Rabu, 11 April 2012

Makalah Otonomi Daerah dan Desentralisasi


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sekarang ini tampaknya ada isu yang mendua terhadap sosok dan cara kerja aparatur pemerintah berbagai daerah termasuk Kabupaten Bandung salah satunya. pandangan pertama menganggap bahwa birokrasi pemerintah ibarat sebuah perahu besar yang dapat menyelamatkan seluruh warga masyarakat dari bencana banjir, ekonomi maupun politik. Bagaikan dilengkapi oleh militer dan partai politik yang kuat, organisasi pemerintah merupakan dewa penyelamat dan merupakan organ yang dikagumi masyarakat. Pandangan ini didasarkan atas asumsi bahwa di dalam mengolah sumber daya yang dimiliki, organisasi ini mengerahkan para intelektual dari beragam latar belakang pendidikan sehingga keberhasilannya lebih dapat terjamin. Jadi mereka
berkesimpulan bahwa birokrasi pemerintah memegang peran utama, bahkan peran tunggal dalam pembangunan suatu negara.
Pada sisi lain, pandangan kedua menganggap birokrasi pemerintah sering menunjukkan gejala yang kurang menyenangkan. Bahkan hampir selalu birokrasi pemerintah bertindak canggung, kurang terorganisir dan buruk koordinasinya, menyeleweng, otokratik, bahkan sering bertindak korupsi. Para aparatnya kurang dapat menyesuaikan diri dengan modernisasi orientasi pembangunan serta perilakunya
kurang inovatif dan tidak dinamis. Dalam keadaan semacam ini, pemerintah biasanya mendominasi seluruh organ politik dan menjauhkan diri dari masyarakat.
Berdasarkan dari kedua pandangan tersebut di atas, bahwa pada pandangan pertama mungkin di ilhami dengan pengharapan yang muluk-muluk dan berlebihan, yang dewasa ini mungkin sudah sangat jarang ditemukan, sedangkan pada pandangan kedua merupakan suatu pandangan yang berlebihan yang didasarkan pada prasangka buruk. Bisa juga terjadi kedua pandangan tersebut bertentangan satu sama lain yang didasarkan pada pengamatan yang mendalam dan evaluasi terhadap kondisi nyata aparatur pemerintah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang kami ambil dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana sejarah dari Kabupaten Bandung?
2.      Bagaimana Visi dan misi Kabupaten Bandung sebenarnya?
3.      Apa pengertian dari otonomi daerah?
4.      Bagaimana Otonomi Daerah di Kabupaten Bandung?
5.      Apa saja yang menjadi faktor terjadinya penyelewengan Otonomi Daerah?
6.      Bagaimana cara mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah?
C. Tujuan Pembuatan Makalah
1. Untuk mengetahui Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Bandung
2. Untuk mengetahui Penyebab terjadinya penyelewengan otonomi daerah
3. Untuk mengetahui bagaimana cara mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Kabupaten Bandung
Kabupaten Bandung lahir melalui Piagam Sultan Agung Mataram, yaitu pada ping Songo tahun Alif bulan Muharam atau sama dengan hari sabtu tanggal 20 April tahun 1641 M, sebagai Bupati Pertama pada waktu itu adalah Tumenggung Wiraangunangun (1641-1681 M). dari bukti sejarah tersebut maka ditetapkan bahwa tanggal 20 April sebagai tanggal Hari Jadi Kabupaten Bandung. Jabatan Bupati kemudian di gantikan oleh Tumenggung Nyili salah seorang putranya. Namun Nyili tidak lama memegang jabatan tersebut karena mengikuti Sultan Banten. Jabatan Bupati kemudian di lanjutkan oleh Tumenggung Ardikusumah, seorang Dalem Tenjolaya (Timbanganten) dari tahun 1681 -1704. 
Selanjutnya kedudukan Bupati Kabupaten Bandung dari R. Ardikusumah diserahkan kepada putranya R. Ardisuta yang diangkat tahun 1704 setelah Pemerintah Belanda mengadakan pertemuan dengan para Bupati Wilayah Priangan di Cirebon. R. Ardisuta ( 1704 - 1747 ) terkenal dengan nama Tumenggung Anggadiredja I setelah wafat dia sering disebut Dalem Gordah. sebagai penggantinya diangkat Putra tertuanya Demang Hatapradja yang bergelar Anggadiredja II (1707 - 1747).
Pada masa Pemerintahan Anggadiredja III (1763 - 1794) Kabupaten Bandung disatukan dengan Timbanganten, bahkan pada tahun 1786 dia memasukkan Batulayang kedalam Pemerintahannya. Juga pada masa Pemerintahan Adipati Wiranatakusumah II (1794 - 1829) inilah Ibukota Kabupaten Bandung di pindahkan dari Karapyak (Dayeuh kolot) ke Pinggir sungai Cikapundung atau Alun - alun Kotamadya Bandung sekarang. Pemindahan Ibukota itu atas dasar perintah dari Gubernur Jendral Hindia Belanda Daendels tanggal 25 Mei 1810, dengan alasan karena daerah baru tersebut dinilai akan memberikan prospek yang lebih baik terhadap perkembangan wilayah tersebut. Setelah kepala pemerintahan di pegang oleh Bupati Wiranatakusumah IV (1846 - 1874) Ibukota Kabupaten Bandung Berkembang pesat dan beliau dikenal sebagai Bupati yang progresif. dialah peletak dasar master plan Kabupaten Bandung, yang disebut Negorij Bandoeng. Tahun 1850 dia mendirikan pendopo Kabupaten Bandung dan Mesjid Agung. kemudian dia memprakarsai pembangunan sekolah Raja (pendidikan Guru) dan mendirikan sekolah untuk para menak (Opleiding School Voor Indische Ambtenaaren). atas jasa-jasanya dalam membangun Kabupaten Bandung disegala bidang beliau mendapatkan penghargaan dari pemerintah Kolonial Belanda berupa Bintang jasa, sehingga masyarakat menjulukinya dengan sebutan dalem bintang.

