pemilihan umum DPR 2004. Pasangan Megawati-KH. Hasyim Muzadi yang dicalonkan oleh PDI Perjuangan, mempunyai modal dukungan 18,53% suara sah dan 109 kursi DPR. Pada putaran kedua peta koalisi partai-partai tersebut berubah lagi karena hanya ada dua pasangan calon yang berkompetisi. Partai-partai yang calonnya kalah pada putaran pertama harus mengubah arah dukungannya.[16]

2.6.      Perspektif Sosiologi Politik dalam Demokrasi pada contoh kasus Dana BOS
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanngung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat..
Salah satu indikator penuntasan program wajib belajar 9 tahun diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) tingkat SMP. Pada tahun 2008 APK SMP telah mencapai 96,18%, sehingga dapat dikatakan bahwa program wajar 9 tahun telah tuntas sesuai waktu yang ditargetkan. Program Bantuan Opera Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan Juli 2005, telah berperan besar dalam percepatan pencapaian program wajar 9 tahun tersebut. Oleh karena itu, mulai tahun 2009 pemerintah akan melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi dari program. Program BOS kedepan bukan hanya berperan untuk mempertahankan APK, namun harus juga berkontribusi besar untuk peningkatan mutu pendidikan dasar. Selain daripada itu, dengan kenaikan biaya satuan BOS yang signifikan, program ini akan menjadi pilar utama untuk mewujudkan pendidikan gratis di pendidikan dasar.
Peningkatan biaya satuan BOS tahun 2009 yang cukup signifikan merupakan salah satu bukti komitmen pemerintah dalam  menyelenggarakan amanat UUD perihal 20% anggaran untuk pendidikan. Komitmen pemerintah ini harus juga diikuti oleh peningkatan komitmen pemerintah daerah juga peran serta masyarakat dalam pengawasan program dan pendanaan. Dengan terbitnya peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 semakin memperjelas jenis-jenis dana pendidikan, serta peran dan tanggungjawab masing-masing pemangku kepentingan. Demeikian juga kebijakan program buku murah Departemen Pendidikan Nasional yang dimuali tahun 2008, akan menjadi salah satu acara utama program BOS.[17]
Dari bentuk program pemerintah ini keterkaitannya dengan Demokrasi dan Sosiologi Politik adalah dalam hal pelaksanaan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah mengenai pendidikan. Pemerintah mencoba  memberikan jaminan hak berupa pendidikan. Dan memperoeh perlindungan hak merupakan bagian dari prinsip-prinsip Demokrasi, terutama demokrasi pancasila. Dan program ini apabila dipandang melalui aspek sosiologi politik adalah antara keterkaitan pemerintah atau negara dengan masyarakat.

 2. 7.Definisi & Tujuan Pembentukan Program Dana BOS
*      Definisi BOS
BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar.[18]
*      Tujuan Pembentukan BOS
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankanbeban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar selama 9 tahun yang bermutu. Secara khusus program BOS bertjuan untuk:
Ø  Menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari beban biaya opreasional sekolah, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Ø  Menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya operasional sekolah, kecuali pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Ø  Meringankan beban biaya operasional sekolah bagi siswa di sekloah swasta.[19]



2. 8. Sasaran Program dan Besar Bantuan
        Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, termasuk Sekolah Menengah Terbuka “(SMPT) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Program kejar paket A dan paket B tidak termasuk sasaran dari program BOS ini.
Besar Biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah termasuk untuk BOS buku, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan:
1.      SD/SDLB di Kota                              :Rp. 400.000,-/siswa/tahun
2.      SD.SLDB di Kabupaten                     :Rp. 397.000,-/siswa/tahun
3.      SMP/SMPLB/SMPT di Kota             :Rp. 575.000,-/siswa/tahun
4.      SMP/SMPLB/SMPT di Kabupaten    :Rp. 570.000,-siswa/tahun[20]

2. 9. Landasan Hukum
                 Landasan hukum dalam pelaksanaan program BOS Tahun 2009 meliputi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :
a.    Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
b.    Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan   Nasional.
c.    Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
d.   Peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
e.    Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar.
f.     Peraturan pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan.
g.    Instruksi presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
h.    Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 036/U/1995 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar .
i.      Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 078/M/2008 tentang penetapan harga eceran tertinggi 145 judul Buku Teks Pelajaran yang Hak Ciptanya di beli oleh Departemen Pendidikan Nasional.
j.      Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republk Indonesia No. 2 Tahun 2008 tentang Buku.
k.    Surat edara Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia No. SE-02/PJ/2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan dengan Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) oleh Bendaharawan atau Penanggungjawab Pengelolan Penggunaan dana BOS di masing-masing unit penerima BOS.[21]

2. 10. Sekolah Penerima BOS
1.      Semua sekolah SD/SDLB/SMP/SMPLB/SMPT Negeri wajib menerima dana BOS. Bila sekolah tersebut menolak dana BOS, maka sekolah dilarang memungut biaya dari peserta didik, orangtua atau wali peserta didik.
2.      Semua sekolah swasta yang telah memiliki ijin operasional yang tidak dikembangkan menjadi bertaraf internasional atau berbasis keunggulan lokal wajib menerima dana BOS.
3.      Bagi sekolah yang menolak BOS harus melalui persetujuan orangtua siswa melalui komite sekolah dan tetap menjamin kelangsungan pendidikan siswa miskin di sekolah tersebut.
4.      Seluruh sekolah yang menerima BOS harus mengikuti pedoman BOS yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
5.      Sekolah negeri kategori RSBI dan SBI diperbolehkan memungut dana dari orangtua siswa yang mampu dengan persetujuan Komite Sekolah. Pemda harus ikut mengendalikan dan mengawasi pungutan yang dilakukan oleh sekolah tersebut agar tercipta prinsip pengelolaan dana secara transparan dan akuntabel.
6.      Sekolah negeri yang sebagian kelasnya sudah menerapkan sistem sekolah bertaraf RSBI atau SBI tetap diperbolehkan memungut dana dari orangtua siswa yang mampu dengan persetujuan Komite Sekolah dan menggratiskan siswa miskin.[22]


2. 11. Tanggung Jawab Pemerintah & Pemerintah Daerah
            Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun, tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah terkait biaya satuan satuan pendidikan telah diatur dalam PP No. 48 tahun 2008 yang intinya adalah sebagai berikut:
1.      Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggungjawab terhadap pendanaan biaya investasi dan biaya operasional satuan pendidikan bagi sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah daerah sampai terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan
2.      Sekolah yang diselenggarakan pemerintah/pemerintah daerah menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal, selain dari pemerintah dan pemerintah daerah pendanaan tambahan dapat juga bersumber dari masyarakat, bantuan pihak asing yang tidak mengikat, dan/atau sumber lain yang sah.
3.      Pemerintah dan pemerintah daerah dapat membantu pendataan biaya nonpersonalia sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat.[23]

2. 12. Mekanisme Alokasi
            Pengalokasian dana BOS dilaksanakan sebagai berikut:
1.      Tim manajemen BOS pusat mengumpulkan data jumlah siswa tiap sekolah melalui Tim Manajemen BOS Provinsi. Kemudian menetapkan alokasi dana BOS tiap provinsi.
2.      Atas dasar data jumlah siwa tiap sekolah, Tim Manejemen BOS Pusat membuat alokasi dana BOS tiap Provinsi yang dituangkan dalam DIPA Provinsi
3.      Tim manajemen BOS Provinsi dan Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota melakukan verifikasi ulang dat jumlah siswa tiap sekolah sebagai dasar dalam menetapkan alokasi di sekolah.
4.      Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota menetapkan sekolah yang bersedia menerima BOS melalui surat keputusan (SK). SK penetapan sekolah yang meneriman BOS ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dewan Pendidikan. SK yang telah ditandatangani dilampiri nama sekolah dan besar dana bantuan yang diterima (FORMAT BOS-02A dan FORMAT BOS 02-B). Sekolah yang bersedia menerima BOS harus menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB).
5.      Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota mengirimkan SK Alokasi BOS dengan melampirkan daftar sekolah ke Tim Manajemen BOS Provinsi, tembusan ke Bank/Pos penyalur dana dan sekolah penerima BOS.
Dalam menetapkan alokasi dana BOS tiap sekolah perlu dipertimbangkan bhawa dalam satu tahun anggaran terdapat dua periode tahun pelajaran yang berbeda, sehingga perlu acuan sebagai berikut:
1.      Alokasi BOS untuk periode Januari-Juni 2009 didasarkan pada jumlah siswa tahun pelajaran 2008/2009
2.      Alokasi BOS periode Juli-Desember 2009 didasarkan kepada data jumlah siswa tahun pelajaran 2009/2010. Oleh karena itu setiap sekolah diminta agar mengirim data jumlah siswa ke Tim Manajemen BOS Kab/Kota, segera setelah masa pendaftaran siswa baru tahun 2009 selesai.











BAB III
KESIMPULAN
            Demokrasi secara umum adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau kekuasaan (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Prinsip-prinsip demokrasi menurut Almadudi yang kemudian di kenal dengan “soko guru demokrasi”. Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah : Kedaulatan rakyat; Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah; Kekuasaan mayoritas; Hak-hak minoritas; Jaminan hak asasi manusia; Pemilihan yang bebas dan jujur; Persamaan di depan hukum; Proses hukum yang wajar; Pembatasan pemerintah secara konstitusional. Indonesia melaksanakan suatu demokrasi yang disebut Demokrasi Pancasila, yaitu demokrasi yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Sedangkan sistem Pemilihan Umum di Indonesia terbagi kedalam beberapa zaman, yaitu : Zaman Demokrasi Parlementer; Zaman Demokrasi Terpimpin; Zaman Demokrasi Pancasila; dan Zaman Reformasi.
            Contoh kasus tentang demokrasi di Indonesia yaitu pada aliran Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Tujuan pembentukan BOS yaitu bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar selama 9 tahun yang bermutu.    








DAFTAR PUSTAKA




(jobvacancycareer.net/perspektif-filosofis-islam-politik/)

Aa Nurdiaman, "Pendidikan Kewarganegaraan: Kecakapan Berbangsa dan Bernegara", PT Grafindo Media Pratama,
Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas XII SMA. Cet.1. Bandung: Grafindo Media Pratama.Hlm25-27.
[1]Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara Ilmu.Hlm 4-5.

Ujan AA,et.al. 2008. Pancasila Sebagai Etika Sosial Politik Bangsa Indonesia. Jakarta: MPK Universitas Atma Jaya Jakarta.Hlm 4-7.

Prof. Mirriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008)

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah: 2009



(jobvacancycareer.net/perspektif-filosofis-islam-politik/)

[4]Aa Nurdiaman, "Pendidikan Kewarganegaraan: Kecakapan Berbangsa dan Bernegara", PT Grafindo Media Pratama,

[5]Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas XII SMA. Cet.1. Bandung: Grafindo Media Pratama.Hlm25-27.
[6]Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara Ilmu.Hlm 4-5.
[7]Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara Ilmu.Hlm 4-5.
[8]Ujan AA,et.al. 2008. Pancasila Sebagai Etika Sosial Politik Bangsa Indonesia. Jakarta: MPK Universitas Atma Jaya Jakarta.Hlm 4-7.


[11]Arifin, Anwar. Pencitraan dalam politik, (Jakarta: pustaka Indonesia, 2006) hlm.39
[12]Prof. Mirriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) hlm 473
[13]Prof. Mirriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) hlm 473-474
[14]Prof. Mirriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) hlm 474
[15]Prof. Mirriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) hlm 475-477
[16]Prof. Mirriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008)


[17]Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah: 2009 hlm. 3-4
[18]Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah: 2009 hlm. 4
[19]Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah: 2009 hlm. 4-5
[20]Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah: 2009 hlm. 5
[21]Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah: 2009 hlm. 10
[22]Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah: 2009 hlm. 11
[23]Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah: 2009 hlm.13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar