BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembangunan ekonomi yang
diselenggarakan oleh suatu negara bangsa dewasa ini harus dilihat sebagai upaya
terencana, terprogram, sistematik, dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan
kesejahteraan dan mutu hidup seluruh warga
masyarakat. Pada gilirannya pembangunan ekonomi yang berhasil akan berakibat
positif pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal itulah yang
akan dicoba diidentifikasikan dan dibahas dalam makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
Dari uraian latar
belakang di atas dapat ditarik beberapa rumusan masalah, yaitu:
A. Bagaimana
Pembangunan Ekonomi sebagai prioritas pembangunan nasional?
B. Bagaimana
Strategi Pembangunan ekonomi di Indonesia?
C. Mengapa
industrialisasi dijadikan sebagai alternative?
D. Mengapa
pembangunan ekonomi harus berhasil?
C.
Tujuan
A. Memahami
Pembangunan Ekonomi sebagai Prioritas pembangunan nasional
B. Mengetahui
strategi yang dipakai dalam pembangunan ekonomi di Indonesia
C. Menjelaskan
mengenai Industrialisasi sebagai alternative
D. Menjelaskan
mengenai pembangunan ekonomi yang harus berhasil
BAB II
PEMBAHASAN
- PEMBANGUNAN EKONOMI SEBAGAI PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
Ketika berbagai negara baru memperoleh
kembali kemerdekaannya, apakah melalui perang kemerdekaan atau melalui jalan
damai di meja perundingan, kemerdekaan tersebut bukan hanya menyangkut bidang
politik, akan tetapi juga dalam bidang-bidang kehidupan dan penghidupan yang
lain. Salah satu implikasi dari persepsi demikian ialah bahwa suatu negara,
bangsa bebas untuk menentukan dan memilih sendiri cara-cara yang ingin
ditempuhnya dalam upaya mencapai tujuan negara, bangsa yang bersangkutan.
Terlepas dari cara dan pendekatan yang
dilakukan, berbagai tindakan yang diambil, termasuk kebijaksanaan dan prioritas
pembangunannya dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh warga
masyarakat. Itulah sebabnya berkembang pandangan yang mengatakan bahwa suatu
negara modern merupakan suatu negara kesejahteraan (welfare state). Meskipun di
banyak negara industri maju konsep “negara kesejahteraan tidak lagi menonjol
seperti halnya di masa-masa lalu karena biaya yang sangat besar yang harus
dikeluarkan oleh pemerintah untuk menjamin tingkat kesejahteraan yang tinggi
bagi para warganya, kiranya masih relevan menekankan bahwa bagi negara-negara
yang tergolong miskin dan sedang membangun konsep tersebut masih wajar untuk
diwujudkan dan mekanisme untuk mencapai
tujuan itu ialah dengan melakukan berbagai kegiatan pembangunan.
Siapapun akan mengakui bahwa pembangunan
merupakan kegiatan yang rumit karena sifatnya multifaset dan multidimensional.
Karakteristik demikian merupakan tuntutan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Itulah sebabnya bidang-bidang yang menjadi “objek” pembangunan termasuk bidang
politik, ekonomi, pertahanan dan keamanan, sosial budaya, pendidikan, ilmu
pengetahuan dan tekhnologi, dan administrasi pemerintahan negara.
Akan tetapi karena berbagai faktor
keterbatasan yang dihadapi oleh suatu negara bangsa seperti keterbatasan dana,
keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang sesuai dengan tuntutan pembangunan, keterbatasan daya, dan keterbatasan
waktu pada umumnya suatu negara dihadapkan pada keharusan untuk menentukan
skala prioritas pembangunannya. Kemampuan yang dimiliki tidak memungkinkan
penyelenggaraan pembangunan dilakukan secara simultan dengan intensitas yang
sama.
Tuntutan dalam penentuan prioritas dalam
pembangunan bagi negara-negara yang sedang membangun pada umumnya menunjuk pada
pembangunan di bidang ekonomi. Tuntutan demikian mudah dipahami dan diterima
karena memang kenyataan menunjukan bahwa keterbelakangan negara-negara tersebut
paling terlihat dalam bidang ekonomi. Seperti dimaklumi, berbagai ciri negara
terbelakang atau sedang berkembang dalam bidang ekonomi antara lain ialah :
1. Banyaknya
rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan absolut. Memang benar bahwa berbagai
negara menggunakan kriteria yang berbeda-beda tentang batas garis kemiskinan
tersebut. Ada yang menggunakan pendapatan perkapita penduduk. Ada yang
menggunakan konsumsi kalori 2000 unit dan protein 50 gram perhari sebagai tolak
ukur yang kemudian diterjemahkan ke uang. Dewasa ini makin banyak negara yang
menggunakan kriteria Bank Dunia sebagai patokan, yaitu apabila seseorang
berpenghasilan sampai dengan $300 Amerika Serikat setiap tahunnya, yang
bersangkutan dikategorikan sebagai orang yang hidup dibawah garis kemiskinan.
2. Di
pihak lain, terdapat sejumlah kecil warga negara yang dengan standar
internasional sekalipun tergolong sebagai orang yang kaya raya, terutama mereka
yang menjadi usahawan pada tingkat konglomerat bahkan ada diantaranya yang
menguasai perusahaan yang bersifat oligopoly. Kesenjangan antara orang-orang
berada seperti itu dengan warga masyarakat yang tergolong miskin sangat besar.
Kesenjangan tersebut mengundang “bibit” kecemburuan sosial yang tidak mustahil
menjurus kepada keresahan bahkan terganggunya ketertiban dan keamanan umum.
3. Produk
Domestik Kotor (Gross Domestic Product) yang rendah antara lain disebabkan oleh
produktivitas nasional yang rendah sebagai salah satu konsekuensi dari sumber
daya manusia yang tidak terampil.
4. Tingkat
pendidikan rakyat yang belum tinggi dan bahkan banyak diantara
penduduk yang masih buta aksara. Seperti dimaklumi, jika pendidikan rata-rata
warga masyarakat dalam suatu negara adalah lulusan Sekolah Dasar, negara
tersebut digolongkan sebagai negara terbelakang. Jika pendidikan warga sudah
mencapai lulusan sekolah menengah pertama, negara dikategorikan sebagai negara
berkembang. Suatu negara disebut negara maju apabila pendidikan rata-rata para
warganya sudah mencapai lulusan sekolah menengah atas. Meskipun pendidikan
merupakan bidang diluar ekonomi, hal ini perlu diperhatikan, berkaitan langsung
dengan tersedia tidaknya tenaga kerja yang terampil
5. Perekonomian
yang masih bersifat tradisional, dalam arti berkisar pada kegiatan pertanian.