Dimasa pemerintahan R. Adipati Kusumahdilaga jalan Kereta Api mulai masuk tepatnya tanggal 17 Mei 1884. Dengan masuknya jalan Kereta Api ini Ibukota Bandung kian ramai. Penghuninya bukan hanya pribumi, bangsa Eropa dan Cina pun mulai menetap di Ibukota, dampaknya perekonomian Kota Bandung semakin maju. Setelah wafat penggantinya diangkat RAA. Martanegara, Bupati ini pun terkenal sebagai perencana kota yang jempolan. Martanegara juga dianggap mampu menggerakkan rakyatnya untuk berpartisipasi aktif dalam menata wilayah kumuh menjadi pemukiman yang nyaman. Pada masa pemerintahan RAA Martanegara (1893 - 1918) ini atau tepatnya pada tanggal 21 Februari 1906, kota Bandung sebagai Ibukota Kabupaten Bandung berubah statusnya menjadi Gementee (Kotamadya).
Periode selanjutnya Bupati Kabupaten Bandung dijabat oleh Aria Wiranatakusumah V (Dalem Haji) yang menjabat selama 2 periode, pertama tahun 1912 - 1931 sebagai Bupati yang ke 12 dan berikutnya tahun 1935 - 1945 sebagai Bupati yang ke 14. Pada periode tahun 1931 - 1935 R.T. Sumadipradja menjabat sebagai Bupati ke 13. Selanjutnya pejabat Bupati ke 15 adalah R.T.E. Suriaputra (1945 - 1947) dan penggantinya adalah R.T.M Wiranatakusumah VI alias aom Male (1948 - 1956), kemudian diganti oleh R. Apandi Wiriadipura sebagai Bupati ke 17 yang dijabatnya hanya 1 tahun (1956 - 1957).
Sebagai Bupati berikutnya adalah Letkol R. Memet Ardiwilaga (1960 - 1967). Kemudian pada masa transisi kehidupan politik Orde Lama ke Orde Baru adalah Kolonel Masturi. Pada masa Pimpinan Kolonel R.H. Lily Sumantri tercatat peristiwa penting yaitu rencana pemindahan Ibukota Kabupaten Bandung ke Wilayah Hukum Kabupaten Bandung yang semula berada di Kotamadya Bandung ke Wilayah Hukum Kabupaten Bandung yaitu daerah Baleendah. Peletakan Batu Pertamanya pada tanggal 20 April 1974 yaitu pada saat Hari Jadi Kabupaten Bandung yang ke - 333. Rencana kepindahan Ibukota tersebut berlanjut hingga jabatan Bupati dipegang oleh Kolonel R. Sani Lupias Abdurachman (1980 - 1985). Atas pertimbangan secara fisik geografis daerah Baleendah tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai Ibukota Kabupaten, maka ketika Jabatan Bupati dipegang oleh Kolonel H.D. Cherman Affendi (1985 - 1990), Ibukota Kabupaten Bandung pindah ke lokasi baru yaitu Kecamatan Soreang. Dipinggir Jalan Raya Soreang tepatnya di Desa Pamekaran inilah di Bangun Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung seluas 24 Ha, dengan menampilkan arsitektur khas gaya Priangan sehingga kompleks perkantoran ini disebut - sebut sebagai kompleks perkantoran termegah di Jawa Barat. Pembangunan perkantoran yang belum rampung seluruhnya dan dilanjutkan oleh bupati berikutnya yaitu Kolonel H.U.Djatipermana, sehingga pembangunan tersebut dirampungkan dalam kurun waktu 1990-1992.
Tanggal 5 Desember 2000, Kolonel H. Obar Sobarna S.Ip. terpilih oleh DPRD Kabupaten Bandung menjadi Bupati Bandung dengan didampingi oleh Drs. H. Eliyadi Agraraharja sebagai Wakil Bupati.  Sejak itu, Soreang betul-betul difungsikan menjadi pusat Pemerintahan.Tahun 2003 semua aparat Daerah, kecuali Dinas Pekerjaan umum, Dinas Perhubungan, Dinas Kebersihan, Kantor BLKD, dan Kantor Diklat, sudah resmi berkantor di komplek perkantoran Kabupaten Bandung. Pada masa pemerintahan H. Obar Sobarna S.Ip. telah dibangun Stadion Olahraga si Jalak Harupat, yaitu stadion bertaraf internasional yang  menjadi kebanggaan masyarakat Kabupaten Bandung.  Selain itu pada masa pemerintahan Obar Sobarna, berdasarkan aspirasi masyarakat yang diperkuat oleh Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, Kota Administratif Cimahi berubah status menjadi Kota Otonom.
