BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam Mata Kuliah Sosiologi Politik ini, kami selaku
mahasiswa diajarkan mengenai definisi Sosiologi Politik yang unsur utamanya
dibangun mencakup 3 hal, yakni Negara, Kekuasaan, dan Rakyat. Maka kami
memandang bahwa Demokrasi dapat mewakili keterkaitan ketiga unsur tersebut.
Dimana Demokrasi meliputi hubungan antara Negara dengan Rakyatnya, karena
dengan Demokrasi maka rakyat bebas menyatakan pendapatnya mengenai kinerja
pemerintahnya, serta dengan Demokrasi pula ajang untuk mendapatkan kekuasaan
dapat tercapai, contohnya dalam hala pemilu. Dimana Pemilu adalah salah satu
pengaplikasian atau terapan dari demokrasi. Selanjutnya kami memilih judul “Pelaksanaan Demokrasi dalam Dimensi
Sosiologi Politik” yang didalamnya mencakup contoh kasus seperti pemilu dan
Dana BOS karena kami rasa contoh kasus tersebut mewakili paradigma sosiologi
politik dalam bidang Demokrasi.
Bagaimana seperti ditulis almarhum Moh. Hatta bahwa,”Di
desa-desa sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat
istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu
setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan
bersama. Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia harus
berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan almarhum
ini tidak lain dari pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan oleh
musyawarah dalam pencapaian keputusan dan gotong royong dalam pelaksanaan
keputusannya tersebut. (Prijono Tjiptoherijanto dan Yomiko M. Prijono, 1983 hal
17-19). Dari gambaran di atas, kami rasa hal ini pula yang menginspirasi
demokrasi pancasila yang selalu menjadi Kiblat negara kita dalam menapaki
kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu ditelaah atau dikaji secara lebih
dalam lagi.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh
bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai
luhur Pancasila yang tidak mungkin terlepas dari rasa kekeluargaan. Akan tetapi
yang menjadi pandangan kita sekarang. Mengapa negara ini seperti mengalami
sebuah kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi. Banyak para ahli berpendapat
bahwa demokrasi pancasila itu merupakan salah satu demokrasi yang mampu
menjawab tantangan jaman karena semua kehidupan berkaitan erat dengan nilai
luhur Pancasila.
Dalam hal ini kita ambil saja salah satu ahli Nasional
Prof. Dardji Darmodihardjo, S.H. beliau mempunyai Pandangan bahwa demokrasi
Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah
hidup bangsa Indonesia yang terwujudnya seperti dalam ketentuan-ketentuan
pembukaan UUD 1945. lain hal lagi dengan Prof. dr. Drs. Notonegoro,S.H.
mengatakan demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang
berke-Tuhan-nan Yang Maha Esa, yang Berkepribadian Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab yang mempersatukan Indonesia dan yang berkedaulatan seluruh rakyat.
B.
RUMUSAN MASALAH
Kita akan menganalisis mengenai sub-sub pada di bawah ini :
Ø Definisi Demokrasi
Ø Prinsip-Prinsip Demokrasi
Ø Demokrasi Pancasila
Ø Perspektif Sosiologi Politik dalam Demokrasi pada contoh kasus Pemilu.
Ø Sistem Pemilihan umum di Indonesia
Ø Perspektif Sosiologi Politik dalam Demokrasi pada contoh kasus Dana BOS
Ø Definisi, Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan Program Dana BOS
Ø Sasaran Program dan Besar Bantuan
Ø Landasan Hukum
Ø Tanggung Jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Ø Mekanisme Alokasi
Ø Penyaluran dan Pengambilan dana BOS
Ø Penggunaan Dana BOS
C.
TUJUAN
Semoga kelak dengan pengetahuan di dalam makalah ini kami
selaku mahasiswa kami dapat mengerti dan memahami perspektif Demokrasi di dalam
Sosiologi Politik dan dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupan bermasyarakat
nanti, contohnya adalah sebagaimana sub bahasan dari kami yaitu pemilu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.
1.
DEFINISI DEMOKRASI
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan
suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara)
atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.Kata
"demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat,
dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Ada
beberapa pengertian demokrasi menurut para ahli:
ØMenurut Harris Soche
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan
rakyat, karena itu kekusaan pemerintahan itu melekat pada diri rakyat atau diri
orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur,
mempertahankan dan melindungi dirinya dari paksaan dan pemerkosaan orang lain
atau badan yang di serahi untuk memerintah.
ØMenurut Hennry B. Mayo
Kebijaksanaan umum ditentukan atas
dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-pemilihan yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana di mana terjadi kebebasan politik
ØMenurut International Commission of Jurist
Demokrasi adalah suatu bentuk
pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik
diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka
dan yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang
bebas. [1]
ØMenurut C. F. Strong
Suatu sistem pemerintahan di mana
mayoritas anggota dewasa dari masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar
sistem perwakilan yang menjamin pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan
tindakan tindakannya pada mayoritas tersebut.[2]
ØMenurut Samuel Huntington
Demokrasi ada jika para pembuat
keputusan kolektif yang paling kuat dalam sebuah sistem dipilih melalui suatu
pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala dan di dalam sistem itu para calon
bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir seluruh penduduk dewasa dapat
memberikan suara..
ØMenurut Yusuf Al-Qordawy
Wadah Masyarakat untuk memilih
sesorang untuk mengurus dan mengatur urusan mereka. Pimpinanya bukan orang yang
mereka benci, peraturannya bukan yang mereka tidak kehendaki, dan mereka berhak
meminta pertanggungjawaban penguasa jika pemimpin tersebut salah. Merekapun
berhak memecatnya jika menyeleweng, mereka juga tidak boleh dibawa ke sistem
ekonomi, sosial, budaya, atau sistem politik yang tidak mereka kenal dan tidak
mereka sukai.
ØMenurut Abdul GhaniArRahhal
Di dalam bukunya, Al Islamiyyun wa
Sarah Ad Dimuqrathiyyah mendefinisikan demokrasi sebagai “kekuasaan rakyat oleh
rakyat”. Rakyat adalah sumber kekuasaan.
ØMenurut Amien Rais
Suatu negara disebut sebagai negara
demokrasi jika memenuhi beberapa kriteria, yaitu;
(1) partisipasi dalam pembuatan
keputusan, (2) persamaan di depan hukum, (3) distribusi pendapat secara adil,
(4) kesempatan pendidikan yang sama, (5) empat macam kebebasan, yaitu kebebasan
mengeluarkan pendapat, kebebasan persuratkabaran, kebebasan berkumpul dan
kebebasan beragama, (6) ketersediaan dan keterbukaan informasi, (7)
mengindahkan fatsoen atau tata krama politik, (8) kebebasan individu, (9)
semangat kerja sama dan, (10) hak untuk protes.
ØMenurut Robert A. Dahl
Sebuah demokrasi idealnya memiliki :
(1) persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat, (2)
partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam
proses pembuatan keputusan secara kolektif, (3) pembeberan kebenaran, yaitu
adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap
jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis, (4) kontrol terakhir terhadap
agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi masyarakat untuk menentukan
agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan,
termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau lembaga yang
mewakili masyakat, dan (5) pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat yang
tercakup semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum.[3]
2. 2. PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI
Rakyat dapat secara bebas
menyampaikan aspirasinya
dalam kebijakan politik dan sosial. Prinsip demokrasi dan prasyarat dari
berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam konstitusi
Negara Kesatuan RepublikIndonesia.
Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan
"soko guru demokrasi".Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah
- Kedaulatan rakyat;[4]
- Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
- Kekuasaan mayoritas;
- Hak-hak minoritas;
- Jaminan hak asasi manusia;
- Pemilihan yang bebas dan jujur;
- Persamaan di depan hukum;
- Proses hukum yang wajar;
- Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
- Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;[5]
- Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
2. 3. DEMOKRASI PANCASILA
Sejak
lahirnya Orde baru tahun 1966, kehidupan demokrasi di Indonesia mulai baik
kembali di mana lembaga-lembaga demokrasi mulai berfungsi, seperti adanya
Pemilu, Sidang-sidang DPR, baik di pusat maupun di daerah, dan MPR telah
melaksanakan fungsinya dengan nyata.
Sehingga
bangsa Indonesia melaksanakan suatu demokrasi yang disebut Demokrasi Pancasila,
yaitu demokrasi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Dalam Demokrasi
Pancasila musyawarah untuk mufakat sangat diharapkan, karena setiapkeputusan
dalam musyawarah hendaknya dapat dicapai dengan mufakat.Tetapi bila tidak
tercapai mufakat, maka pengambilan keputusan dapat ditempuh melalui pemungutan
suara.
Contohnya:
pemilihan Kepala Desa, pemilihan Ketua
Kelas.
Pemilihan-pemilihan
tersebut jika dilaksanakan dengan baik
maka sesuai dengan pelaksanaan Demokrasi Pancasila.
Inti
dari demokrasi pancasila adalah pemerintahan yang dipimpin dari, oleh, dan
untuk rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan
keadilan, yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, serta berketuhanan, adil dan beradab, serta berlandaskan persatuan Indonesia.
Tetapi
demokrasi pancasila mengambil kelebihan dan dari demokrasi liberal serta
sosialis yaitu kebebasan berusaha (swasta), desentralisasi (tidak terpusat),
pemerintah masih ikut dalam pengontrol masyarakat, dan keadilan berusaha.[6]
Prisip-Prinsip Demokrasi Pancasila:
Perlindungan terhadap hak
asasi manusia
Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
Peradilan yang merdeka berarti badan
peradilan (kehakiman)
merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah
dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR
atau lainnya
adanya partai
politik dan organisasi sosial
politik karena berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat
Pelaksanaan Pemilihan
Umum
Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (pasal 1 ayat 2 UUD 1945)
Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab
secara moral kepada Tuhan
YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional
Pemerintahan berdasarkan hukum
Ciri Demokrasi Pancasila
·
pemerintah dijalankan berdasarkan konstitusi
·
adanya pemilu secara
berkesinambungan
·
adanya peran-peran kelompok
kepentingan
·
adanya penghargaan atas HAM serta perlindungan
hak minoritas.
·
Demokrasi Pancasila merupakan
kompetisi berbagai ide
dan cara untuk menyelesaikan masalah.
·
Ide-ide yang paling baik
akan diterima, bukan berdasarkan suara terbanyak.
Fungsi Demokrasi Pancasila
Adapun
fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
Menjamin
adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya:
Ikut
menyukseskan Pemilu,
ikut menyukseskan pembangunan, ikut duduk dalam badan
perwakilan/permusyawaratan.Menjamin tetap tegaknya negara RI,
menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem
konstitusional. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila.
Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara,
menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,
Contohnya:
Presiden
bertanggung jawab kepada MPR.
Demokrasi
Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan rakyat
dalam penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan
konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945. Sebagai demokrasi
pancasila terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD
1945.[7]
Demokrasi Pancasila dalam Beberapa Bidang
Ñ Bidang Ekonomi
DemokrasiPancasilamenuntutrakyatmenjadisubjekdalampembangunanekonomi.Pem rintah memberikan peluang bagi terwujudnya hak-hak ekonomi rakyat dengan menjamin tegaknya prinsip keadilan social sehingga segala bentuk hegemoni kekayaan alamat atau sumber-sumber ekonomi harus ditolak agar semua rakyat memiliki kesempatan yang sama dalam penggunaan kekayaan Negara, dalam implikasi pernah diwujudkan dalam Program ekonomi banteng tahun 1950, pada tahun 1951, Rencana lima tahun pertama tahun 1955 s.d. tahun
1960, Rencana delapan tahun dan terakhir dalam Repelitakesemuanya malah menyuburkan korupsi dan merusaknya sarana produksi.
Hal ini ditujukan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 dan sila ke-5 Pancasila. Maka secara kongkrit, rakyat berperan melalui wakil-wakil rakyat di parlemen dalam menentukan kebijakan ekonomi.[8]
Ñ Bidang Kebudayaan
Nasional
Demokrasi
Pancasila menjamin adanya fasilitasi dari pihak pemerintah agar keunikan dan
kemajemukan budaya
Indonesia dapat tetap dipertahankan dan ditumbuhkembangkan sehingga kekayaan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat terpelihara dengan baik. Terdapat
penolakan terhadap uniformitas budaya dan pemerintah menciptakan peluang bagi
berkembangnya budaya lokal sehingga identitas suatu komunitas mendapat
pengakuan dan penghargaan.[9]
2.
4. Perspektif Sosiologi
Politik dalam Demokrasi pada contoh kasus Pemilu
Pengertian Pemilu Menurut UU No. 3
Tahun 1999 tentang Pemilu. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat
dalam negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.[10]
Dari pernyataan ini dapat kita
simpulkan bahwa pemilu adalah bagian dari suatu demokrasi dimana dinyatakan
pemilu “adalah sarana kedaulatan rakyat”. Maka pemilu itu berarti suatu alat
untuk menyampaikan suara dan aspirasi rakyat dalam rangka pembanguna negara, hal
ini menyiratkan prinsip demokrasi yaitu Kedaulatan Rakyat.
Di kebanyakan negara demokrasi,
pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolok ukur dari demokrasi itu. Hasil
pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan
berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat
partisipasi serta aspirasi masyarakat.
Sedangkan dalam proses, prosedur
dan kajian sistematisnyasejak proklamasi
kemerdekaan hingga tahun 2004 di Indonesia telah dilaksanakan pemilihan umum
sebanyak sepuluh kali, yaitu dimulai tahun 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009.
Jumlah kontestan partai partai politik dalam pemilihan disetiap tahunnya tidak
selalu sama, kecuali pada pemilu tahun 1977 sampai 1997.[11]
Semua pemilihan umum tersebut tidak
diselenggarakan dalam situasi yang vacuum,
melainkan berlangsung dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan
umum itu sendiri. Dari pemilihan umum-pemilihan umum tersebut juga dapat
diketahui adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk
Indonesia[12]
Oleh karena itu sistem-sistem
pemilhan umum di Indonesia terbagi kedalam beberapa fase, yaitu pada Masa
Demokrasi Parlementer (1945-1959), Masa Demokrasi terpimpin (1959-1965),
selanjutnya masa Demokrasi Pancasila (1965-1998), dan yang terakhir adalah masa
Reformasi (1998-sekarang).