Tingkat produktivitas pertanianpun pada umumnya rendah antara lain karena :
a) Teknik
bertani yang sudah using
b) Penggunaan
pupuk, insektisida, dan pestisida yang rendah, baik karena para petani yang
tidak mengetahui cara-cara menggunakannya dengan tepat maupun karena
ketidakmampuan para petani untuk membelinya.
c) Rendahnya
pengetahuan para petani tentang pertanian modern sehingga mereka sering
“terpukau” hanya pada satu jenis komoditi tertentu seperti padi dan belum memahami
pentingnya tekhnik yang lebih mutakhir seperti diversifikasi dan intensifikasi.
6. Kegiatan
perekonomian lainnya, seperti perikanan, peternakan, holtikultura, sering hanya
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri dan tidak ditujukan pada kebutuhan
pasar.
7. Alhasil,
kalaupun ada komoditi yang dihasilkan untuk dijual kepasaran, termasuk untuk
diekspor, bentuknya masih berupa bahan mentah dan bukan berupa produk jadi.
Salah satu faktor penyebabnya ialah tidak dikuasainya tekhnik-tekhnik
pengolahan mutakhir yang dapat meningkatkan nilai tambah produk tersebut
8. Infrastruktur
yang mutlak diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi seperti jalan, sarana
transportasi dan sarana komunikasi yang tidak memadai. Kondisi prasarana yang
ada pun sering pada kondisi tidak atau kurang terpelihara.
9. Pertumbuhan
penduduk yang tinggi dan sering tidak terkendali seperti dikatakan seorang
pakar ekonomi bahwa “Di negara-negara
terbelakang yang kaya makin kaya dan yang miskin dapat anak” juga karena
prevalennya pandangan bahwa kekayaan seseorang diukir dari jumlah anaknya.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi itu juga terjadi karena keluarga yang tidak
mampu ingin mempunyai banyak anggota keluarga yang ikut serta dalam mencari
nafkah keluarga.
10. Tingkat
kewirausahaan yang rendah yang antara lain disebabkan oleh beberapa faktor
seperti :
a) Menjadi
pegawai terutama di pemerintahan diapandang sebagai profesi yang jauh lebih
terhormat ketimbang menjadi “pedagang”
b) Tidak
adanya modal dan sulitnya memperoleh kredit
c) Keengganan
mengambil risiko
d) Lokus
of control yang bersifat eksternal dalam arti terdapatnya persepsi bahwa “nasib
seseorang tidak berada di tangan sendiri melainkan ada kekuatan diluar dirinya
yang mengaturnya”
e) Tidak
dimilikinya kemahiran dalam berbagai fungsi manajerial seperti produksi,
pemasaran, promosi, dan keuangan
Dengan perkataan lain, penduduk miskin
di negara-negara terbelakang dihadapkan kepada “lingkaran setan” yang
mengandung komponen sebagai berikut :
1. Pendapatan
perkapita yang rendah
2. Yang
berakibat pada ketidakmampuan menabung
3. Yang
pada gilirannya berakibat pada tidak terjadinya pembentukan modal (no capital
formation)
4. Tidak
terjadinya pemupukan modal berarti tidak adanya investasi
5. Tidak
adanya investasi, berarti tidak terjadinya perluasan usaha
6. Tidak
adanya perluasan usaha berarti makin sempitnya kesempatan kerja
7. Sempitnya
kesempatan kerja, berarti tingginya tingkat pengangguran
8. Pengangguran
berarti tidak adanya penghasilan
9. Tidak
adanya penghasilan berakibat pada tidak bergesernya posisi seseorang dibawah
garis kemiskinan
Situasi seperti ini yang dihadapi oleh
sebagian besar warga negara secara individual pasti tercermin pada perekonomian
secara makro atau pada tingkat nasional.
- STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI
Kiranya mudah untuk menerima pendapat
bahwa tidak ada satu pun strategi pembangunan ekonomi yang cocok digunakan oleh
semua negara berkembang yang ingin meningkatkan kesejahteraan materiil para
warganya. Dikatakan demikian karena strategi yang mungkin dan tepat ditempuh
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti : (a) persepsi para pengambil keputusan
tentang prioritas pembangunan yang berkaitan dengan slfat keterbelakangan yang
dihadapi oleh masyarakat, (b) luasnya wilayah kekuasaan negara, (c) jumlah
penduduk, (d) tingkat pendidikan masyarakat, (e) topografi wilayah kekuasaan negara
—apakah negara kepulauan
atau daratan (landlocked country)—, (f) jenis dan jumlah kekayaan alam
yang dimiliki, dan (g) sistem politik yang berlaku di negara yang bersangkutan.
Berbeda halnya dengan beberapa dekade
yang lalu, dewasa ini kategorisasi negara-negara terbelakang dan sedang
membangun sudah berbeda berkat pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan
selama ini, Kategorisasi dimaksud ialah: (1) Negara-negara terbelakang yang
masih ditandai oleh perekonomian yang agraris sifatnya. (2) Sebaliknya
negara-negara yang sedang berkembang ada yang sudah mulai melakukan
industrialisasi meskipun baru pada tahap permulaan dengan objek-objek yang
masih saugat terbatas seperti di bidang agrobisnis. (3) Befaerapa negara sudah
digolongkan sebagai "Newly Industrializing Countries "—NIC s—karena tahap
industrialisasinya sudah demikian jauh sehingga banyak sektor perekonomian yang
sudah menerapkan teknologi tinggi. Di Benua Asia, khususnya, negara-negara
tersebut terakhir ini adakalanya dikenal dengan istilah "Macan Asia"
seperti Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.
Dengan menyimak kategorisasi seperti
dikemukakan di atas dan dengan memperhitungkan faktor-faktor yang dihadapi,
dapat disimpulkan adanya dua bentuk strategi pembangunan yang biasa ditempuh
oleh negara-negara sedang berkembang ialah modernisasi pertanian dan
industrialisasi.
Modernisasi Pertanian. Pentingnya modernisasi pertanian harus dipandang paling sedikit
dari dua sisi. Sisi yang pertama berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dalam
negeri sendiri, terutama bahan pangan. Sisi kedua menyangkut penumbuhan dan
pengembangan agrobisnis yang menghasilkan berbagai komiditi untuk ekspor.
Mengenai sisi yang pertama —yaitu pemuasan
kebutuhan dalam negeri sendiri— dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut: Yang
ingin dihilangkan ialah ketergantungan suatu negara kepada negara-negara lain
untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhannya. Menghilangkan segala bentuk
ketergantungan merupakan sasaran yang sangat penting karena apabila tidak,
akibatnya dalam berbagai bidang lain seperti bidang politik, persenjataan,
pinjaman luar negeri, teknologi, dan berbagai bidang lain pasti immcul. Dalam
kaitan itulah mengapa sebagian besar negara-negara terbelakang dan sedang
membangun pernah
terlibat dengan apa yang dikenal sebagai
"revolusi hijau" (green revolution). Seperti dimaklumi,
revolusi hijau pada dasarnya bertitik tolak dari dan berorientasi pada
peningkatan produksi bahan pangan. Semangat tinggi untuk terlibat dalam
revolusi ini didorong oleh keinginan kuat dari negara-negara tersebut untuk
paling sedikit mengurangi ketergantungannya pada negara-negara lain untuk
penyediaan bahan pokok tersebut dengan sasaran akhir swasembada. Hasilnya
memang sangat menggembirakan bahkan dapat dikatakan mengaguinkan. Ada beberapa
negara yang demikian suksesnya melaksanakan revolusi tersebut sehingga
negara-negara yang tadinya harus mengimpor sebagian bahan pangan yang
dibutuhkannya, dapat mencukupi kebutuhannya dan bahkan ada yang sudah mampu
mengekspornya ke negara lain. Akan tetapi meskipun demikian, masalah yang
dihadapi di sektor pertanian cukup banyak dan rumit.
Telah pernah disinggung bahwa struktur
perekonomian dari negara-negara terbelakang bersifat agraris sentris. Hal ini
berarti bahwa sebagian besar penduduk adalah masyarakat tani yang pada umumnya
tinggal di daerah pedesaan. Telah dicatat pula bahwa sebagian petani tersebut
masih menggunakan cara-cara bertani yang tradisional karena cara-cara itulah
yang sudah mereka kuasai dan diwarisinya secara turun-temurun dari nenek
inoyang mereka. Cara-cara demikian terbukti tidak produktif antara lain karena
(a) bibit yang digunakan tidak tinggi mutunya, (b) cara mengolah tanah yang
kurang baik, (c) sistem irigasi yang tidak memadai, (d) penggunaan pupuk
yang terbatas pada pupuk alami, (e) kurangnya penggunaan insektisida dan
pestisida untuk memberantas hama, dan (f) kegiatan pasca panen yang berakibat
pada tidak sedikitnya hasil produksi yang terbuang.
Faktor-faktor itulah yang menuntut harus
terjadinya modernisasi pertanian. Dalam kaitan ini hams ditekankan bahwa
hambatan yang sering dihadapi dalam modernisasi pertanian bukan semata-mata
masalah penguasaan teknik bertani secara mutakhir. Bukan pula hanya karena
kemampuan ekonomi yang rendah. Yang jauh lebih penting untuk mendapat perhatian
ialah menemukan cara yang paling lepat untuk merubah sikap mental dari para
petani tersebut.
Para pakar pertanian sering mengemukakan
paling sedikit tujuh hal yang harus menjadi perhatian dalam upaya modernisasi
pertanian.
Pcrtama: Memperkenalkan cara bertani yang modern seperti penggunaan
mesin-mesin yang sesuai dengan topografi wilayah pertanian tertentu. Misalnya
traktor dalam pengolahan tanah, alat penuai masinal, dan alat penyemprot hama.
Hal'ini sering dikenal dengan istilah mekanisasi pertanian.
Kedua: Menggunakan bibit unggul yang telah dikembangkan melalui
penelitian yang dilakukan oleh para peneliti pertanian dan telah terbukti
membuahkan hasil yang jauh lebih inemuaskan
dibandingkan dengan bibit yang selama ini dikenal oleh para petani. Pada dekade
enam puluhan dan tujuh puluhan, misalnya, di sektor pertanian padi, ditemukan
dan dikembangkan PB5 dan PB8 oleh "International Rice Research
Institute" di Los Banos, Filipina yang ternyata menghasilkan padi
dalam jumlah yang jauh lebih besar per hektar dibandingkan dengan bibit-bibit
yang biasa digunakan oleh para petani di berbagai negara Asia. Dewasa ini upaya
untuk menemukan dan mengembangkan varietas unggul lain terus berlanjut sebagai
bagian dari revolusi hijau tersebut di muka yang memungkinkan hasil pertanian
lebih besar lagi.
Ketiga: Penggunaan insektisida dan pestisida untuk memberantas hama yang
sering merusak tanaman dan pada gilirannya menurunkan produksi hasil pertanian.
Ternyata melakukannya jauh lebih sulit daripada membicarakan. Para petani di
negara-negara agraris menghadapi paling sedikit tiga jenis masalah dalam kaitan
ini, yaitu: (a) kemampuan ekonomi yang rendah yang tidak memungkinkan mereka
untuk secara mudah menyisihkan dana untuk membeli obat-obat tersebut dan oleh
karena itulah pemerintah di berbagai negara berkembang memberikan subsidi
kepada para petani, (b) para petani sering kurang pengetahuan tentang manfaat
penggunaan dan pemerintah berusaha untuk menyediakan tenaga-tenaga penyuluhan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para petani tersebut, dan (c)
juga ternyata bahwa hasil pertanian menjadi terkontarainasi dengan bahan-bahan
pemberantas hama yang pasti tidak baik untuk kesehatan manusia.
Keempat: Penggunaan sistem irigasi yang lebih baik agar tanaman meinperoleh
air yang diperlukannya untuk tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang
diharapkan. Masalah irigasi pun bukanlah sesuatu yang mudah untuk diatasi.
Masalah irigasi bukanlah masalah yang berdiri sendiri akan tetapi berkaitan dengan
masalah erosi, penebangan kayu di hutan secara tidak bertanggung jawab,
berkembang pesatnya penduduk yang memerlukan lebih banyak lahan untuk pemukiman
dan bahkan juga "terambilnya" tanah pertanian yang produktif untuk
kepentingan industri, bahkan juga untuk kegiatan olahraga kaum mapan seperti
golf, Akan tetapi terlepas dari itu, sistem irigasi tetap merupakan aspek
penting dari modernisasi pertanian.
Kelima: Penggunaan pupuk yang lebih intensif. Berbagai jenis pupuk,
termasuk pupuk kimiawi dan pupuk alam, diperlukan baik untuk kepentingan
mempertahankan kesuburan tanah maupun untuk meningkatkannya. Masalah kemampuan
ekonomi dan sikap timbul lagi dalam hal ini seperti tampak pada segi-segi lain
dari modernisasi pertanian.
Keenam: Intensifikasi pertanian. Jika hal-hal yang telah disinggung di
muka terlaksana dengan baik, salah satu hasilnya ialah dimungkinkannya
intensifikasi. Pada, dasarnya intensifikasi berarti pertanian yang meningkatkan
produktivitas tanah —per hektar misalnya—•
dengan tetap menanam satu jenis tanaman andalan tertentu, apakah itu tanaman
pangan untuk konsumsi dalam negeri atau tanaman lain untuk diekspor.
Ketujuh: Diversifikasi dan ekstensifikasi. Kiranya telah umum diketahui
bahwa yang dimaksud dengan diversifikasi dan ekstensifikasi pertanian ialah
upaya yang sistematik untuk menganekaragamkan jenis-jenis tanaman pertanian dan
tidak terpukau hanya pada satu tanaman andalan. Sasarannya pun ber-macam-macam
seperti penyuburan tanah, peningkatan produktivitas, dan peningkatan penghasilan
para petani.
Di muka telah disinggung bahwa masalah
modernisasi pertanian tidak hanya berkisar pada posisi ekonomi para petani yang
rendah yang tidak serta merta memungkinkan mereka menggunakan pupuk,, obat
hama, dan mekanisasi pertanian. Masalah-masalah tersebut memang merupakan
masalah nyata. Akan tetapi tidak kalah pentingnya ialah mengatasi masalah
rendahnya pengetahuan dan keterampilan pertanian modern, yang pada umumnya
mengarah kepada masalah sikap mental yang berkisar pada kecenderungan menolak perubahan.
Empat masalah yang tampaknya menonjol ialah:
- Masalah tradisi dan adat istiadat yang demikian mengakarnya sehingga menjadi penghalang bagi peningkatan produktivitas pertanian. Yang dimaksud ialah bahwa pada umumnya di negara-negara terbelakang dan sedang membangun, tanah milik seseorang dipandang sebagai wujud kekayaan dan simbol status yang sangat penting. Demikian pentingnya status tanah sebagai wujud kekayaan seseorang sehingga suatu keluarga akan berupaya keras agar tanah yang dimilikinya jangan sampai berkurang dan bahkan jika mungkin bertambah. Orang tua tidak akan puas jika tidak mewariskan sebidang tanah kepada anaknya yang sudah menikah. Memang luas tanah milik seseorang akan kecil karena orang tua mewariskan tanah miliknya kepada semua anak-anaknya. Berkurangnya luas tanah yang dimiliki dianggap sebagai hal yang wajar. Akan tetapi terdapat satu implikasi pewarisan tanah yang tidak menguntungkan bagi modernisasi pertanian, yaitu sulitnya melakukan mekanisasi pertanian yang merupakan salah satu sebab turunnya produktivitas pertanian.
- Harus diakui bahwa hasil pertanian —temiasuk hasil perkebunan, perikanan, dan peternakan— untuk ekspor dari negara-negara terbelakang dan sedang membangun sebagian besar merupakan komoditi lemah dalam pasaran internasional dan sering tidak mampu bersaing dengan negara-negara maju yang juga mengekspor produk pertaniannya. Misalnya, dengan ditemukannya karet sintesis, karet alam menghadapi persaingan yang sangat berat di pasaran internasional. Demikian juga halnya dengan kopra dan kelapa sawit (Crude Palm Oil —CPO) yang merupakan bahan baku utama untuk berbagai jenis produk jadi seperti minyak goreng, mentega, sabun, dan lain-lain, Seperti dimaklumi, kini terdapat bahan baku substitusi untuk membuat produk-produk tersebut. Untuk minyak goreng dan mentega, misalnya, kacang-kacangan dan biji-bijian makin banyak digunakan. Produknya bahkan makin disukai banyak orang karena kandungan lexnak dan kolesterol yang lebih rendah ketimbang kopra d.an kelapa sawit. Sabun pun makin banyak berupa detergen. Oleh karena itu, meskipun secara kuantitatif para petani dapat meningkatkan produktivitasnya, tidak . dengan sendirinya berakibat pada peningkatan penghasilan riil para petani. Mereka dihadapkan kepada masalah peningkatan mutu dan pengetahuan tentang pemasaran karena hanya dengan demikianlah produk tersebut dapat dipasarkan, baik di dalam negeri dalam rangka swasembada mau-pun untuk kepentingan ekspor.
- Kalaupun para petani bersedia untuk merubah sikap dan caranya bertani, mereka menghadapi kendala dalam bentuk ketidakadaan modal yang diperlukan untuk modernisasi pertanian. Memang benar di berbagai negara terdapat lembaga keuangan dan perbankan tempat di mana para petani dapat meminta kredit, Akan tetapi memperoleh kredit bukanlah hal yang mudah dan sederhana karena sebagai organisasi yang mencari laba, lembaga tersebut ingin memperoleh kepastian bahwa kredit yang diberikan akan kembali pada waktunya, dalam arti pinjaman dan bunganya. Seperti dimaklumi, bank pada umumnya menggunakan lima "C" dalam mempertimbangkan mengabulkan atau tidak pennohononan kredit dari para nasabahnya —temiasuk para petani— yaitu Capital, Character, Capability, Condition, dan Collateral, Di sainping itu, para petani pada umumnya belmn "bank-minded." Pemerintah memang membantu dalam mengatasi pennasalahan ini, antara lain melalui pemberian subsidi dan kebijaksanaan , perkreditan yang ditujukan untuk mempermudah para petani memperoleh kredit, seperti misalnya meniadakan keharusan memberikan agunan (collateral),
- Sering di negara-negara terbelakang dan sedang berkembang tuan tanali menguasai areal tanah pertanian yang luas sedangkan para petani hanyn sekadar sebagai penggarap. Di samping itu, para tengkulak —yang piuln umumnya terdiri dari para pedagang besar hasil pertanian yang tinggal di kota— memaksakan sistem ijon. Jelas bahwa kedua sistem tersebul sangat merugikan para petani. Untuk menghilangkan atau paling scdikil mengurangi dampak negatif dari kedua sistem tersebut, hampir semua negara terbelakang dan sedang berkembang melaksanakan landreform. Seperti diketahui dua sasaran utamanya ialah: (a) membatasi jumlah areal tanah yang dimiliki oleh seseorang, dan (b) agar para petani memiliki tanah yang memungkinkannya memperoleh penghasilan yang wajar dari kegiatan pertanian yang ditekuninya.
- INDUSTRIALISASI SEBAGAI ALTERNATIF
Industrialisasi merupakan alternatif
lain yang dapat ditempuh dan memang ditempuh oleh negara-negara terbelakang dan
sedang berkembang. Dalam merumuskan kebijaksanaan pembangunan ekonomi melalui
proses industrialisasi perlu diketahui berbagai masalah yang harus dipecahkan,
antara lain sebagai berikut :
1. Sebagian
besar penduduk terdiri dari orang-orang yang tidak memiliki keterampilan teknis
yang dituntut oleh proses industrialisasi karena kalau pun mereka memiliki
keterampilan tertentu, terbatas pada keterampilan bertani secara tradisional.
2. Karena
latar belakang pendidikannya, tidak banyak orang yang memiliki kterampilan
manajerial, baik yang bersifat umum maupun yang fungsional seperti manajemen
produksi, manajemen pemasaran, manajemen promosi, manajemen keuangan, manajemen
SDM, manajemen logistik dan lain sebagainya.
3. Sangat
terbatasnya modal yang mutlak diperlukan untuk mendirikan dan menjalankan roda
orgnisasi niaga. Salah satu ciri negara-negara terbelakang dan sedang membangun
ialah adanya sekelompok kecil warga masyarakat yang menguasai sebagian besar
modal dan sarana produksi lainnya.
4. Tingkat
kewirausahaan yang sangat rendah dikalangan mereka yang bergerak dalam kegiatan
bisnis, antara lain karena adanya pandangan bahwa “berdagang” tidak menempati
skala teratas dalam kehidupan kekaryaan seseorang.
5. Tidak
dikusainya keterampilan teknis oleh sebagian besar warga masyarakat padahal
industrialisasi di samping bersifat padat modal juga menggunakan teknologi
canggih karena hanya dengan demikianlah dunia usaha dapat menciptakan dunia
usaha dapat menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitifnya.
Adanya
berbagai masalah tersebut tidak berarti bahwa negara-negara terbelakang dan
sedang membangun tidak usah mempertimbangkan jalan industrialisasi untuk
membangun ekonominya. Adanya berbagai masalah tersebut hanya berarti bahwa para
pengambil keputusan kunci dalam pembangunan ekonomi harus mengambil
langkah-langkah untuk mengatasinya. Mengambil langkah-langkah tersebut dapat
berupa penciptaan prakondisi yang memperlancar jalannya proses industrialisasi
atau diambil secara berbarengan dengan penyelenggaraan berbagai kegiatan
industrialisasi. Masing-masing negara harus memutuskan sendiri cara yang tepat
untuk dilakukan.
Orientasi Industrialisasi. Suatu
negara yang ingin mempercepat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi pada umumnya
menempuh “jalur” industrialisasi. Orientasi industrialisasi dapat mencakup dua
segi, yaitu orientasi produk berbagai barang dan jasa untuk konsumsi di dalam
negeri dan orientasi ekspor. Sektor-sektor perekonomian yang dapat digarap
tergantung antara lain pada terpecahnya atau tidaknya masalah-masalah yang
telah diidentifikasikan di atas. Secara teoretis, sektor-sektor itu antara lain
ialah :
1. Sektor
ekstraktif atau barang tambang seperti batu bara, minyak dan gas bumi, emas,
timah, perak, uranium, dan lain-lain,
2. Sektor
otomotif, baik dalam arti kendaraan niaga maupun yang lainnya seperti sedan dan
sepeda motor,
3. Sektor
transportasi,
4. Sektor
komunikasi,
5. Sektor
teknologi informasi,
6. Elektronika,
7. Sektor
pariwisata,
8. Sektor
perhotelan,
9. Jasa
perbankan,
10. Agrobisnis.
11. Dan
lain-lain.
Dalam era globalisasi seperti sekarang
ini, proses industrialisasi tidak harus ditempuh sendiri oleh pemerintah dan
dunia usaha di negara yang bersangkutan. Memang benar bahwa sangat ideal jika
hal itu ditempuh. Akan tetapi jika ternyata kemampuan untuk melakukannya belum
mencukupi, berbagai cara yang dapat ditempuh antara lain ialah :
a. Mengundang
kehadiran korporasi multinasional,
b. Mendorong
penanaman modal asing,
c. Mendirikan
usaha-usaha patungan,
d. Menngimpor
teknologi canggih, dan
e. Memperkerjakan
tenaga ahli asing untuk menangani berbagai kegiatan yang belum dapat ditangani
sendiri.
Dengan demikian, proses industrialisasi
dapat dipercepat dan berhasil karena produk yang dihasilkan mampu bersaing di
pasaran lokal, regional, dan global. Akan tetapi kiranya jangan dilupakan bahwa dengan tersedianya
jalur seperti di atas pun, langkah-langkah untuk akselarasi pengembangan
kemampuan sendiri harus diambil.
Pentingnya “Human Invesment”. Betapapun
kayangya suatu negara dalam arti sumber daya alamnya yang mungkin melimpah,
aspek terpenting yang harus dikembangkan adalah sumber daya manusia. Ada
ungkapan yang mengatakan bahwa “other resoures
make things possible, but only human resoures make things happen”. Pentingnya sumber daya manusia sebagai unsur
yang paling strategis dalam pembangunan nasional, termasuk pembangunan ekonomi,
secara khusus disoroti dalam karya tulis ini bukan karena sumber daya dan dana
lainnya kurang penting, akan tetapi karena efektivitas sumber daya dan dana itu
ditentukan oleh unsur manusia yang menglaola dan menggunkannya. Itulah sebebnya
pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan harus dilihat sebagai sine qua non bagi keberhasilan pembangunan.
Theodore Shultz, seorang ahli ekonomi
pembangunan terkenal dari Universitas Chicago, yang pernah mengatakan bahwa
tiga faktor utama yang menjadi penyebab mengapa proses pembangunan ekonomi di
negara-negara terbelakang tidak berlangsung secepat yang diharapkan ialah :
1. Adanya
sikap mental yang menolak perubahan yang melanda sebagian besar warga negara
baik di bidang pertanian maupun di bidang-bidang lainnya. Akibatnya ialah
meskipun alternatif pembangunan ekonomi yang dipilih adalah moderenisasi
pertanian, produktifitas para warga tetap rendah karena tidak mau mengubh
cara-cara bertani yang secara terdisional dikuasai dan ditekuninya itu. Kiranya
tidak sulit membanyangkan bahwa para warga masyarakat yng sama akan cenderung
menolak kebijkan dan langkah-langkah industrialisasi yang ditentukan oleh
pemerintah.
2. Adanya
kecenderungan di negara-negara terbelakang untuk “meloncat” dari suatu
masyarakat agraris ke masyaraat industri tanpa didukung oleh pengetahuan,
keterampilan, insfraktuktur, dan sarana yang memang mutlak diperlukan.
Salah satu “hasilnya” ialah langsung
mendirikan berbagai industri barat, seperti pabrik baja dan industri otomotif.
3. Kurangnya
pengertian di kalangan masyarakat, termasuk dalam lingkungan birokrasi
pemerintahan, tetang pentingnya “human
investment” dalam proses pembangunan. Kenyataan tersebut terbukti dari
rendahnya angggaran dan belanja negara
yang diperuntukkan bagi pendidikan dan pelatihan. Lain halnya dengan
negara-negara industri maju yang biasaya mengalokasikan sekitar 25% nggaran
belanja negara untuk membiayai program pendidikn dan pelatihan secara nasional.
Padahal hanya dengan investasi manusia yang memadailah tenaga kerja yng kapabel
dan terampil dan disiapkan untuk mengelola dan menyelenggarakan seluruh
kegiatan pembangunan.
Memang
tidak dapat dipungkiri bahwa melakukan investasi manusia bukanalah hal yang
mudah. Alasan-alasannya pun beraneka ragam seperti :
a. Adanya
berbagai prioritas nasional yang menutut alokasi dana yang memang terbatas dan
yang pada gilirannya tidak menempatkan pendidikan dan pelatihan pada peringkat
teratas,
b. Tidak
adanya rencana ketenagakerjaan nasional (nsional manpower plan) sehingga tidak
diketahui jenis-jenis pengetahuan dan keterampilan apa yang diperlukan untuk
kepentingan apa, dimana, oleh siapa, bilamana, dan mengapa,
c. Lebaga-lembaga pendidikn formal yang tidak
melihat keterkaitan program pendidikan yang diselenggarakannya dengan pemenuhan
kebutuhan tenaga kerja dengan kualifikasi tertentu sebab kurikulum yang
disodorkan kepada mereka tidak kondusif untuk melihat ketrkaitan tersebut,
d. Perlunya
waktu yang cukup lama untuk menilai apakah suatu program pendidikan dan
pelatihan menghasilkan lulusan yang dapat diandalkan atau tidak.
Kesimpulan
yang dapat ditarik dari pembahasan di muka ialah bahwa sambil melaksanakan
kebijakan industrialisasi ---dalam arti mencakup berbagai sektor industri yang
menghasilkan barang dn jasa dengan pemanfaatan tenologi canggih--- dua langkah
harus pula diambil secara bersamaan. Yang pertama
ialah pengembangan knowedge
industries, yaitu lembaga-lembaga pendidikan formal dan nonformal, seperti
berbgai balai latihan kerja yang terkait dengan kebutuhan pasaran kerja. Yang kedua ialah menyadari pentingnya
kegiatan penelitian dan pengembangan. Merupakan kenyataan yang tidak dapat
disangkal bhwa kemajuan yang dicapai oleh negra-negara industri maju antara
lain adalah berkat terjadinya dana yang besar dan tercipta serta terpliharanya
iklim yang kondusif untuk melakukan kegiatan penelitin dan pengembangan, baik
yang bersifat dasar, terapan, dan bahkan sosial. Senang atau tidak, harus
diaakui bahwa terlalu sering di negara-negara terbelkang dn sedangn berkembang
penelitiaan tidak diberikan tempat yng “terhormat” dalam organisasi dan tidak memperoleh dukungan dana yang
diperlukan. Padahal industrialisasi menuntut tersalurnya kreaativitas dan
inovasi para warga masyarakat antra lain melalui kegiatan penelitian dan
pengembangan. Hasil-hasil penelitian dan pengembangan akan sangat mendorong
percepatan proses industrialisasi karena dapat diterapkan untuk berbagai
bidang.
- MENGAPA PEMBANGUNAN EKONOMI HARUS BERHASIL
Pernyataan bahwa pembagunan ekonomi
menempati skala teratas dalam keseluruhan kebijaksanaan dan penyelengaraan
pembangunan nasional, sebenarnya secara implisit sesunggguhnya berarti bahwa
pembangunan ekonomi suatu negara harus berhasil. Berikut ini disajikan berbagai
alasan fundamental untuk mengatakan demikian.
-
Mengentaskan
Kemiskinan
Jika
diterima pendapat bahwa masih banyak warga masyarakat yang hidup dibawah garis
kemiskinan, tersirat bahwa suatu negara bangsa bertekat untuk mengentaskan
kemiskinan tersebut. Mengentaskan kemiskinan antara lain berarti bahwa warga
negara yang tidak mampu memuaskan berbagai kebutuhan primernya secara wajar.
Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa tidak cukup melihat mengentaskan
kemiskinan semata-mata meningkatkan kemampuaan untuk memenuhi kebutuhan fisik
yang bersifat materiil. Jika hanya terbatas
hanya pada hal itu saja, berarti yang dibicarakan hanya peningkatan taraf
hidup orang per orang. Dengan kata lain, pengentasan kemiskinan harus pula
meningkatkan mutu hidup. Peningkatan mutu hidup menyangkut berbagai segi lain
yang bukan berupa segi ekonomis, seperti peningkatan kemampuan untuk menunaikan
kewajiban sosial, menyekolahkan anak, pengobatan dalam hal sesorang dan anggota
keluarganya yang diserang penyakit, tersedianya dana untuk rekreasi, serta
peningkatan kemampuan menabung. Singkatnya mejadikan para warga negara menjadi
insan yang mandiri.
-
Menghilangkan
Kesenjangan Sosial
Merupakan kenyataan yang tidak dapat
disangkal bahwa di masyarakat bangsa,terdapat segelintir manusia yang (sangat)
kaya raya di samping para warga negara yang tergolong tidak mampu. Berarti
adanya kesenjangan sosial. Pembangunan ekonomi harus berhasil menghilangkan
atau paling sedikit memperkecil kesenjangan tersebut. Berbagai cara yang dapat
ditempuh untuk mengurangi kesenjangan sosial antara lain ialah sebagai berikut:
Penciptaan
lapangan kerja. Para usahawan yang berhasil memupuk
kekayaan yang melimpah berkat penguasaan dan pemilikan berbagain perusahaan
dalam bentuk konglomerat dan sejenisnya, tidak sepantasnya hanya berfikir untuk
terus melebarkan sayap usahanya dan memupuk kekayaan yang lebih besar lagi.
Memang tidak ada yang salah bila mereka berfikir dan bertindak demikian. Akan
tetapi di samping itu, mereka harus menyadari adanya tanggung jawab sosial yang
dipikulnya. Salah satu bentuk tanggung jawab sosial tersebut ialah dengan menciptakan
lapangan kerja bagi warga negra lain yang memerlukan pekerjaan. Memikul
tanggung jawab demikian antara lain berarti bahwa para usahawan besar jangan
hendaknya berfikir semata-mata untuk menekan biaya menjalankan usaha –biaya berproduksi,
pemasaran, promosi dsb. Misalnya dengan semaksimal mungkin memanfaatkan
teknologi canggih yang pada giliranya akan mengurangi jumlah tenaga kerja yang
di perlukan. Dengan kata lain, orientasi penyelanggaraan bisnis hendaknya tidak
semata-mata padat modal. Ada tempat untuk menjalankan usaha dengan pendekatan
padat karya. Dengan demikian dunia usaha turut berperan aktif dalam mengatasi
pengangguran yang menjadi salah satu sumber kesenjangan sosial termasuk dengan
cara menggunakan tenaga kerja yabng bermukim di sekitar perusahaan jika
tersedia tenanga kerja setempat yang memenuhi persyaratan organisasi atau
perusahaan.
Peningkatan
mutu kehidupan kekayaan mengurangi kesenjangan sosial
tidak cukup hanya dengan penyediaan lapangan kerja bagi mereka yang berusaha
meningkatkan mutu hidupnya denga jalan bekerja bagi orang lain berkarya tidak
sekedar untuk mencari nafkah akan tetapi sebagai upaya untuk mengangkat harkat
martabatnya sebagai insan yang terhormat. Oleh karena itu, mereka ingin
diperlukan secara manusiawi di ntempat pekerjaan. Para pengusaha dapat
menjalankan perlakuan demikian dengan
1. Penyilaan
( supervisi)yang simpatik dengan menggunakan gaya manejerial yang sesuai dengan
kepribadian para bawahanya.
2. Kondisi
fisik yang menjamin kesehatan dan keselamatan kerja di tempat tugas.
3. Pemberdayaan
di tempat pekerjaan dalam arti pemberian kesempatan dan kewenangan untuk
mengambil keputusan yang menyangkut pekerjaan dan karir serta penghasilanya.
4. Pekerjaan
yang menuntut rasa tanggung jawab yang lebih besar.
5. Jenis
dan sipat pekerjaan yang memungkinkan pemanfaatan berbagai jenis pengetahuan
dan keterampilan yang di miliki.
6. Sistem
imbalan yang efektif berdasarkan prinsip keadilan, kewajaran, kesetaraan dengan
imbalan orang lain yang melakukan tugas pekerjaan sejenis dan tanggung jawab
yang sama yang disesuaikan dengan golongan perusahaan.
Peningkatan
kepedulian sosial. proses pengurangan kesenjangan sosial
dapat dipercepat apabila para warga negara mampu menunjukan sikap kepedulian
sosial tinggi. Berbagai bentuknya antara lain ialah penyediaan fasilitas
umum,turut serta membiayai pendirian rumah-rumah ibadat,mendirikan pusat-pusat
kesehatan masyarakat,partisifasi dalam perayaan hari-hari besar nasional yang
diselenggarakan rakyat setempat pemberian beasiswa kepada anak-anak karyawan
dan masyarakat sekitar yang berprestasi,dan mungkin bentuk-bentuk lain yang menunjukan bahwa perusahaan
nerupakan bagian dari masyarakat lingkunganya dan bukan suatu masyarakat yang
bersifat ekslusif
Pasokan
bahan secara lokal dalam menghasilkna baerang atau jasa
tertentu perusahaan pasti memerlukan bahan, baik merupakan bahan mentah maupun
bahan baku . sepanjang dimungkinkan –dalam arti memenuhi persrtankuantitas,
kualitas, dan kontinuitas pemasokan – mengunakan pasokan secra lokal dapat pula
mengurangi keswenjangan karena para memasok dapat meningkatkan kegiatan
ekonominya dan dengan demikiannya juga penghasilannya. Bahkan mungkin turut
serta menciptakan lapangan pekerjan bagi orang lain, meskipun dalam jumlah
besar.
Sistem
perpajakan yang progresif tidak sedikit bagian dari upaya
peningkatan kesejahtraan rakyat menjadi tangguang jawab pemerintah , seperti
memelihara anak-anak terlantar, memelihara orang-orang lanjut usia, jaminan
sosial, mendirikan gedung-gedung sekolah, pengadaan tenaga pengajar,penyediaan
pasiliatas umum dibidang kesehatan – seperti pusat kesehatan masyarakat, klinik
rumah sakit beserta peralatannya- tenaga medis dan para medis , analis, laboran
dan lain sebagainya. Bahkan pemerintah menyelenggarakan sangant banyak pungsi
dan tugas dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyrakat dan dalma
pengaturan , termasuk pemliharaan ketertiban dan keamana nasional\. Kesemuanaya itu memerlukan dana
yang besar karena bidang-bidang tersebut harus pula dibagun sebagai bagian
integral pembanguna nasional. Jelas
bahwa makin maju masyarakat bangsa,
makin besar dana yang diperlukan pemerintah. Salah satu sumebr penerimaan negar
untuk membiayai berbagai kegiatan maksud
pajak disoroti khusus dari segi pengurangan kesenjangan antar berbagai
kelompok di masyarakat pajak mempunyai ”fungsi pemerataan dan keadilan “
artinya para warga negara yang mampu dikinakan pajak yang secara pogresif lebih
tinggi dan digunakan untuk meningkat kan mutu hidup masyarakat yang kuarang
mampu, oleh karena itu , kesediaan para warga negara yang mampu dan kaya untuk
membayar berbagai jenis pajaknya.- seperti pajakkekayaan, pajak tanah dan
bagunan ,pajak penghasilan perorangan , pajak penghasilan badan pajak
penghasilan badan pajak pertambahan nilai pajak barang-barang mewah- dengan
jujur dan tepat waktu akan mempunyai arti yang sangat penting dalam memperkecil
kesenjangan tersebut.
Jika kesemuanya itu dilakukan oleh dunia
usaha, akan terwujudlah solidaritas sosial yang pada gilirannya akan mempunyai
dampak positif dalam bidang-bidang kehidupan lainnya.
-
Tersedianya Dana Untuk Pembangunan Bidang-Bidang Lain
Siapa pun akan menerima pandangan bahwa
menyelenggarakan kegiatan pembangunan yang mencakup seluruh segi 'kehidupan dan
penghidupan suatu masyarakat bangsa memerlukan dana yang besar. Di bidang
politik,, misalnya, dana dalam jumlah besar diperlukan untuk berbagai
kepentingan seperti pembiayaan kegiatan lembaga-Iembaga konstitusional,
melaksanakan pendidikan politik, menyelenggarakan pemilihan umum secara
berkala, melaksanakan politik luar negeri, dan lain sebagainya. Di bidang
pertahanan dan keamanan diperlukan dana yang tidak kecil untuk membangun
angkatan bersenjata yang andal karena kepada angkatan bersenjatalah tugas
penjagaan keamanan umum, keutuhan wilayah, eksistensi negara, dan keselamatan
nasional dipercayakan. Dana besar itu tetap harus tersedia meskipun suatu
negara dalam keadaan damai dan tidak menghadapi ancaman perang baik yang datang
dari dalam maupun yang bersumber dari luar negeri. Dana tersebut diperlukan
bukan hanya untuk membayar gaji personel angkatan bersenjata dan keluarganya,
akan tetapi juga untuk pemelibaraan peralatan, perlengkapan dan persenjataannya
yang secara berkala perlu pula dimutakhirkan. Hal senada dapat dikatakan
tentang pembangunan di bidang sosial budaya seperti pendidikan dengan berbagai
tingkatannya, keluarga berencana, jaminan sosial, kesehatan, pengem-bangan
budaya nasional —termasuk bahasa— dan berbagai sub bidang, dan sektor fainnya.
Pembangunan ekonomi harus berhasil
karena dengan peningkatan kegiatan di bidang ekonomi, semakin banyak sumber
dana yang dapat digarap dan dimanfaatkan. Peranan berbagai sumber dana tersebut
semakin penting karena suatu negara bangsa bertekad untuk mengandalkan
kemampuan dan kekuatan sendiri dalam upaya mencapai tujuan nasionalnya. Memang
benar bahwa melalui kerja sama luar negeri, suatu negara mungkin memperoleh
bantuan berupa hibah dan pinjaman. Jika dana bantuan seperti itu berupa bantuan
tidak mengikat (untied aid) pemerintah penerima bantuan dapat menggunakannya
untuk kepentingan yang dipandangnya paling tepat. Akan tetapi ada pula bantuan
yang hanya boleh digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tertentu yang
sudah disepakati bersama. Penting pula untuk disadari bahwa dalam hal
mengusahakan pinjaman, suatu pemerintah biasanya sangat hati-hati sepanjang
menyangkut jumlahnya, bunganya, dan waktu pengembaliannya dan
persyaratan-persyaratan lainnya. Kehati-hatian itu mutlak diperlukan beban yang
harus dipikul oleh masyarakat bangsa, baik sekarang maupun masa depan berada
dalam batas-batas kemampuan memikulnya.
-
Terpeliharanya
Ketertiban Umum
Di kalangan aparat keamanan sering
terdapat persepsi bahwa berkurangnya, apalagi hilangnya, kesenjangan sosial
akan melicinkan jalan untuk terpeliharanya ketertiban umum yang mantap.
Semata-mata dilihat dari sudut pandang makin banyaknya warga negara yang mampu
mempertahankan tingkat dan mutu hidup yang layak bagi manusia dengan harkat dan
martabatnya, semakin berkurang pula alasan untuk menampilkan perilaku yang
disfungsional. Disoroti dari sudut pandang itu saja, kemutlakan keberhasilan
pembangunan ekonomi merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar.
Dalam pada itu kenyataan di hampir semua
negara di dunia, termasuk di negara-negara industri paling maju sekalipun,
menunjukkan bahwa berbagai jenis kejahatan dan tindakan kriminal bukan hanya
pada skala kecil —seperti pencopetan, pencurian, penipuan, dan perampokan— yang
selalu terjadi. Bentuk-bentuk dan jenis-jenis tindak kriminal dan kejahatan
makin canggih sehingga "predikatnya" pun makin beraneka ragam seperti
kejahatan terorganisasi (organized crime) oleh mafia dan gang dan
tindak kejahatan orang berdasi (white collar crime), dengan berbagai
bentuk seperti pemalsuan kartu kredit, transfer dana —kadang-kadang dalam jumlah
besar dengan menggunakan "PIN" orang lain, perdagangan senjata gelap,
penjualan obat-obat terlarang, dan lain sebagainya.
Dengan perkataan lain, akan selalu ada
warga masyarakat yang ingin menempuh jalan pintas untuk memperoleh uang. Untuk
kepentingan seperti itulah kemampuan aparat keamanan, terutama polisi, harus
ditingkatkan. Meskipun anggaran untuk kepentingan seperti itu pasti tersedia,
jumlahnya akan dapat diperbesar jika pembangunan ekonomi berhasil.
Dari contoh-contoh di muka terlihat
bahwa memang tidak ada pilihan lain bagi suatu negara kecuali mengerahkan
segala kemampuan yang ada dan mcnggali potensi yang masih terpendam agar tujuan
didirikannya negara yang bersangkutan dapat tercapai.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan menyimak
pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa, adanya dua bentuk strategi dalam
pembangunan ekonomi yang biasa ditempuh oleh negara-negara yang sedang
berkembang. Yaitu pertama modernisasi
pertanian, yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dalam negeri sendiri. Dan
yang kedua Industrialisasi yang dapat
ditempuh dan memang ditempuh oleh negara-negara terbelakang dan sedang
berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
P.
Siagian Sondang. 2012. Administrasi Pembangunan. Jakarta. Bandung.
Afiffuddin,
S. Agm, M.Si. 2010. Pengantar Administrasi Pembangunan. Bandung. Alfa Beta
Good Paper
BalasHapusthanks gan ^_^
BalasHapussgt membantu tugas saya :)
BalasHapussaya izin copas ya. tapi mohon penjelasanya mengenai satu kasus nyata yg bisa diambil dr pembangunan ekonomi trsbut itu kasus apa?
mungkin contohnya seperti memberdayakan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan. Sistem ini mensyaratkan adanya partisipasi yang luas dari seluruh masyarakat, baik dalam proses pembangunan ekonomi itu sendiri, maupun dalam menikmati hasil-hasilnya.
BalasHapus