Tanggal 5 Desember 2005. H. Obar Sobarna, S.Ip menjabat Bupati Bandung untuk kedua kalinya didampingi oleh H. Yadi Srimulyadi sebagai Wakil Bupati, melalui proses pemilihan langsung oleh seluruh masyarakat Kabupaten Bandung.
Dimasa pemerintahan H.Obar Sobarna yang kedua ini, berdasarkan dinamika masyarakat dan didukung oleh hasil penelitian dan pengkajian dari 5 perguruan tinggi, secara yuridis sudah terbentuk Kabupaten Bandung Barat bersamaan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Propinsi Jawa Barat.
Berdasarkan Visi & quot;Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bandung yang Repeh Rapih Kertaraharja, melalui Akselerasi Pembangunan Partisipatif yang Berbasis Religius, Kultural dan Berwawasan Lingkungan, dengan Berorientasi pada Peningkatan Kinerja Pembangunan Desa,"  Kabupaten Bandung bertekad untuk melaksanakan pembangunan dalam rangka mencapai kesejahteraan.[1]
B.     VISI DAN MISI KABUPATEN BANDUNG
  1. Visi Kabupaten Bandung :
Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bandung yang maju, mandiri dan berdaya saing melalui tata kelola pemerintahan yang baik dan pemantapan pembangunan pedesaan berlandaskan religious, kultural dan berwawasan lingkungan.
  1. Misi Kabupaten Bandung :
Untuk mewujudkan visi diatas maka harus ditetapkan juga misi yang harus mendapatkan perhatian seksama dimana tugas yang diemban oleh pemerintah Kabupaten Bandung adalah : 
1.      meningkatkan keamanan dan ketertiban wilayah
2.      Meningkatkan profesionalisme birokrasi
3.      Memulihkan keseimbangan lingkungan dan menerapkan pembangunan
4.      Meningkatkan kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan) yang berlandaskan iman dan takwa serta melestarikan budaya sunda
5.      Memantapkan pembangunan perdesaan
6.      Meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan keterpaduan tata ruang wilayah
7.      Meningkatkan Ekonomi Kerakyatan Yang Berdaya Saing[2]
C.    PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur danmengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkanaspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf(h) UU NOMOR 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).
Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakathukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan menguruskepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasimasyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i)UU NOMOR 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).
Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "denganpemerintahan sendiri".Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" atau"lingkungan pemerintah". Dengan demikian pengertian secara istilah "otonomidaerah" adalah "wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengaturdan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri." Danpengertian lebih luas lagi adalah wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerahyang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itusendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangantermasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adatistiadat daerah lingkungannya.
Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputikemampuan si pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat danbahan, dan kemampuan dalam berorganisasi.
Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu, seperti politikluar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomidaerah berdasar pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dankeanekaragaman.

D.    IMPLEMENTASI OTONOMI DI KABUPATEN BANDUNG
1.      Keadaan Dewasa ini
Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai pelaksanaan dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah adalah bagaimana meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam memberdayakan masyarakat. Masalah utama yang dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah:
a.       Belum dipahaminya hakekat otonomi daerah yang berakibat antara lain munculnya ego daerah yang berlebihan.
b.      Belum optimalnya sinergi pembangunan antar sektor dan antar sektor dan daerah
c.       Terbatasnya kemampuan aparatur daerah dalam pelayanan masyarakat.
d.      Masih rendahnya kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan.
e.       Adanya konflik antar daerah mengena; penguasan sumber daya alam dan aset ekonomi daerah.

2.      Strategi Kebijakan
Strategis kebijakan yang ditempuh adalah:
a.       Sosialisasi otonomi daerah agar diperoleh pemahaman yang benar.
b.      Mengembangkan potensi lokal dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah.
c.       Memperbaiki koordinasi dalam penyusunan dan pelaksanaan pogram.
d.      Mendorong dan melaksanakan kerjasama antar daerah.

3.      Tujuan dan Sasaran
Tujuan otonomi daerah adalah meningkatkan kemampuan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis pada potensi lokal, dengan sasaran:
a.       Terwujudnya kemandirian daerah yang berbasis potensi lokal.
b.      Meningkatnya kemampuan keuangan daerah.
c.       Meningkatnya kinerja yang sinergis diantara unsur-unsur penentu kebijakan

4.      Program Pembangunan
Pelaksanaan Otonomi Daerah Program ini bertujuan meningkatkan kemampuan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan dengan mengutamakan potensi daerah. Kegiatannya meliputi:
a.       Perencanaan pembangunan yang bertumpu pada kapasitas daerah.
b.      Peningkatan kemampuan sumberdaya manusia dan akuntabilitas aparatur pemerintah.
c.       Identifikasi, intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan daerah.
d.      Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar daerah.
e.       Peningkatan Kerjasama antara DPRD dan Pemda berdasar atas asas kesetaraan

E.     BERBAGAI PENYELEWENGAN DALAM OTONOMI DAERAH
1.      Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi rakyat melalui pengumpulan pendapatan daerah. Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar. Hal tersebut memaksa Pemerintah Daerah menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi. Padahal banyaknya pungutan hanya akan menambah biaya ekonomi yang akan merugikan perkembangan ekonomi daerah. Pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam menambah beratnya beban yang harus ditanggung warga masyarakat.
2.      Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol, Hal ini dapat dilihat dari pemberian fasilitas yang berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian fasilitas yang berlebihan ini merupakan bukti ketidakarifan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah.
3.      Rusaknya Sumber Daya Alam, Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan karena adanya keinginan dari Pemerintah Daerah untuk menghimpun pendapatan asli daerah (PAD), di mana Pemerintah Daerah menguras sumber daya alam potensial yang ada, tanpa mempertimbangkan dampak negatif/kerusakan lingkungan dan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Selain itu, adanya kegiatan dari beberapa orang Bupati yang menetapkan peningkatan ekstraksi besar-besaran sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini merupakan suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan serta sengketa terhadap tanah. Akibatnya terjadi percepatan kerusakan hutan dan lingkungan yang berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di seluruh wilayah tanah air. Eksploitasi hutan dan lahan yang tak terkendali juga telah menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem satwa liar yang berdampak terhadap punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro organisme yang sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam.
4.      Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah, Praktik korupsi di daerah tersebut terjadi pada proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah (procurement). Seringkali terjadi harga sebuah barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga barang tersebut sebenarnya di pasar.
5.      Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari hutan milik negara dan perusahaan perkebunaan bagi budget mereka.

F.     CARA MENGOPTIMALKAN PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Pelaksanaan Otonomi Daerah yang seharusnya membawa perubahan positif bagi daerah otonom ternyata juga dapat membuat daerah otonom tersebut menjadi lebih terpuruk akibat adanya berbagai penyelewengan yang dilakukan oleh aparat pelaksana Otonomi Daerah tersebut.
Penerapan Otonomi Daerah yang efektif memiliki beberapa syarat yang sekaligus merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan Otonomi Daerah, yaitu:
1.      Manusia selaku pelaksana dari Otonomi Daerah harus merupakan manusia yang berkualitas.
2.      Keuangan sebagai sumber biaya dalam pelaksanaan Otonomi Daerah harus tersedia dengan cukup.
3.      Prasarana, sarana dan peralatan harus tersedia dengan cukup dan memadai.
4.      Organisasi dan manajemen harus baik.
Dari semua faktor tersebut di atas, “faktor manusia yang baik” adalah faktor yang paling penting karena berfungsi sebagai subjek dimana faktor yang lain bergantung pada faktor manusia ini. Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia karena inilah kunci penentu dari berhasil tidaknya pelaksanaan Otonomi Daerah.
Selain itu, untuk mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah harus ditempuh berbagai cara, seperti:
1. Memperketat mekanisme pengawasan kepada Kepala Daerah.
Hal ini dilakukan agar Kepala Daerah yang mengepalai suatu daerah otonom akan terkontrol tindakannya sehingga Kepala Daerah tersebut tidak akan bertindak sewenang-wenang dalam melaksanakan tugasnya tersebut. Berbagai penyelewengan yang dapat dilakukan oleh Kepala Daerah tersebut juga dapat dihindari dengan diperketatnya mekanisme pengawasan ini.
2. Memperketat pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat dilakukan oleh Badan Kehormatan yang siap mengamati dan mengevaluasi sepak terjang anggota Dewan.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib menyusun kode etik untuk menjaga martabat dan kehormatan dalam menjalankan tugasnya
Dengan berbekal ketentuan yang baru tersebut, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang telah jelas-jelas terbukti melanggar larangan atau kode etik dapat diganti.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia masih belum optimal. Walaupun di daerah Wonosobo dan Gorontalo terdapat contoh nyata keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah, tetapi kedua daerah tersebut hanya merupakan contoh keberhasilan kecil dari pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia. Secara keseluruhan, pelaksanaan Otonomi Daerah di tempat-tempat lain di seluruh pelosok Indonesia masih belum dapat berjalan dengan optimal.
Belum optimalnya pelaksanaan Otonomi Daerah antara lain disebabkan karena adanya berbagai macam penyelewengan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah di daera-daerah otonom.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah, tetapi hal yang paling penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan Otonomi Daerah itu adalah dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia sebagai pelaksana dari Otonomi Daerah tersebut. Sumber Daya Manusia yang berkualitas merupakan subjek dimana faktor-faktor lain yang ikut menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah ini bergantung. Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia karena inilah kunci penentu dari berhasil tidaknya pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia.


B. Saran
Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara lain:
1.      Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.
2.      Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat.
3.      Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah juga perlu diupayakan. Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan tindakan aparat pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Karena pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Otonomi Daerah.
4.      Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sebaiknya membuang jauh-jauh egonya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompoknya dan lebih mengedepankan kepentingan masyarakat. Pihak-pihak tersebut seharusnya tidak bertindak egois dan melaksanakan fungsi serta kewajibannya dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA

A.    Perundang-undangan Indonesia.
1.      Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. UU No. 32 tahun 2004. Pasal 1 butir 5.
2.      Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

B.     
C.     Internet
http://www.bandungkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1&Itemid=3
http://www.bandungkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3&Itemid=5
http://www.pu.go.id/itjen/buletin/3031otoda.htm
http://www.transparansi.or.id/otoda/perkembangan.html
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0302/20/opi02.html
http://www.apkasi.or.id/modules.php?name=News&file=article&sid=54
http://www.pu.go.id/humas/media%20massa/juni/sp0806002.htm
http://www.geocities.com/aripsda/makalah/hubungan.htm
http://www.ditjen-otda.go.id/otonomi/detail_artikel.php?id=52


[1] http://www.bandungkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1&Itemid=2&limit=1&limitstart=2
[2] http://www.bandungkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3&Itemid=5

1 komentar: