BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut Chester I. Bernard “Organisasi merupakan suatu
sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih” dari
pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebuah organisasi haruslah
memiliki interaksi antar anggotanya. Dalam beberapa pengertian organisasi
disebutkan haruslah memiliki tujuan yang akan dicapai, dalam mencapai tujuan
tersebut maka sebuah organisasi akan membentuk karakteristik anggotanya agar
sesuai dengan tujuannya tersebut. Organisasi merupakan kumpulan orang-orang
yang bekerja secara bersamasama dengan mengunakan sumber daya tertentu untuk
berusaha mencapai tujuannya. Dengan kata lain bahwa organisasi itu terdiri dari
orang-orang yang bekerja dalam suatu system pencarian tujuan. Agar supaya
tujuan organisasinya tercapai maka perlu dilakukan usaha-usaha tertentu untuk
mengelola organisasinya. Dalam mengelola organisasi inisudah pasti tidak dapat
terlepas dari aspek-aspek managerial yang berkaitan erat dengan aktivitas
untuk:
1.
Merencanakan apa yang
hendak dicapai oleh organisasi beserta sub-sub unitnya selama priode waktu
tertentu.
2.
Mengkoordinasikan
semua rencana berserta aktivitasnya dari seluruh bagian yang ada demi
tercapainya keselarasan kerja yang mengarah pada tujuan yang sama.
3.
Mengolah informasi
yang terdapat dalam setiap unit organisasi maupun diantara unit-unit yang ada
serta informasi yang berasal dari lingkungan ekstern guna pengambilan
keputusan.
4.
Mengevaluasi informasi
tersebut untuk dibandingkan terhadap apa yang diinginkan dan mengambil tindakan
tertentu untuk mengoreksi atas penyimpangan yang terjadi.
5.
Mempengaruhi perilaku
orang-orang yang ada dalam organisai tersebut untuk diarahkan pada tujuannya.
Proses tercapainya pengendalian dalam suatu organisasi
mencakup suatu analisa tentang pola otonomi yaitu hubungan-hubungan struktural
yang ditetapkan oleh pucuk pimpinan yang dicerminkan dalam bagan struktur
organisasinya, serta gaya manajemen yang diterapkan oleh pucuk pimpinan di
dalam usahanya untuk mempengaruhi prilaku bawahannya. Tercapainya tujuan
organisasi sangat tergantung pada ada atau tidaknya unsur kerja sama diantara
sesama anggotanya, baik melalui struktur formalnya maupun struktur informalnya.
Yang dimaksud dengan struktur formal disini adalah pola hubungan antara sesama
anggota yang terjadi yang diatur melalui struktur organisasinya, sedangkan
struktur informal sisini adalah pola hubungan antara sesama anggota yang diatur
melalui struktur organisasinya, sedangkan struktur informal disini adalah pola
hubungan antara sesama anggota yang terjadinya secara spontan dan tidak diatur
melalui struktur organisasinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, maka rumusan masalah yang kami ambil dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana karakteristik
individu dalam mempengaruhi organisasi?
2. Bagaimana pengaruh
kelompok terhadap individu?
3. Bagaimana Anatomi
Organisasi?
4.
Bagaimana Daur hidup suatu organisasi?
C. Tujuan Pembuatan
Makalah
1. Untuk mengetahui karakteristik individu
dalam suatu organisasi
2. Untuk mengetahui pengaruh kelompok
terhadap individu
3. Untuk mengetahui bagaimana Anatomi
Organisasi
A.
KARAKTERISTIK INDIVIDU DALAM MEMPENGARUHI PERILAKU
ORGANISASI
Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi.
Kinerja organisasi sangat tergantung pada kinerja individu yang ada di
dalamnya. Seluruh pekerjaan dalam organisasi itu, para anggotalah yang
menentukan keberhasilannya. Sehingga berbagai upaya meningkatkan produktivitas
organisasi harus dimulai dari perbaikan produktivitas anggota. Oleh karena itu,
pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi sangat penting dalam rangka
meningkatkan kinerjanya.
Anggota sebagai individu ketika memasuki organisasi akan
membawa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan
pengalaman masa lalunya sebagai karakteristik individualnya. Oleh karena itu,
maaf-maaf kalau kita mengamati anggota baru di kantor. Ada yang terlampau
aktif, maupun yang terlampau pasif. Hal ini dapat dimengerti karena anggota
baru biasanya masih membawa sifat-sifat karakteristik individualnya.
Selanjutnya karakteristik ini menurut Thoha (1983), akan berinteraksi dengan tatanan organisasi seperti: peraturan dan hirarki, tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab, sistem kompensasi dan sistem pengendalian. Hasil interaksi tersebut akan membentuk perilaku-perilaku tertentu individu dalam organisasi. Oleh karena itu penting bagi manajer untuk mengnalkan aturan-aturan organisasi kepada anggota baru. Misalnya dengan memberikan masa orientasi.
Perilaku Organisasi Pada tingkat individu, jika anggota merasa bahwa organisasi memenuhi kebutuhan dan karakteristik individualnya, ia akan cenderung berperilaku positif. Tetapi sebaliknya, jika anggota tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka mereka cenderung untuk tidak tertarik melakukan hal yang terbaik (Cowling dan James, 1996) Untuk itu, ketika seseorang mempunyai ketertarikan yang tinggi dengan pekerjaan, seseorang akan menunjukkan perilaku terbaiknya dalam bekerja (Duran-Arenas et.al, 1998). Selanjutnya menurut Cowling dan James, tidak semua individu tertarik dengan pekerjaannya. Akibatnya beberapa target pekerjaan tidak tercapai, tujuan-tujuan organisasi tertunda dan kepuasan dan produktivitas anggota menurun.
Di lain pihak, organisasi berharap dapat memenuhi standar-standar sekarang yang sudah ditetapkan serta dapat meningkat sepanjang waktu. Masalahnya adalah cara menyelaraskan sasaran-sasaran individu dan kelompok dengan sasaran organisasi; dan jika memungkinkan, sasaran organisasi menjadi sasaran individu dan kelompok. Untuk itu diperlukan pemahaman bagaimana orang-orang dalam organisasi itu bekerja serta kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka dapat memberikan kontribusinya yang tinggi terhadap organisasi.
Belajar dari Vroom Menurut Teori Pengharapan, perilaku kerja merupakan fungsi dari tiga karakteristik: (1) persepsi anggota bahwa upayanya mengarah pada suatu kinerja (2) persepsi anggota bahwa kinerjanya dihargai (misalnya dengan gaji atau pujian) (3) nilai yang diberikan anggota terhadap imbalan yang diberikan. Menurut Vroom’s expectancy theory, perilaku yang diharapkan dalam pekerjaan akan meningkat jika seseorang merasakan adanya hubungan yang positif antara usaha-usaha yang dilakukannya dengan kinerja (Simamora, 1999). Perilaku-perilaku tersebut selanjutnya meningkat jika ada hubungan positif antara kinerja yang baik dengan imbalan yang mereka terima, terutama imbalan yang bernilai bagi dirinya. Guna mempertahankan individu senantiasa dalam rangkaian perilaku dan kinerja, organisasi harus melakukan evaluasi yang akurat, memberi imbalan dan umpan balik yang tepat.
Selanjutnya karakteristik ini menurut Thoha (1983), akan berinteraksi dengan tatanan organisasi seperti: peraturan dan hirarki, tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab, sistem kompensasi dan sistem pengendalian. Hasil interaksi tersebut akan membentuk perilaku-perilaku tertentu individu dalam organisasi. Oleh karena itu penting bagi manajer untuk mengnalkan aturan-aturan organisasi kepada anggota baru. Misalnya dengan memberikan masa orientasi.
Perilaku Organisasi Pada tingkat individu, jika anggota merasa bahwa organisasi memenuhi kebutuhan dan karakteristik individualnya, ia akan cenderung berperilaku positif. Tetapi sebaliknya, jika anggota tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka mereka cenderung untuk tidak tertarik melakukan hal yang terbaik (Cowling dan James, 1996) Untuk itu, ketika seseorang mempunyai ketertarikan yang tinggi dengan pekerjaan, seseorang akan menunjukkan perilaku terbaiknya dalam bekerja (Duran-Arenas et.al, 1998). Selanjutnya menurut Cowling dan James, tidak semua individu tertarik dengan pekerjaannya. Akibatnya beberapa target pekerjaan tidak tercapai, tujuan-tujuan organisasi tertunda dan kepuasan dan produktivitas anggota menurun.
Di lain pihak, organisasi berharap dapat memenuhi standar-standar sekarang yang sudah ditetapkan serta dapat meningkat sepanjang waktu. Masalahnya adalah cara menyelaraskan sasaran-sasaran individu dan kelompok dengan sasaran organisasi; dan jika memungkinkan, sasaran organisasi menjadi sasaran individu dan kelompok. Untuk itu diperlukan pemahaman bagaimana orang-orang dalam organisasi itu bekerja serta kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka dapat memberikan kontribusinya yang tinggi terhadap organisasi.
Belajar dari Vroom Menurut Teori Pengharapan, perilaku kerja merupakan fungsi dari tiga karakteristik: (1) persepsi anggota bahwa upayanya mengarah pada suatu kinerja (2) persepsi anggota bahwa kinerjanya dihargai (misalnya dengan gaji atau pujian) (3) nilai yang diberikan anggota terhadap imbalan yang diberikan. Menurut Vroom’s expectancy theory, perilaku yang diharapkan dalam pekerjaan akan meningkat jika seseorang merasakan adanya hubungan yang positif antara usaha-usaha yang dilakukannya dengan kinerja (Simamora, 1999). Perilaku-perilaku tersebut selanjutnya meningkat jika ada hubungan positif antara kinerja yang baik dengan imbalan yang mereka terima, terutama imbalan yang bernilai bagi dirinya. Guna mempertahankan individu senantiasa dalam rangkaian perilaku dan kinerja, organisasi harus melakukan evaluasi yang akurat, memberi imbalan dan umpan balik yang tepat.
B. PENGARUH KELOMPOK TERHADAP PERILAKU INDIVIDU
Pada dasarnya keanggotaan kelompok dapat mengubah perilaku
individu ( Tedeschi & Lindskold, 1976 ), pengaruh kelompok ini dapat
membuat anggotanya melakukan hal – hal dalam organisasi yang tidak akan
dilakukannya jika mereka sendiri. Keanggotaan kelompok ini dapat juga
mempengaruhi perilaku anggotanya bila tidak ada anggota lain disekitarnya.
Pengaruh terhadap perilaku ini besar sekali terutama dalam kelompok yang mempunyai
rasa kebersamaan yang tinggi. Arah yang ditempuhnya sebagian besar tergantung
dari norma – norma yang ada dalam kelompok tersebut ( Jewell, LN; Siegall M,
1990 ).
Kohesivitas kelompok mengacu pada sejauh mana anggota
kelompok saling tertarik satu sama lain dan merasa menjadi bagian dari kelompok
tersebut. Dalam kelompok yang kohesivitasnya tinggi, setiap anggota kelompok
itu mempunyai komitmen yang tinggi untuk mempertahankan kelompok tersebut.
Kelompok – kelompok yang berbeda dalam hal kohesivitasnya, dan banyak yang
tidak pernah mencapai tingkat kelompok yang mempunyai daya tarik tertentu dan
komitmen bersama yang merupakan ciri kohesivitas yang kuat. Kohesivitas yang
lebih besar terutama berkembang dalam kelompok yang relatif kecil dan mempunyai
organisasi yang lebih bersifat kerjasama daripada persaingan ( Jewel &
Reitz, 1981). Kesempatan saling berinteraksi antara para anggotanya secara
lebih sering membantu berkembangnya kohesivitas kelompok tersebut.
Kohesivitas yang lebih besar terdapat dalam kelompok yang
mempunyai lebih banyak kemiripan sikap, pendapat, nilai dan perilaku diantara
para anggotanya ( Cartwright, 1968 ). Pada tahap awal perkembangan kelompok
tingkat kemiringan tadi mengurangi kemungkinan terjadinya pertentangan yang
mungkin memecah kelompok tadi menjadi fraksi – fraksi yang lebih kecil atau
menghancurkannya sama sekali. Perbedaan persepsi mengenai kelompok sendiri dan
kelompok lain digambarkan dalam studi mengenai hubungan antar kelompok dalam
perusahaan yang besar ( Alderfer and Smith, 1982 ). Pendapat mengenai tujuan
dan nilai dua kelompok organisasi dilihat dari anggota sendiri dan dari anggota
kelompok lain diperlihatkan dalam Skema 1. Adanya kesamaan persepsi anggota
dalam masing – masing kelompok dan perbedaan persepsi dengan persepsi dari
anggota dalam kelompok lain.
Meskipun perbedaan komposisi ras antara kedua kelompok dalam studi Alderfer dan Smith mungkin meningkatkan perbedaan persepsi, namun harus diperhatikan bahwa kedua kelompok tersebut mempunyai banyak persamaan. Semua anggota dari kedua kelompok tersebut adalah karyawan dari organisasi yang sama, dan semua mempunyai tingkat yang mirip dalam hirarki manajemen organisasi. Norma – norma adalah standar tidak tertulis mengenai perilaku, nilai dan sikap yang tumbuh dari interaksi antar kelompok. Semakin tinggi rasa kebersamaan suatu kelompok, semakin kuat norma – normanya, dan semakin besar kemungkinannya memaksakan individu mengikuti norma kelompok (Kiesler & Kiesler, 1969, dalam, Jewell, LN; Siegall M, 1990).
Meskipun perbedaan komposisi ras antara kedua kelompok dalam studi Alderfer dan Smith mungkin meningkatkan perbedaan persepsi, namun harus diperhatikan bahwa kedua kelompok tersebut mempunyai banyak persamaan. Semua anggota dari kedua kelompok tersebut adalah karyawan dari organisasi yang sama, dan semua mempunyai tingkat yang mirip dalam hirarki manajemen organisasi. Norma – norma adalah standar tidak tertulis mengenai perilaku, nilai dan sikap yang tumbuh dari interaksi antar kelompok. Semakin tinggi rasa kebersamaan suatu kelompok, semakin kuat norma – normanya, dan semakin besar kemungkinannya memaksakan individu mengikuti norma kelompok (Kiesler & Kiesler, 1969, dalam, Jewell, LN; Siegall M, 1990).
Norma – Norma dalam Organisasi Kelompok
Salah satu arti organisasi adalah sebuah kelompok yang
besar dan mempunyai norma – norma yang mempengaruhi perilaku para anggotanya.
Norma tersebut merupakan budaya yang kuat dari organisasi. Namun sebagian besar
organisasi terlalu besar untuk menjadi kelompok yang mempunyai rasa kebersamaan
yang tinggi dan sebagian besar norma – norma yang kuat untuk karyawan sebagai
individu berasal dari kelompok formal maupun informal yang lebih kecil.
Kelompok kerja yang mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi,
standar ini mungkin sama kuatnya ( atau bahkan lebih ) dibandingkan dengan
aturan organisasi mengenai masuk kerja. Penyesuaian anggota kelompok dengan
norma tersebut adalah bagian dari harga yang harus dibayar sebagai hasil dari
diterima menjadi anggota kelompok tersebut ( Jewell, LN; Siegall M, 1990 ).[1]
C. ANATOMI ORGANISASI
A.
CIRI-CIRI UMUM
Menurut
Barry Cushway, mengakui meskipun ada bermacam-macam organisasi, hanya sedikit terdapat persamaan, tetapi upaya
membandingkan organisasi supaya mengetahui kelebihan dan kekurangannya.
Walaupun semua organisasi memiliki karakteristik yang khas, smua organisasi
memiliki hal-hal tertentu yang sama yaitu :
1.
Satu tujuan
2.
Satu struktur.
3.
Proses untuk mengkoordinasi kegiatan
4.
Orang-orang yang melaksanakan peran-peran yang berbeda. Pengamat yang lain
mengatakan bahwa dalam setiap organisasi, entah tertulis atau tidak terdapat
apa yang disebut: Visi, Misi, iklim organisasi, budaya organisasi, motivasi,
norma-norma kelompok, dan sebagainya. Semua
unsur-unsur tersebut sangat menentukan (berpengaruh) terhadap perilaku
organisasi, dapat diringkas sebagai berikut:
Proses
=> Iklim Motivasi => Budaya
=> Struktur -------> PERILAKU ORGANISASI => Norma kelompok
=> Gaya manajemen => Pengaruh luar
B.
PENGELOMPOKAN ORGANISASI
Max
Weber (1964) membuat kategori organisasi menurut jenis wewenang yang
dilaksanakan:
1.
Organisasi Tradisional
Wewenang
ditentukan oleh kebiasaan, serta kepercayaan yang telah lama ada dan tidak
perlu dipertanyakan.
2.
Organisasi Kharisma
Wewenang
diambil dari mutu pribadi pemimpinnya.
3.
Organisasi Birokrasi
Wewenang
didasrkan pada pengakuan atas aturan-aturan dan prosedur-prosedur.
Katz
dan Kahn (1978) mengemukakan sebagai berikut:
1.
Organisasi Ekonomis, berkaitan dengan penciptaan kesejahteraan, pembuatan
barang dan jasa.
2.
Organisasi Perawatan, yang berkaitan dengan sosialisasi orang untuk melakukan
peran, seperti sekolah.
3.
Organisasi Penyesuian, berkaitan dengan menciptakan pengetahuan mengembangkan
dan menguji teori. Contohnya; Univeritas, lembaga riset. 7
4.
Organisasi Manajerial dan Politik, berkaitan dengan Perundangundangan,
koordinasi, dan pengendalian sumber daya. Contoh; pemerintahan, partai politik,
dan seriakt buruh.[2]
D.
DAUR HIDUP ORGANISASI
Seperti
kebanyakan organisasi sosial berbagai data emperik membuktikan bahwa organisasi
sosial dan sejenis banyak yang timbul
tenggelam, muncul lalu hilang
lagi, berubah arah, melalui tahap-tahap tertentu, kemudian mati dan biasanya mencoba menghidupkannya kembali.
Untuk itu perlu kiranya kita memahami daur hidup orgainsasi sebagai berikut :
1. Pacaran
Ini
adalah tahap awal sebelum suatu organisasi sosial lahir dan dibentuk. Pada
tahap ini ada beberapa orang berkumpul
dan berbincang-bincang. Bagai orang yang dimabuk cinta, mereka akan mengatakan
hal itu pada siapa saja. Pada tahap ini saling berikrar untuk mengikat jadian
pacaran untuk membentuk organisasi.
2. Bayi
Jika
gagasan pembentukan suatu organisasi diterima dan benar-benar disepakati, lahirlah
suatu oganisasi baru. Tetapi seperti biasanya, organisasi yang masih “bayi” ini
meletakkan serangkaian kegiatan yang belum jelas benar arah dan tujuanya.
3. Kanak-kanak
Berhasil
melalui masa bayi, suatu organisasi
kemudian memasuki tahap kanak-kanak
yang mulai belajar mengenal, ingin tahu,
dan melakukan apa saja. Pada tahap ini para anggota organisasi berusaha meraihnya
dengan semngat menggebu-gebu.
4. Remaja
Melewati
masa kanak-kanak, suatu organisasi segera beranjak menjadi remaja yang mulai menyadari adanya
atuan-aturan, tata tertib, juga adab
kesopanan serta tata krama. Pada tahap
ini, suatu organisasi mulai menggunakan sebagian besar waktunya untuk memapankan sendi-sendi administrasinya.
5. Dewasa
Jika
konflik-konflik intern pada tahap remaja
dapat diatasi, suatu organisasipun mulai memasuki tahap usia dewasa. Pada tahap ini, organisasi sudah
menekankan pada orientasi pada hasil dan prestasi kerja, adanya pandangan
bersama yang utuh dan padu, serta
mekanisme sistem yang lebih efisien.
6. Matang
Oleh
rasa dorongan hasrat yang demikian besar untuk menikmati hasil-hasil kerja
dimasa lalu, organisasi pada tahap ini mulai bergerak memasuki masa
kematanganya. Pada tahap ini organisasi mencapai puncak kemampuannya, yang
tetap berusaha mempertahankan orientasi
hasil dan tingkat prestasi yang
telah dicapainya . Organisasi mulai
sungkan menangapi hal-hal yang baru dan lebih suka mengerjakan hal-hal yang
sudah terbukti berhasil selama ini.
7. Aristrokrasi
Pada
tahap ini suasana organisasi mulai membosankan. Orang-orang yang memegang tampuk kekuasaan organisasi
secara tidak sadar mulai dihinggapi rasa khawatir berlebihan tentang
berkelanjutan hidup organisasi dan masa depannya, namun tidak pernah diungkapkan
secara terus terang.
8. Birokrasi awal
Cepat
atau lambat organisasi yang aristokratis
tadi akan tersentak kaget jika ada yang mulai berani menyampaikan ada sesuatu
yang salah dalam organisasi. Sumber-sumber dana utamanya selama ini mungkin
segera menolak memberikan dukungan lebih lanjut.
9. Birokrasi
Pada
saat ini organisasi sosial tiba pada
tahap birokrasi penuh, yang tertinggal pada organisasi hanyalah setumpuk
peraturan yang memusingkan dan pekerjaan rutin tulis menulis gaya kantoran
resmi. Tidak ada lagi sesuatu yang berarti yang bisa dilakukan, segala sesuatu mesti tertulis.
Suasana kerja benar-benar menjadi tenang dan damai, mereka akan setuju tentang
apa saja, namun tidak pernah melakukan apapun.
10.Mati
Akhirnya,
organisasi sosial akan mati, meskipun
dalam kenyataannya banyak organisasi birokratis tidak benar-benar mati, namun
mereka tetap berada pada keadaan yang “setengah mati”.[3]
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
KESIMPULAN
Organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang bekerja
secara bersamasama dengan mengunakan sumber daya tertentu untuk berusaha
mencapai tujuannya. Dengan kata lain bahwa organisasi itu terdiri dari
orang-orang yang bekerja dalam suatu system pencarian tujuan. Dalam mencapai
tujuan tersebut maka para anggta-anggotanya akan selalu berinteraksi dalam
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dalam interaksi maka karakteristik tiap
individu akan membaur dalam organisasi tersebut sehingga akan menjadi sebuah
karakteristik organisasi. Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam
organisasi. Kinerja organisasi sangat tergantung pada kinerja individu yang ada
di dalamnya. Seluruh pekerjaan dalam organisasi itu, para anggotalah yang
menentukan keberhasilannya. Sehingga berbagai upaya meningkatkan produktivitas
organisasi harus dimulai dari perbaikan produktivitas anggota. Pada dasarnya
keanggotaan kelompok dapat mengubah perilaku individu ( Tedeschi &
Lindskold, 1976 ), pengaruh kelompok ini dapat membuat anggotanya melakukan hal
– hal dalam organisasi yang tidak akan dilakukannya jika mereka sendiri.
Keanggotaan kelompok ini dapat juga mempengaruhi perilaku anggotanya bila tidak
ada anggota lain disekitarnya. Pengaruh terhadap perilaku ini besar sekali
terutama dalam kelompok yang mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi. Arah yang
ditempuhnya sebagian besar tergantung dari norma – norma yang ada dalam
kelompok tersebut ( Jewell, LN; Siegall M, 1990 ). Kohesivitas kelompok mengacu
pada sejauh mana anggota kelompok saling tertarik satu sama lain dan merasa
menjadi bagian dari kelompok tersebut. Dalam kelompok yang kohesivitasnya
tinggi, setiap anggota kelompok itu mempunyai komitmen yang tinggi untuk
mempertahankan kelompok tersebut. Kelompok – kelompok yang berbeda dalam hal
kohesivitasnya, dan banyak yang tidak pernah mencapai tingkat kelompok yang
mempunyai daya tarik tertentu dan komitmen bersama yang merupakan ciri
kohesivitas yang kuat. Kohesivitas yang lebih besar terutama berkembang dalam
kelompok yang relatif kecil dan mempunyai organisasi yang lebih bersifat
kerjasama daripada persaingan ( Jewel & Reitz, 1981). Kesempatan saling
berinteraksi antara para anggotanya secara lebih sering membantu berkembangnya
kohesivitas kelompok tersebut.
Daftar Pustaka
semoga bermanfaat :-)
BalasHapusmantap .. mohon di bahas undang-undang yang menaungi organisasi yang akan di bentuk dengan peraturan yang baru atau yg berlaku...
BalasHapusklo untuk undang-undang atau peraturannya itu tergantung bagaimana atau seperti apa organisasi yang akan terbentuk.. jadi masing2 organisasi yang akan dibentuk akan punya acuan.. misal organisasi profesi guru mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 atau PP No. 74 Tahun 2008
BalasHapus