2. 5. Sistem
Pemilihan Umum di Indonesia
Zaman Demokrasi Parlementer
Sebenaranya pemilihan umum sudah
direncanakan mulai bulan Oktober 1945, tetapi baru dapat dilaksanakan oleh
Kabinet Burhanuddin Harahap pada tahun 1955. Pada pemilihan umum itu pemungutan
suara dilakukan dua kali yaitu satu kali untuk memilih anggota DPR pada bulan
September, dan kedua kali untuk memilih anggota Konstituante pada bulan
Desember. Sistem pemilihan yag digunakan ialah sistem proporsional. Pada waktu
itu sistem sebagaimana yang dicontohkan oleh Belanda, merupakan satu-satunya
sistem pemilihan umum yang dikenal oleh para pemimpin negara. Pemilihan umum
diselengarakan dalam suasana khidmat, karena merupakan pemilihan umum pertama
dalam suasana kemerdekaan. Pemilihan umum berlangsung sangat demokratis, tidak
ada pembatasan partai-partai dan tidak ada usaha dari pemerintah mengadakan
intervensi terhadap partai-partai sekalipun kampanye berjalan seru, terutama
antara Masyumi dan PNI, demikian juga administrasi teknis berjalan lancar dan
jujur.
Pemilihan umum menghasilkan 27 Partai
dan satu perorangan, dengan jumlah total 257 kursi. Sekalipun jumlah partai
bertambah dibanding dengan jumlah partai sebelum pemilu, namun ada 4 partai
yang perolehan suaranya sangat menonjol yaitu Masyumi, PNI, NIJ, dan PKI.
Bersama-sama mereka meraih 77% dari kursi di DPR. Sebaliknya, beberapa partai
yang tadinya menjalankan peranan penting dalam percaturan politik ternyata
hanya memperoleh beberapa kursi saja.
Namun stabilitas politik yang sangat
diharapkan dari pemilihan umum tidak terwujud. Kabinet Ali (I dan II) yang
memerintah selama dua tahun dan yang terdiri atas koalisi Tiga Besar: Masyumi,
PNI dan NU, ternyata tidak dengan kompak dalam menghadapi beberapa persoalan,
terutama yang terkait dengan Konsepsi Presiden yang diumumkan tanggal 21 Februari
1957. Karena beberapa partai koalisi tidak menyetujui, akhirnya beberapa
menteri, antara lain dari Masyumi keluar dari kabinet. Dengan pembubaran
Konstituante oleh Presiden Soekarno zaman demokrasi parlementer berakhir dan
kemudian mulailah Zaman Demokrasi Terpimpin.[13]
Zaman Demokrasi Terpimpin
Sesudah mencabut Maklumat Pemerintah November
1945 tentang kebebasan untuk mendirikan partai, Presiden Soekarno mengurangi
jumlah partai menjadi 10. Kesepuluh partai ini yaitu PNI, Masyumi, NU, PKI,
Partai Katolik, Partindo, Partai Murba, PSII Arudji, IPKI, dan Partai Islam
Perti. Kemudian ikut dalam pemilihan umum 1971 masa Orde Baru. Di zaman
Demokrasi Terpimpin tidak diadakan pemilu.[14]
Zaman Demokrasi Pancasila
Sesudah runtuhnya rezim Demokrasi Terpimpin
yang semi-otoriter ada harapan besar di kalangan masyarakat untuk dapat
mendirikan suatu sistem politik yang demokratis dan stabil. Berbagai forum
diskusi diadakan seperti misalnya Musyawarah Nasional III Persahi 1966, dan
Simposium Hak Asasi Manusia, Juni 1967. Diskusi yang paling penting diadakan di
SESKOAD, Bandung pada tahun 1966. Pada seminar Angkatan Darat II ini dibicaeakan
langkah-langkah yang praktis untuk mengurangi jumlah partai politik, karena
ulah mereka dianggap telah mengakibatkan rapuhnya sistem politik.
Salah satu caranya ialah melalui sistem pemilu.
Pada saat itu diperbincangkan tidak hanya sistem proporsional yang sudah lama
dikenal, tetapi juga sistem distrik, yang di Indonesia masih sama sekali baru.
Seminar berpendapat bahwa sistem dostrik dapat mengurangi jumlah partai politik
secara alamiah, tanpa paksaan. Diharapkan partai-partai kecil akan merasa
berkepentingan untuk bekerjasama dalam meraih kursi di suatu distrik.
Berkurangnya jumlah patai politik diharapkan akan membawa stabilitas politik,
dan pemerintah akan lebih berdaya untuk melaksanakan kebijakan-kebijakannya,
terutama dibidang ekonomi. Namun keputusan seminar kemudian dituangkan dalam
suatu RUU ditolak oleh partai-partai dalam DPR pada tahun 1967. Dikhawatirkan
bahwa sistem distrik akan merugikan eksistensi partai-partai politik, dan juga
karena ada usul untuk memberikan jatah kursi di DPR kepada ABRI. Dengan
ditolaknya sistem distrik maka semua sistem pmilihan umum berikutnya
dilaksanakan dengan memakai sistem proporsional.
Sebagai akibatnya, sistem proporsional tahun
1055 tetap menjadi pilihan namun dengan beberapa modifikasi. Pertama, setiap
daerah tingkat II (Kabupaten/Kota Madya) dijamin mendapat satu kursi di DPR.
Hal ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan jumlah anggota DPR dari Jawa dan luar
Jawa, karena jumlah pemilih di Jawa jauh lebih banyak dari jumlah pemilih dari
luar Jawa. Kedua, dari 460 anggota DPR, 100 diantaranya diangkat, yaitu 75
anggota diangkat dan 25 lainnya dari non-ABRI, yang non-ABRI ini diangkat dari
utusan golongan dan Daerah. Berdasarkan kompromi antara partai-partai dan
pemerinth, yang dinamakan Konsensus Nasional, maka pemilihan umum 1971
diselenggarakan dengan 10 partai politik. Untuk perimbangan jumlah anggota
parlemen dan penduduk dibuat perbandingan 1.400.000.
Karena gagal menyederhanakan sistem partai
lewat pemilihan umum, Presiden Soeharto mulai mengadakan beberapa tindakan
untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama ialah mengadakan fusi di
antara parta-partai. Dihadapan partai-partai, Presiden Soeharto pada tahun 1973
mengemukakan saran agar mereka mengelompokkan diri dalam tiga golongan. Yaitu
golongan spiritual, golongan nasionalis, dan golongan Karya sehingga hanya
tinggal tiga partai politik Golkar, PPP, dan PDI.
Maka mulai tahun 1977 pemilihan umum
diselenggarakan dengan tiga partai. Golkar selalu menang secara meyakinkan dan
meraih kedaulatan mutlak. Tindakan lain yang menguntungkan Golkar dimuat dalam
UU No. 3 Tahun 1975, bahwa kepengurusan partai-partai terbatas pada ibu kota
tingkat pusat, DATI I, dan DATI II. Ketentuan ini kemudian lebih dikenal dengan
istilah massa mengambang (floating mass). Dalam praktik peraturan itu
menguntungkan Golkar karena dua partai hanya dibenarkan aktif sampai tingkat
Kabupaten atau Dati II, padahal Golkar bebas untuk bergerak sampai ke tingkat
desa, dimana ia bekerja sama dengan aparat pemerintah. Perbedaan itu
dimungkinkan karena pada waktu itu Golkar tidak dianggap sebagai partai. Selain
dari itu, dalam pelaksanaan sehari-hari aparat pemerintah mengadakan intervensi
berlebih-lebihan, terutama di daerah-daerah terpencil, dalam usaha mencapai
target yang telah ditentukan.[15]
Zaman Reformasi
Reformasi membawa beberapa perubahan
fundamental. Pertama, dibuka kesempatan kembali untuk bergeraknya partai
politik secara bebas, termasuk mendirikan partai baru. Ketentuan ini kemudian
tercermin dalam pemilhan umum 1999 yang diselenggarakan dengan disertai banyak
partai. Kedua, pada pemilihan umum 2004 untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia
diadakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, sebelumnya
presiden dan wakil presiden dipilih melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR). Ketiga, diadakan pemilihan untuk suatu badan baru, yaitu Dewan
Perwakilan Daerah yang akan mewakili kepentingan daerah secara khusus. Keempat,
diadakan “electoral threshold” yaitu
ketentuan bahwa untuk pemilihan legislatif setiap partai harus meraih minimal
3% jumlah kursi anggota badan legislatif pusat. Untuk pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden, partai politik harus memperoleh minimal 3% jumlah kursi dalam
badan yang bersangkutan atau 5% dari perolehan suara sah secara nasional.
Pemilihan umum 1999 diikuti tiga partai
Orde-Baru, ditambah sejumlah partai baru, sehingga total berjumlah 48 partai,
yang kemudian berhasil masuk DPR adalah 21 partai. Sistem pemilihan umum yang
dipakai tidak terlalu berbeda dengan yang dipakai pada pemilihan umum
sebelumnya. Landasan hukumnya adalah UU No.2 Tahun 1999.
Pada tahun 2004 diadakan tiga pemilihan
umum , yaitu pertama pemilihan legislatif, seklaigus untuk memilih anggota DPR,
kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden putaran pertama, ketiga pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden putaran kedua.
Pemilihan umum legislatif dilaksanakan
bersandarkan UU No. 12 Tahun 2003, dan diikuti 24 partai, tujuh diantaranya
masuk DPR, yaitu Golkar, PDIP, PPP, PKB, Partai Demokrat dan PAN.
Pemilihan umum presiden dan wakil
presiden secara langsung tahun 2004 diselenggarakan dengan sistem dua putaran.
Artinya kalau pada putaran pertama tidak ada calon yang memperoleh suara
minimal yang ditentukan, akan diadakan putaran kedua dengan peserta dua pasang
calon yang memperoleh suara terbanyak. Yang menjadi tujuan pokok adalah adanya
pasangan calon yang terpilih yang mempunyai legitimasi kuat dengan perolehan
suara 50% plus satu (mayoritas mutlak). Seandainya pada putaran kedua tidak ada
yang memperoleh suara 50% plus satu suara, yang akan dijadikan pertimbangan
untuk menentukan pemenang adalah kemerataan dukungan suara di tingkat provinsi
atau kabupaten/kota. Pemilihan umum putaran pertama dilakukan tanggal 5 Juli
2004. Karena dari lima pasang calon yang berkompetensi tidak ada yang
memperoleh suara 50% plus satu, pada 20 September diadakan putaran kedua. Pada
putaran kedua hanya ada dua pasang calon yang menjadi peserta, yaitu Susilo
Bambang Yudhoyono-M. Jusuf Kalla yang memperoleh 60,62% suara dan Megawati
Soekarnoputri-KH. Hasyim Muzadi yang memperoleh 39,38% suara.
Ini juga merupakan pengalaman pertama
bagi partai politik untuk mengajukan calon Presiden dan Wakil Presiden,
ketentuan peralihan UU No.23/2003 Tentang Pemilihan umum calon Presiden dan
Wakil Presiden menetapkan apa yang dinamakan electoral threshold, yaitu bahwa dukungan minimal yang diperlukan
oleh pasangan calon adalah 5% suara sah pada pemilihan umum anggota DPR atau 3%
jumlah kursi di DPR. Ini berarti partai politik yang perolehan suara atau
kursinya dalam pemilihan umum legislatif tidak mencapai batas tersebut di atas,
untuk bisa mengajukan pasangan calon Presiden dn Wakil Presiden harus
berkoalisi dengan partai lain sehingga memenuhi syarat di atas. Koalisi juga
diperkenankan bagi partai yang ingin meningkatkan besarnya dukungan bagi
pasangan calon yang diajukan meskipun sudah memenuhi syarat minimal. Ketentuan electoral thresholdjuga berarti bahwa
partai yang tidak berhasil memenuhi syarat tidak diperkenankan mengikuti
pemilihan umum berikutnya. Akan tetapi untuk keperluan itu partai boleh
berganti nama atau bergabung dengan partai lain.
Pada pemilihan umum putaran pertama
calon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-M. Jusuf Kalla, misalnya dicalonkan
oleh gabungan partai Demokrat, PKP Indonesia, dan Partai Bulan Bintang yang
secara gabungan memperoleh jumlah 11,31% suara dan 69 kursi dalam pemilihan
umum DPR 2004. Pasangan Megawati-KH. Hasyim Muzadi yang dicalonkan oleh PDI
Perjuangan, mempunyai modal dukungan 18,53% suara sah dan 109 kursi DPR. Pada
putaran kedua peta koalisi partai-partai tersebut berubah lagi karena hanya ada
dua pasangan calon yang berkompetisi. Partai-partai yang calonnya kalah pada
putaran pertama harus mengubah arah dukungannya.[16]
2.6.
Perspektif Sosiologi Politik
dalam Demokrasi pada contoh kasus Dana BOS
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia
7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa
pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam
ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanngung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah pemerintah
dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta
didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain
yang sederajat..
Salah satu indikator
penuntasan program wajib belajar 9 tahun diukur dengan Angka Partisipasi Kasar
(APK) tingkat SMP. Pada tahun 2008 APK SMP telah mencapai 96,18%, sehingga
dapat dikatakan bahwa program wajar 9 tahun telah tuntas sesuai waktu yang
ditargetkan. Program Bantuan Opera Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan Juli
2005, telah berperan besar dalam percepatan pencapaian program wajar 9 tahun
tersebut. Oleh karena itu, mulai tahun 2009 pemerintah akan melakukan perubahan
tujuan, pendekatan dan orientasi dari program. Program BOS kedepan bukan hanya
berperan untuk mempertahankan APK, namun harus juga berkontribusi besar untuk
peningkatan mutu pendidikan dasar. Selain daripada itu, dengan kenaikan biaya
satuan BOS yang signifikan, program ini akan menjadi pilar utama untuk
mewujudkan pendidikan gratis di pendidikan dasar.
Peningkatan biaya
satuan BOS tahun 2009 yang cukup signifikan merupakan salah satu bukti komitmen
pemerintah dalam menyelenggarakan amanat
UUD perihal 20% anggaran untuk pendidikan. Komitmen pemerintah ini harus juga
diikuti oleh peningkatan komitmen pemerintah daerah juga peran serta masyarakat
dalam pengawasan program dan pendanaan. Dengan terbitnya peraturan Pemerintah
No. 48 Tahun 2008 semakin memperjelas jenis-jenis dana pendidikan, serta peran
dan tanggungjawab masing-masing pemangku kepentingan. Demeikian juga kebijakan
program buku murah Departemen Pendidikan Nasional yang dimuali tahun 2008, akan
menjadi salah satu acara utama program BOS.[17]
Dari bentuk program
pemerintah ini keterkaitannya dengan Demokrasi dan Sosiologi Politik adalah
dalam hal pelaksanaan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah mengenai
pendidikan. Pemerintah mencoba
memberikan jaminan hak berupa pendidikan. Dan memperoeh perlindungan hak
merupakan bagian dari prinsip-prinsip Demokrasi, terutama demokrasi pancasila.
Dan program ini apabila dipandang melalui aspek sosiologi politik adalah antara
keterkaitan pemerintah atau negara dengan masyarakat.
2. 7.Definisi &
Tujuan Pembentukan Program Dana BOS
Definisi BOS
BOS adalah program pemerintah untuk
penyediaan pendanaan biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai
pelaksana program wajib belajar.[18]
Tujuan Pembentukan BOS
Secara umum program BOS bertujuan untuk
meringankanbeban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib
belajar selama 9 tahun yang bermutu. Secara khusus program BOS bertjuan untuk:
Ø Menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari
beban biaya opreasional sekolah, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Ø Menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya
operasional sekolah, kecuali pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Ø Meringankan beban biaya operasional sekolah bagi siswa di sekloah
swasta.[19]
2. 8. Sasaran Program dan Besar Bantuan
Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, termasuk Sekolah
Menengah Terbuka “(SMPT) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) yang
diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi
di Indonesia. Program kejar paket A dan paket B tidak termasuk sasaran dari
program BOS ini.
Besar
Biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah termasuk untuk BOS buku, dihitung
berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan:
1.
SD/SDLB di Kota :Rp.
400.000,-/siswa/tahun
2.
SD.SLDB di Kabupaten :Rp. 397.000,-/siswa/tahun
3.
SMP/SMPLB/SMPT di Kota :Rp. 575.000,-/siswa/tahun
4.
SMP/SMPLB/SMPT di Kabupaten :Rp. 570.000,-siswa/tahun[20]
2. 9. Landasan Hukum
Landasan hukum dalam
pelaksanaan program BOS Tahun 2009 meliputi semua peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yaitu :
a.
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945.
b. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
c. Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan, Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara.
d. Peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
e. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar.
f. Peraturan pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan.
g. Instruksi presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan
Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta
Aksara.
h. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 036/U/1995 tentang
Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar .
i.
Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional No. 078/M/2008 tentang penetapan harga eceran tertinggi 145 judul Buku
Teks Pelajaran yang Hak Ciptanya di beli oleh Departemen Pendidikan Nasional.
j.
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republk Indonesia No. 2 Tahun 2008 tentang Buku.
k. Surat edara Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia No.
SE-02/PJ/2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Sehubungan dengan Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) oleh
Bendaharawan atau Penanggungjawab Pengelolan Penggunaan dana BOS di
masing-masing unit penerima BOS.[21]
2. 10. Sekolah Penerima BOS
1. Semua
sekolah SD/SDLB/SMP/SMPLB/SMPT Negeri wajib menerima dana BOS. Bila sekolah
tersebut menolak dana BOS, maka sekolah dilarang memungut biaya dari peserta
didik, orangtua atau wali peserta didik.
2. Semua
sekolah swasta yang telah memiliki ijin operasional yang tidak dikembangkan
menjadi bertaraf internasional atau berbasis keunggulan lokal wajib menerima
dana BOS.
3. Bagi
sekolah yang menolak BOS harus melalui persetujuan orangtua siswa melalui
komite sekolah dan tetap menjamin kelangsungan pendidikan siswa miskin di
sekolah tersebut.
4. Seluruh
sekolah yang menerima BOS harus mengikuti pedoman BOS yang telah ditetapkan
oleh pemerintah.
5. Sekolah
negeri kategori RSBI dan SBI diperbolehkan memungut dana dari orangtua siswa
yang mampu dengan persetujuan Komite Sekolah. Pemda harus ikut mengendalikan
dan mengawasi pungutan yang dilakukan oleh sekolah tersebut agar tercipta
prinsip pengelolaan dana secara transparan dan akuntabel.
6. Sekolah
negeri yang sebagian kelasnya sudah menerapkan sistem sekolah bertaraf RSBI
atau SBI tetap diperbolehkan memungut dana dari orangtua siswa yang mampu
dengan persetujuan Komite Sekolah dan menggratiskan siswa miskin.[22]
2. 11. Tanggung Jawab Pemerintah & Pemerintah
Daerah
Dalam rangka penyelenggaraan
pendidikan dasar 9 tahun, tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah
terkait biaya satuan satuan pendidikan telah diatur dalam PP No. 48 tahun 2008
yang intinya adalah sebagai berikut:
1.
Pemerintah dan pemerintah daerah
bertanggungjawab terhadap pendanaan biaya investasi dan biaya operasional satuan
pendidikan bagi sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah daerah
sampai terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan
2.
Sekolah yang diselenggarakan
pemerintah/pemerintah daerah menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis
keunggulan lokal, selain dari pemerintah dan pemerintah daerah pendanaan
tambahan dapat juga bersumber dari masyarakat, bantuan pihak asing yang tidak
mengikat, dan/atau sumber lain yang sah.
3.
Pemerintah dan pemerintah daerah
dapat membantu pendataan biaya nonpersonalia sekolah yang diselenggarakan oleh
masyarakat.[23]
2. 12. Mekanisme Alokasi
Pengalokasian dana BOS dilaksanakan
sebagai berikut:
1.
Tim manajemen BOS pusat
mengumpulkan data jumlah siswa tiap sekolah melalui Tim Manajemen BOS Provinsi.
Kemudian menetapkan alokasi dana BOS tiap provinsi.
2.
Atas dasar data jumlah siwa tiap
sekolah, Tim Manejemen BOS Pusat membuat alokasi dana BOS tiap Provinsi yang
dituangkan dalam DIPA Provinsi
3.
Tim manajemen BOS Provinsi dan Tim
Manajemen BOS Kabupaten/Kota melakukan verifikasi ulang dat jumlah siswa tiap
sekolah sebagai dasar dalam menetapkan alokasi di sekolah.
4.
Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota
menetapkan sekolah yang bersedia menerima BOS melalui surat keputusan (SK). SK
penetapan sekolah yang meneriman BOS ditandatangani oleh Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dewan Pendidikan. SK yang telah ditandatangani
dilampiri nama sekolah dan besar dana bantuan yang diterima (FORMAT BOS-02A dan
FORMAT BOS 02-B). Sekolah yang bersedia menerima BOS harus menandatangani Surat
Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB).
5.
Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota
mengirimkan SK Alokasi BOS dengan melampirkan daftar sekolah ke Tim Manajemen
BOS Provinsi, tembusan ke Bank/Pos penyalur dana dan sekolah penerima BOS.
Dalam menetapkan alokasi dana BOS tiap sekolah perlu
dipertimbangkan bhawa dalam satu tahun anggaran terdapat dua periode tahun
pelajaran yang berbeda, sehingga perlu acuan sebagai berikut:
1.
Alokasi BOS untuk periode
Januari-Juni 2009 didasarkan pada jumlah siswa tahun pelajaran 2008/2009
2.
Alokasi BOS periode Juli-Desember
2009 didasarkan kepada data jumlah siswa tahun pelajaran 2009/2010. Oleh karena
itu setiap sekolah diminta agar mengirim data jumlah siswa ke Tim Manajemen BOS
Kab/Kota, segera setelah masa pendaftaran siswa baru tahun 2009 selesai.
BAB III
KESIMPULAN
Demokrasi secara umum adalah
bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat atau kekuasaan (kekuasaan warga negara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Prinsip-prinsip demokrasi menurut
Almadudi yang kemudian di kenal dengan “soko guru demokrasi”. Menurutnya,
prinsip-prinsip demokrasi adalah : Kedaulatan rakyat; Pemerintahan berdasarkan
persetujuan dari yang diperintah; Kekuasaan mayoritas; Hak-hak minoritas;
Jaminan hak asasi manusia; Pemilihan yang bebas dan jujur; Persamaan di depan
hukum; Proses hukum yang wajar; Pembatasan pemerintah secara konstitusional.
Indonesia melaksanakan suatu demokrasi yang disebut Demokrasi Pancasila, yaitu
demokrasi yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Sedangkan sistem Pemilihan
Umum di Indonesia terbagi kedalam beberapa zaman, yaitu : Zaman Demokrasi
Parlementer; Zaman Demokrasi Terpimpin; Zaman Demokrasi Pancasila; dan Zaman
Reformasi.
Contoh kasus tentang demokrasi di
Indonesia yaitu pada aliran Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). BOS adalah
program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya non personalia bagi satuan
pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Tujuan pembentukan
BOS yaitu bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan
pendidikan dalam rangka wajib belajar selama 9 tahun yang bermutu.
DAFTAR PUSTAKA
(jobvacancycareer.net/perspektif-filosofis-islam-politik/)
Aa
Nurdiaman, "Pendidikan Kewarganegaraan: Kecakapan Berbangsa dan
Bernegara", PT Grafindo Media Pratama,
Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Kelas XII SMA. Cet.1. Bandung: Grafindo Media
Pratama.Hlm25-27.
[1]Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan
Menara Ilmu.Hlm 4-5.
Ujan AA,et.al.
2008. Pancasila Sebagai Etika Sosial Politik Bangsa Indonesia. Jakarta: MPK
Universitas Atma Jaya Jakarta.Hlm 4-7.
Prof. Mirriam
Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2008)
Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah: 2009
(jobvacancycareer.net/perspektif-filosofis-islam-politik/)
[4]Aa Nurdiaman, "Pendidikan
Kewarganegaraan: Kecakapan Berbangsa dan Bernegara", PT Grafindo Media Pratama,
[5]Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas XII SMA. Cet.1. Bandung:
Grafindo Media Pratama.Hlm25-27.
[6]Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan
Menara Ilmu.Hlm 4-5.
[7]Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan
Menara Ilmu.Hlm 4-5.
[8]Ujan AA,et.al. 2008. Pancasila Sebagai Etika Sosial Politik
Bangsa Indonesia. Jakarta: MPK Universitas Atma Jaya Jakarta.Hlm 4-7.
[11]Arifin, Anwar. Pencitraan dalam politik, (Jakarta: pustaka
Indonesia, 2006) hlm.39
[12]Prof. Mirriam Budiardjo,
Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) hlm 473
[13]Prof. Mirriam Budiardjo,
Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) hlm 473-474
[14]Prof. Mirriam Budiardjo,
Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) hlm 474
[15]Prof. Mirriam Budiardjo,
Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) hlm
475-477
[17]Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah:
2009 hlm. 3-4
[18]Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah:
2009 hlm. 4
[19]Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah:
2009 hlm. 4-5
[20]Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah:
2009 hlm. 5
[21]Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah:
2009 hlm. 10
[22]Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah:
2009 hlm. 11
[23]Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah:
2009 hlm.13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar